Sidang Lanjutan Kasus TPPO Mantan Bupati Langkat, Saksi Sempat Sebut Ada Rasa Takut

topmetro.news – Persidangan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan terdakwa mantan Bupati Langkat Terbit Rencana PA (TRP) perkara Nomor: 555/Pid.Sus/2023/PN.Stb kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Selasa (28/11/2023).

Sidang lanjutan perkara TPPO ini yang berlangsung di Ruang Sidang Prof. Dr. Kesumah Atmaja SH ini masih beragenda mendengarkan keterangan saksi mantan anak kereng (panti rehabilitasi) yang disebut-sebut milik terdakwa TRP.

Persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya seorang diri yakni Yogi Fransis Taufik SH MH menghadirkan saksi Trinanda Ginting.

Dalam persidangan, saksi mengaku merupakan mantan anak kereng dan pernah bersaksi dalam persidangan tahun lalu dengan terdakwa Dewa PA dan Terang.

Saksi juga menjelaskan saat dirinya berada di panti rehab tersebut memiliki 2 ruangan dan di dalamnya ada sekitar kurang lebih 30 an penghuni rehab.

Saksi menjelaskan, dirinya berada di panti rehab tersebut selama 1 tahun 4 bulan mulai Februari 2018 hingga selesai tahun 2019 atas permintaan orang tua karena terkait narkoba.

Majelis Hakim PN Stabat yang diketuai Andriansyah SH MH serta Dicky Irvandi SH MH dan Cakratona Parhusip SH MH (masing-masing Hakim Anggota) menanyakan kepada saksi terkait kepemilikan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimana saksi dipekerjakan dan tidak pernah menerima upah.

“Pabrik itu setahu saksi milik siapa?,” tanya Hakim dan dijawab saksi jika pabrik tersebut milik terdakwa.

“Dari mana saksi tau pabrik itu milik terdakwa?,” kejar Hakim.

Saksi menjelaskan jika dirinya pernah beberapa kali melihat terdakwa datang ke pabrik menggunakan sepeda motor Vario.

Namun, Majelis Hakim terus mengejar keterangan saksi mengapa saksi berkesimpulan jika terdakwa sering datang ke pabrik berarti pabrik tersebut milik terdakwa.

Namun saksi meralat ucapannya jika seingat saksi dirinya tau dari rekan-rekannya jika pabrik itu punya anak terdakwa Dewa PA.

“Karena PT nya juga namanya PT Dewa PA, Pak Hakim,” jelas saksi.

Tak Mau Menjawab

Saat ditanyakan Majelis Hakim pada saat saksi berada di kerangkeng panti rehab terkait status profesi terdakwa pada saat itu, saksi tidak menjawab tidak tahu.

“Terdakwa sering terlihat datang ke Pabrik. Saat saya kerja di ladang sawit juga ada melihat Bapak ini (terdakwa) datang. Kata mandornya ladang sawit ini milik Bapak ini (terdakwa).

Saat ditanya Hakim siapa nama mandornya saat itu, saksi menjawab kurang tau nama mandornya.

Saksi membenarkan jika dirinya juga pernah melihat terdakwa saat saksi di dalam kerangkeng. “Saya pernah lihat Bapak ini (terdakwa) waktu saya baru masuk di lokasi rehab naik Vario pakai baju biasa,” terangnya.

Saksi menjelaskan kepada Majelis Hakim jika saat itu terdakwa memberikan nasihat dan menanyakan keadaan para penghuni kerangkeng.

“Keluar dari sini nanti jadi orang baik-baik, gak narkoba lagi,” ujar saksi menirukan ucapan terdakwa.

Begitu juga saat ditanya Majelis Hakim saat saksi diantar ke kerangkeng rehab diantar keluarga atau dijemput? Saksi menjawab jika dirinya dijemput.

“Yang minta saya ke rehab itu orang tua, ayah saya, Pak Hakim. Melalui Wak Sarin anggota OKP PP,” terangnya.

Saat ditanyakan Majelis Hakim terkait ada atau tidak saksi menandatangani sepotong surat dari pihak panti, saksi menyatakan dirinya tidak tahu sembari menyampaikan ayahnya yang tahu.

Dalam persidangan Hakim kemudian bertanya kepada ayah saksi yang duduk si kursi pengunjung terkait siapa penghubung kelurganya untuk membawa saksi ke panti rehab di Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala tersebut.

“Saat itu kami menghubungi family istri saya si Sarin, Pak Hakim,” ujar ayah saksi.

Dijelaskan juga jika saksi keluar (pulang) sebelum peristiwa kerangkeng terkuak, tepatnya pada pagi hari.

“Saat itu Wak Sarin nelpon ayah untuk dijemput,” jawab saksi.

Sementara itu, JPU menanyakan kepada saksi pada saat diantar kerja ke pabrik naik naik kendaraan apa.

“Naik mobil double cabin dan ada foto Bapak ini (terdakwa). Supirnya bernama Rajes yang juga anggota OKP, Pak,” jelasnya.

Saksi mengaku tidak ada diundang makan bersama di rumah terdakwa pada saat terdakwa terpilih jadi Bupati.

“Ada psiklog atau dokter?” tanya JPU

“Dokter ada datang 1 kali seminggu sekali. Tapi gak ada Psikolog,” jelas saksi.

“Di lokasi itu ada bagusnya juga, Pak. Jadi saya tau kerja dan gak ingat narkoba lagi,” jelasnya sembari membenarkan jika selama 1 tahun dipekerjakan saksi tidak pernah menerima upah.

“Kalau untuk keperluan beli sabun, jajan atau kebutuhan lain ya dari orang tua saat jenguk,” terangnya.

Saat ditanyakan Majelis Hakim apakah dirinya ada rasa takut datang bersaksi ke persidangan, semula saksi mengaku ada rasa takut.

“Ya takut kalau ditanya salah jawab dan takut dengan orang-orangnya Bapak ini (terdakwa), Pak Hakim,” jelasnya.

Namun saat didesak Hakim terkait rasa ketakutan saksi tersebut apakah saksi merasa terancam, pernah diteror atau ancaman lain di jalan, saksi sempat diam kebingungan dan akhirnya menggeleng.

“Tidak ada Pak Hakim,” ralat saksi.

“Nah, jadi tolong jangan buat seolah-olah anda memberi kesaksian datang ke sini seolah-olah merasa terancam. Jangan timbulkan kesan yang seolah-olah hadir di sini ada ancaman, yah?” Hakim mengingatkan.

Seperti persidangan sebelumnya, Tim PH terdakwa terus mengejar fasilitas gratis yang diterima saksi selama menjalani rehab.

“Selain fasilitas kesehatan, fasilitas apa lagi yang saksi terima?” tanya PH.

“Ya, makan 1 hari 3 kali dengan lauk yang layak. Yang memberi makan orang dari dapur,” terang saksi.

“Ada apa tidak saksi atau keluarga mengeluarkan biaya apa-apa selama menjalani rehab?” tanya PH yang dijawab saksi tidak ada.

Saksi juga menjelaskan kepada PH jika saksi mendapatkan suplemen tambahan berupa puding telur bebek 1 kali seminggu.

PH juga menanyakan apakah saksi pernah diperiksa di Polda terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan terdakwa TRP atau tidak.

Saksi membenarkan jika dirinya pernah diperiksa penyidik Polda dalam kasus TPPO dengan tersangka Dewa dan Terang.

“Apakah saksi dipaksa kerja atau saksi yang minta kerja?” tanya PH terdakwa.

Saksi menjawab jika dirinya yang meminta dipekerjakan dengan alasan biar tidak suntuk dan tidak ada unsur paksaan kerja.

Terkait saksi ada meminta restitusi sesuai isi dawkwaan JPU kepads LPSK, saksi mengaku tidak tau.

“LPSK yang mengajukan ganti rugi kepada saya. Katanya, kalau kamu mau masuk restitusi biar kami bantu. Saya jawab, boleh juga Pak,” terang saksi.

Saksi juga menjelaskan jika dirinya dipertemukan penyidik Polda dengan LPSK saat dimintai keterangan tahun lalu.

“Pernah atau tidak saksi dikasih tau berapa besar nilai restitusi yang ditawarkan LPSK?” kejar Tim PH terdakwa.

Namun, pertanyaan Tim PH terdakwa tersebut diambil alih oleh Majelis Hakim terkait keingintahuan PH apakah ada unsur pemaksaan dari LPSK kepada saksi untuk dapat restitusi.

“Tolong dipahami ya. Tidak ada kewenangan saksi untuk menghitung jumlah seberapa besar yang layak dia terima terkait jumlah kompensasi. Karena yang menentukan layak atau tidaknya dan yang menghitung dan memutuskan nilai restitusi itu kewenangan Hakim dan JPU terkait usulan nilai yang diajukan LPSK.

“Pantas apa tidak saksi minta restitusi lagi?” tanya Hakim yang dijawab saksi jika dirinya kurang mengerti.

Kesepakatan

PH terus mencecar saksi apakah ada kesepakatan secara lisan atau tulisan tentang permintaan gaji kepada Terang, saksi menjawab tidak ada.

Tim PH menjelaskan jika jumlah restitusi yang akan diterima saksi sesuai kesepakatan LPSK sebesar Rp198 juta lebih.

“Apakah saksi tetap inginkan restitusi atau mencabut?” ujar PH. Saksi menjawab tetap meminta restitusi.

Tim PH terdakwa terus mencecar saksi Trinanda Ginting terkait pemanggilan dirinya sebagai saksi oleh JPU ada surat yang diterima langsung apa tdk? Saksi menjawab ada.

“Siapa yang nerima?” kejar PH.

“Orang tua yang ditelpon jaksa dan saya juga ada melihat suratnya,” terang saksi.

Pertanyaan Tim PH terdakwa tersebut kembali diambil alih Majelisnya Hakim.

“Maaf, agar bisa difahami. Untuk saksi wajib datang meski bukan saksi langsung yang menerima. Kecuali surat panggilan untuk tersangka. Lagi pula, kesaksian saksi hari ini merupakan kehadiran saksi yang kehadirannya sempat tertunda pada persidangan pekan lalu.

“Kenapa saksi tidak meminta ganti rugi kepada Terang. Karena saksi yang minta dipekerjakan kepada Terang,” cecar PH terdakwa dan dijawab saksi tidak tau.

Lagi-lagi pertanyaan Tim PH terdakwa tersebut diambil alih Majelis Hakim.

“Begini. Dalam kasus Terang, saksi sebenarnya sudah dimaksukkan ke dalam salah satu bagian restitusi. Tapi yang mendapat restitusi saat itu hanya masalah pidana terhadap korban yang meninggal. Jadi restitusi saksi ini dimasukkan di kasus terdakwa TRP,” terang Hakim.

Sampaikan Pendapat

Sementara itu, terdakwa TRP saat diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya menyatakan keberatan seluruhnya atas keterangan saksi.

“Saya saat ini menjadi terdakwa kasus TPPO. Saudara yang meminta kepada saudara terang untuk dikaryakan. Ada apa tidak saudara bertanya tentang gaji kepada saudara Terang?” tanya terdakwa yang dijawab saksi, tidak.

“Nah, saudara tadi menerangkan jika pemilik pabrik itu milik Dewa, dari mana saksi tau itu milik Dewa?” kejar terdakwa

“Yang mengelola si Dewa dan sama dengan nama PT nya. Dewa sering datang ke pabrik, duduk-duduk di gudang,” ujar saksi.

Dalam kesempatan itu, terdakwa TRP menyampaikan jika tuntutan ganti rugi saksi tidak mengetahuinya.

“Biar Hakim dan Jaksa yang menentukan, pantaskah saksi menuntut ganti rugi kepada saya,” ujar TRP.

Sidang TPPO dengan terdakwa TRP akan dilanjutkan kembali Selasa (04/12/2023) pekan depan dengan menghadirkan saksi Sribana PA (Ketua DPRD Langkat) sekaligus adik kandung terdakwa TRP, Tiorita (istri terdakwa) dan Dewa PA (anak kandung terdakwa).

reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment