Ternyata di Singapura Masih ada Desa Tradisional

pencakar langit

topmetro.news – Singapura sudah dikenal sebagai salah satu negara kecil yang sangat modern. Negara yang hanya sebesar kota itu dipenuhi dengan bangunan-bangunan pencakar langit. Kehidupan disana pun penuh dengan dunia gemerlap yang modern.

Namun pernah kah kita terpikir, bahwa di Singapura juga ada sebuah desa atau kampung yang benar-benar tradisional?

Ternyata di tengah kehidupan super modern di Singapura, masih ada sebuah kawasan yang tidak ikut terpengaruh dengan perkembangan zaman yang melanda negara itu. Namanya adalah Kampong Lorong Buangkok, yang sudah ada sejak tahun 1956.

BACA JUGA: Jelang Libur Natal, Pemesanan Kamar Hotel di Parapat Masih Rendah

Desa di Tengah Pencakar Langit

Kampong Lorong Buangkok adalah sebuah desa yang terletak di Buangkok di Kota Hougang Singapura. Dibangun pada tahun 1956, ini adalah kampung terakhir yang terletak di daratan Singapura pada abad ke-21. Sebuah kanal luas mengalir di samping kampung, yang terhubung ke Sungei Punggol dan mengalir ke Selat Johor bagian timur.

Kampung ini juga dikenal dengan nama Selak Kain dalam Bahasa Melayu, yang berarti ‘memasang sarung’. Asal-muasal nama ini adalah, ketika orang-orang memakai sarung mereka untuk menyeberangi banjir setiap kali desa mengalami banjir bandang di Singapura pada abad ke-20.

Tanah yang ditempati kampung itu, diperoleh pada 1956 dari Tuan Huang Yu Tu oleh Sng Teow Koon, penjual obat tradisional Cina. Pada awal pembelian tanah, sudah ada empat hingga enam rumah yang dibangun di atas tanah. Kemudian beberapa rumah pun dibangun dan ditempati Keluarga Sng Teow Koon beserta istri, dan keturunannya.

Seiring waktu berjalan, Sng Teow Koon pun mulai menyewakan tanah kepada orang-orang untuk membangun rumah. Akhirnya tanah itu diserahkan kepada anak-anaknya. Salah satunya adalah Ms Sng Mui Hong, yang terus tinggal di desa dengan keponakannya.

Tanah itu kemudian berevolusi menjadi sebuah kampung. Awalnya merupakan lahan berawa dengan hanya 5-6 rumah. Pada 1960-an, rumah itu menampung sekitar 40 keluarga. Luas lahan yang digunakan adalah 21.460 meter persegi . Luas lahan kemudian menyusut menjadi 12.248 meter persegi.

Keberadaan kampung ini sendiri sangat kontras dengan gedung-gedung pencakar langit Singapura yang mengelilinginya. Memasuki Kampong Lorong Buangkok, kita akan menemukan deretan perumahan yang masih terbuat dari papan. Kemudian ada warung dan sebuah masjid.

Sungguh tradisionil dan tidak terbayangkan hal sejadu itu bisa berada di tengah deretan pencakar langit Singapura. Hal ini pun membuat pengunjung merasa heran. Bagaimana bisa kampung tradisional ini dapat bertahan tahun demi tahun dari proses pembangunan di Singapura yang sangat masif?

Kegiatan dan Mata Pencaharian

lorong buangkok

Hingga saat ini Kampong Lorong Buangkok dihuni 30 keluarga dengan beragam latar etnis dan agama. Disana, terdapat 28 rumah masih berdiri tegak dan modernitas sama sekali tak menyentuh kehidupan warga Kampong Lorong Buangkok.

Sejak 1960-an, sebagian besar penduduk bekerja di Rumah Sakit Woodbridge atau pabrik-pabrik di dekatnya. Sementara anak-anak belajar di sekolah terdekat seperti Sekolah Dasar Yio Chu Kang. Kebiasaan warga di kampung itu adalah memelihara ayam untuk dimakan.

Pada umumnya mereka pun menjalani kehidupan lebih santai dan lebih lambat dibandingkan dengan orang-orang perkotaan. Boleh dibilang, kampung ini merupakan satu-satunya perkampungan yang masih tersisa di Singapura. (TM-RAJA)

berbagai sumber

Related posts

Leave a Comment