JARI Akan Kembali Prapidkan SKPP Boy Hermansyah

boy hermansyah

topmetro.news – Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI) tetap melakukan praperadilan tentang kasus penanganan perkara Direktur Utama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL), Boy Hermansyah.

Pasalnya Hakim Prapid PN Medan, Saryana memutuskan bahwa perkara itu tidak dihentikan, masih berproses. Memang pada sidang praperadilan itu, pihak jaksa tidak melampirkan SKPP yang baru diterbitkan.

Kepada wartawan, Selasa (17/7/2018), Ketua JARI Safaruddin mengatakan akan kembali mendaftarkan gugatan tentang penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Boy Hermansyah.

“Besok akan kita daftarkan. Kalau praperadilan yang lalu karena kasus ini diduga dihentikan, kali ini kita mempraperadilankan SKPP itu,” ucap Safaruddin.

Ditanya alasannya mengambil langkah hukum terkait perkara ini, Safaruddin menyatakan kepentingan mereka adalah penegakan hukum.

“Jangan hukum tajam ke bawah timpul ke atas,” ucapnya.

Menurut dia, penghentian penuntutan yang dilakukan Kejari Medan sangat mengherankan. Karena dalam putusan majelis hakim yang sudah inkrah dalam perkara serupa, nama Boy Hermansyah ketika itu masih masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) disebut sebagai pihak yang diuntungkan dari tindakan para terdakwa yang sudah divonis bersalah.

Dalam SKPP terhadap Boy Hermansyah disebutkan bahwa alasan penghentian penuntutan lantaran tidak terdapat cukup bukti keterlibatannya secara bersama-sama dengan orang-orang yang sudah dijatuhi hukuman pidana dalam korupsi pencairan kredit oleh PT BNI 46 Medan. Menurut jaksa, hal itu telah dinyatakan dalam pertimbangan majelis hakim.

“Kalau jaksa menyatakan SKP2 itu didasarkan pada putusan sebelumnya, tentu mengherankan. Karena putusan MA dibuat 2014, Boy masih DPO. Pada 2015, dia ditangkap dan berkasnya dinyatakan P21. Kalau dasarnya putusan hakim, tentu dia tidak akan ditangkap dan berkasnya tidak akan P21,” ucap Safaruddin.

Pada perkara korupsi ini, 4 orang telah jadi dipidana yang berkekuatan hukum tetap. Tiga orang di antaranya adalah pegawai BNI 46, yakni

Radiyasto, Darul Azli, dan Titin Indriani. Seorang lainnya adalah M Samsul Hadi, pimpinan rekan kantor jasa penilai publik. Saat putusan akan dieksekusi, Darul ditemukan tewas gantung diri di rumahnya di Kompleks Perumahan Unimed, Jalan Pelajar Ujung, Medan, pada Rabu (20/4/2018).

Radiyasto, Darul dan Titin serta Samsul dinyatakan bersalah merugikan keuangan negara Rp117,5 miliar dan menguntungkan orang lain, dalam hal ini Boy Hermansyah. Perbuatan itu dilakukan melalui analisa kredit yang dijalankan tidak sesuai prosedur.

Dalam pengajuan kredit sebesar Rp133 miliar untuk modal kerja dan investasi kebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit atas nama Boy Hermansyah selaku direktur utama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL) memberikan jaminan sertifikat HGU 102 tertanggal 18 Agustus 2005 yang ternyata belum menjadi miliknya. Bahkan jaminan itu masih diagunkan di bank dan dalam posisi kredit macet.

Boy Hermansyah sejak awal ditetapkan sebagai tersangka. Dia sempat jadi buronan sebelum ditangkap di Cengkareng, Januari 2015, sekitar sebulan setelah putusan MA untuk Titin dan Darul.

Namun, Boy tak kunjung disidangkan. Dia bahkan sempat dibantarkan di rumah sakit. Lama tak terdengar kabar kasusnya, JARI pun memohonkan praperadilan, pada 21 Juni 2018. Seiring dengan itu, Kejari Medan menerbitkan SKP2 terhadap Boy Hermansyah.(TM/10)

Related posts

Leave a Comment