Kenaikan Cukai Rokok Perlu Parameter Jelas

kenaikan-cukai-rokok

Topmetro.news – Pemerintah diharapkan tidak membebani industri dengan kenaikan cukai rokok yang tinggi di 2019 mendatang. Pasalnya kenaikan cukai rokok dimaksud pasti akan berdampak pada serapan hasil produksi petani tembakau, penyerapan tenaga kerja, juga penerimaan cukai dan pajak rokok.

Hal itu dikatakan Wilgo Zainar, Anggota Komisi Keuangan DPR RI di Jakarta, kemarin. Menurut Wilgo, penerapan tarif cukai rokok seharusnya bisa menggunakan parameter ekonomi yang jelas, seperti inflasi, misalnya.

Dia melanjutkan tarif yang sekarang ini sangat membebani industri rokok, jika Pemerintah ingin mendapatkan penerimaan cukai yang lebih optimal, seharusnya bisa melalui ekstensifikasi barang kena cukai lainnya dan bukan dengan kenaikan tarif cukai yang tinggi.

Penerimaan Negara 16,2 Persen

Beberapa waktu lalu Kementerian Keuangan melaporkan bahwa pada kuartal pertama 2018, penerimaan negara dari cukai naik 16,2 persen secara “year on year” (yoy) menjadi Rp8,6 triliun, namun tidak dirincikan sumbangan dari sektor cukai industri hasil tembakau.

Sementara Sjukrianto, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengatakan selama 3-4 tahun terakhir ini, pemerintah selalu menaikkan tarif cukai rokok.

Namun, dia menyayangkan kebijakan tersebut diambil tanpa memerhatikan dampak yang dirasakan masyarakat, terutama terkait pendapatan dari penjualan rokok.

“Kalau pendapatan masyarakat bertambah, tidak masalah cukai dinaikkan. Tapi pendapatan masyarakat juga belum naik,” tegasnya, disalin dari Antara.

Dengan tarif kenaikan cukai rokok rata-rata 10,04 persen di tahun ini, dia menjelaskan para pedagang eceran sudah mengalami penurunan penjualan. Dia memperkirakan pertumbuhan pendapatan dari penjualan rokok di tahun ini stagnan. “Apalagi kalau cukai rokok tambah dinaikkan, pendapatan tidak akan tumbuh,” ucap dia.

Andriono Bing Pratikno selaku Anggota Dewan Penasihat Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) menambahkan, permasalahan lainnya dari kenaikan cukai yang terlalu tinggi adalah semakin maraknya peredaran rokok ilegal.

Konsumsi Rokok Ilegal

Masyarakat, kata dia, akan beralih mengonsumsi rokok ilegal yang harganya nisbi lebih murah. “Semakin mahal harga rokok, maka semakin marak peredaran rokok ilegal,” ujar Andriono.

Sementara itu, Kementerian Keuangan menegaskan akan konsisten menjalankan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 Tentang Tarif Cukai Tembakau hingga 2021. “Kami berharap begitu. Kalau sekali tidak konsisten, maka polanya akan bisa berubah-ubah,” kata Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Nasruddin Djoko.

Nasruddin mengatakan pemangkasan layer tarif cukai rokok yang dibuat dalam bentuk peta jalan atau “roadmap” ini sebenarnya merupakan terobosan dan juga nantinya akan mendorong penerimaan negara.

“Kami akan tetap jalan dengan PMK, karena PMK itu bukan dibikin dengan tanpa alasan, ada survei dan penelitian lain dan banyak hal. Semua aturan dibikin dengan kajian, jadi harus jalan,” ujar Kepala Sub-Direktorat Tarif Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sunaryo.(tmn)

sumber: neraca

Related posts

Leave a Comment