Pengamat: Hasil Pilkada tak Pengaruhi Koalisi Pilpres

pemilu legislatif

topmetro.news – Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, hasil suara terbanyak berdasarkan hitung cepat di Pilkada Serentak 2018 tidak berdampak bagi komposisi koalisi partai politik untuk mengusung calon presiden dan wapres pada Pemilu 2019.

“Dalam jangka pendek ini, tidak ada dampak pilkada bagi komposisi koalisi pendukung capres. Bagaimana pun, fenomena hasil Pilkada 2018 tidak bisa dijadikan acuan untuk mengkalkulasi peta pemilu presiden,” kata Syamsuddin dalam diskusi Evaluasi Pilkada 2018 di Hotel Atlet Century Jakarta, Senin (2/7/2018).

Dia menjelaskan, peta koalisi politik sangat dinamis. Sehingga perubahan komposisi koalisi di daerah-daerah pilkada tidak dapat dijadikan patokan mutlak akan tercermin pada pemilihan presiden dan wakil presiden 2019 mendatang.

“Kita tahu kondisi koalisi kita ini longgar. Tidak ada yang namanya kesepakatan atau konsensus dalam koalisi. Koalisi di kita ini sifatnya ‘gentlement agreement’. Ini banyak pihak mengatakan seolah-olah hasil pilkada menggambarkan pilpres, padahal tidak juga,” jelasnya.

Dinamika Koalisi Baru

Pola koalisi di tingkat pusat dan daerah berbeda, katanya, sehingga hal itu menunjukkan adanya dinamika pembentukan koalisi baru untuk Pilpres 2019.

“Pola koalisi jelas tidak sama. Koalisi tiga sekawan, Gerindra, PKS, PAN tidak sepenuhnya utuh. Di Jawa Barat saja PAN setengah hati, di Jawa Tengah gagal, di Jawa Timur pecah,” katanya.

Dengan kondisi seperti itu, maka keputusan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan Presiden Joko Widodo untuk menentukan calon wakil presiden juga akan tertunda hingga terbentuk koalisi oposisi yang pasti.

“Selama peta koalisi oposisi, sebagai penantang, belum jelas. Saya menduga Jokowi dan PDI Perjuangan juga akan menunda terhadap pilihan cawapres, mau tidak mau sampai Agustus,” ujarnya.

Terima Hasil Pilkada 2018

Sementara, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengharapkan berbagai pihak menerima hasil penetapan KPU terkait hasil Pilkada Serentak 2018, baik di tingkat kabupaten/kota maupun tingkat provinsi. Arief berharap tidak perlu ada sengketa hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

“Saya berharap hasil penetapan KPU bisa diterima semua pihak sehingga tidak perlu ada sengketa,” kata Arief di Jakarta, Minggu (1/7/2018).

Arief mengungkapkan, proses penghitungan dan rekapitulasi suara telah dilakukan secara berjenjang dan transparan. Semua pihak, mulai dari KPU, Bawaslu, tim sukses dari parpol dan pasangan calon mengikuti proses penghitungan dan rekapitulasi suara dari awal sampai akhir.

“Jadi keberatan-keberatan itu sudah bisa diselesaikan di tiap level di kecamatan. Kalau ada keberatan diselesaikan di sana. Di kabupaten diselesaikan di sana, termasuk di provinsi. Jadi, mudah-mudahan ini bisa diterima oleh semua pihak,” ungkap dia.

Saat ini, kata Arief, proses rekapitulasi Pilkada Serentak 2018 sudah sampai di tingkat kecamatan. Rekapitulasi di tingkat kecamatan sampai 3 Juli 2018. Kemudian, terjadi rekapitulasi di tingkat Kabupaten/Kota pada tanggal 4 sampai 6 Juli 2018. Untuk penetapan hasil pemilihan bupati atau wali kota dilakukan sampai tanggal 6 Juli 2018.

“Kemudian tanggal 7 sampai 9 Juli 2018 akan dilakukan rekap lanjutan hanya di 17 provinsi yang menyelenggarakan pemilihan gubernur dan penetapan hasilnya. Nah setelah itu, 3×24 jam kalau memang ada yang belum bisa menerima hasil penetapan maka sengketa hasil itu bisa dilakukan di Mahkamah Konstitusi,” pungkas dia. (TM-RED)

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment