Tiap Hari Makan Mie Instant
TOPMETRO.NEWS – Ada hal menarik dari kunjungan bakti sosial para peserta Musyawarah Nasional Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) ke lokasi pengungsian Gunung Sinabung di Tanah Karo, kemarin. Fakta terungkap, tiap hari para pengungsi disuguhi mie instant. Selain itu terungkap soal urusan seks suami istri. Ternyata para pengungsi harus menyewa tempat ”bilik asmara” yang tarifnya Rp200 ribu per bulan.
Rasmita br Ginting, sebagaimana dikutip dari belitungpos sesaat lalu mengakui saat ini ada ribuan warga pengungsi Gunung Sinabung masih menumpuk di lokasi pengungsian. Diakui, setidaknya dirinya sudah 4 tahun menjadi penghuni pengungsian di tempat itu.
Dia berada di lantai dua gedung gereja di tempat itu, tapi yang menampung ribuan orang pengungsi letusan Gunung Sinabung. Lantai bangunan berukuran kurang lebih 30×30 meterpersegi, tampak dipenuhi tumpukan barang-barang, yang diletakkan di atas tikar plastik yang dihampar.
Ada gulungan selimut, tumpukan pakaian bercampur alas kaki, perabot semisal ember dan gayung. Kasur tebal apalagi spring bed tidak ada.
Alas yang terlihat hanya berupa satu dua lembar busa, setebal kurang dari 5 centimeter. Penyekat tidak ada, apalagi bilik atau kamar.
Semua barang-barang tergeletak begitu saja. Kalaupun ada pembatas, itu hanya dipisahkan tumpukan barang-barang.
Satu petak ukuran kurang lebih 2×3 meterpersegi. “Ini bukan untuk satu keluarga. Ukuran segini bisa ditempati dua keluarga,” ujar Rasmita.
Bagaimana urusan seks pasangan suami istri? Ditanya begitu dia tanpa malu-malu menjabarkannya.
Diakui, untuk urusan hasrat suami istri, di tempat terbuka, sangat tidak nyaman. Lalu, sebagian suami istri terpaksa menyewa bilik asmara.
“Kalau kami mau begitu harus keluar. Kami terpaksa cari rumah, menyewa kamar di luar. Tarifnya Rp200 ribu sebulan. Habis, bagaimanapun, itu merupakan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan biologis,” ujar Rasmita.
Sementara, pengungsi lainnya Nanda Sembiring mengakui dia mempunyai jurus untuk menjaga hubungan suami istri tetap tersalurkan.
“Kadang, kami kembali ke desa (Desa Sigaranggarang). Bisa tiga hari tinggal di desa, atau seminggu di sana, baru datang ke sini, melihat anak-anak,” kata Nanda.
Ketika menerima rombongan peserta dan panitia Munas ISKA, Bupati Karo Terkelin Brahmana dan staf, menjelaskan tentang dampak letusan Gunung Sinabung. Gunung berapi aktif itu memiliki ketinggian 2.451 meter. Dikatakan, Sinabung yang “tidur” sejak tahun 1.600, mendadak aktif, meletus tahun 2010.
Kemudian, erupsi terjadi lagi pada September 2013, dan berlangsung hingga kini. Meletus terus-menerus itulah yang menjadi alasan pemerintah tidak mengembalikan warga ke desa semula. (bel-editor3)