topmetro.news,Medan – Penurunan Perubahan APBD (P-APBD) Sumut 2025 dari Rp13,2 triliun menjadi Rp12,5 triliun menuai kritik keras. Pengamat Anggaran, Elfanda, menyebut kebijakan itu membuktikan tidak konsistennya arah kebijakan prioritas Pemprov dengan realisasi politik anggaran.
Elfanda menilai justru ini memperlihatkan ketidakselarasan antara janji politik Gubernur Bobby Nasution dengan praktik politik anggaran. Dia mengatakan tata kelola APBD Pemprov Sumut semakin “ugal-ugalan” dan menjauh dari kepentingan rakyat.
*Di satu sisi Gubernur ingin meningkatkan ekonomi masyarakat, tetapi yang terjadi justru belanja ekonomi dipangkas. Bagaimana ekonomi mau tumbuh kalau anggarannya sendiri dikurangi,” kata Elfanda kepada wartawan, Senin (29/9).
Selain sektor ekonomi, Elfanda juga menyoroti pemangkasan belanja lingkungan. Padahal, isu lingkungan kerap dijadikan bahan pidato penting pemerintah daerah, terutama terkait banjir, kerusakan sungai, hingga pengelolaan sampah di kota-kota besar.
“Kalau lingkungan dipotong, apa jadinya? Kita tahu masalah banjir dan krisis air bersih semakin parah. Pemangkasan ini menunjukkan inkonsistensi kebijakan,” ujarnya.
Tak hanya itu, program Universal Health Coverage (UHC) yang digadang-gadang sebagai kebijakan unggulan Gubernur juga ikut dipertanyakan. Menurut Elfanda, alokasi UHC dalam P-APBD tidak diarahkan untuk membayar BPJS masyarakat, melainkan lebih banyak tersedot ke belanja modal.
“Janji UHC jadi kontradiktif. Publik mengira uang itu untuk membayar iuran BPJS agar seluruh rakyat ter-cover. Ternyata, bukan. Dana malah dipakai untuk belanja modal. Ini bentuk inkonsistensi serius,” tegasnya.
Ironisnya, belanja administrasi publik justru mengalami kenaikan yang signifikan. Pos belanja yang sifatnya birokratis lebih besar dibandingkan anggaran yang langsung menyentuh kepentingan rakyat.
“Administrasi naik, sementara belanja untuk rakyat menurun. Ini jelas menunjukkan keberpihakan anggaran yang keliru,” tambah Elfanda.
Ia juga menyinggung kebijakan Pemprov yang agresif menargetkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bahkan sampai dengan wacana menghentikan kendaraan berplat luar (BL) dari Aceh. Menurutnya, langkah tersebut tidak nyambung dengan kondisi ekonomi masyarakat.
“PAD tidak bisa meningkat kalau ekonomi rakyat melemah. Kalau masyarakat ekonominya sehat, mereka akan mudah bayar pajak. Tapi kalau rakyat ditekan sementara belanja publik dipotong, jelas tidak balance,” katanya.
Elfanda menyebut, buruknya tata kelola keuangan Pemprov Sumut semakin terlihat dari kebiasaan melakukan pergeseran anggaran berulang kali. Ia mencatat, dalam beberapa periode, Pemprov bisa melakukan pergeseran hingga tujuh kali.
“Itu ugal-ugalan. Dalam sistem penganggaran, tidak ada ruang untuk mengubah anggaran sesering itu tanpa alasan kuat. Apalagi tidak ada kondisi darurat yang memaksa. Ini bukti pengelolaan keuangan daerah sangat berantakan,” ungkapnya.
Ia mengingatkan bahwa tata kelola yang buruk berpotensi melahirkan praktik penyalahgunaan anggaran. Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan pejabat Pemprov belakangan ini disebutnya menjadi alarm keras bagi masyarakat.
“Kalau dibiarkan, ini akan jadi lahan bancakan. Harusnya pemerintah belajar dari OTT kemarin, bahwa APBD itu harus dikelola sesuai aturan, bukan seenaknya,” tegas Elfanda.
Sebagai solusi, Elfanda meminta Pemprov fokus pada belanja prioritas yang benar-benar menyentuh kebutuhan dasar rakyat, terutama infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Ia mencontohkan, perbaikan jalan rusak seharusnya dianggarkan secara serius agar tidak makin parah.
“Jangan sampai jalan yang rusak ringan dibiarkan hingga menjadi rusak berat. Itu artinya gagal dalam perencanaan. Dinas PUPR paham bagaimana seharusnya alokasi dana dibuat. Tapi kalau anggarannya malah tersedot ke hal-hal seremonial, rakyat yang dirugikan,” ujarnya.
Terakhir, Elfanda mengingatkan Pemprov untuk menekan pos belanja yang sifatnya seremonial dan perjalanan dinas.
“Tidak perlu banyak perjalanan dinas, tidak perlu banyak anggaran administrasi. Fokus saja ke efisiensi dan kepentingan publik,” pungkasnya.
Penulis | Erris