Blunder Komunikasi Pemprov Sumut: Utang DBH Justru Muncul Setelah Edy Rahmayadi Lengser

topmetro.news, Medan – Klaim Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) yang menyebutkan adanya utang Dana Bagi Hasil (DBH) senilai Rp 2,2 triliun sebagai “warisan Edy Rahmayadi” terbukti tidak akurat.

Berdasarkan dokumen keuangan resmi dan catatan waktu jabatan, utang tersebut justru muncul dan tercatat mulai tahun anggaran 2023-2024, yakni setelah Edy Rahmayadi berakhir masa jabatannya pada 9 September 2023.

Pernyataan resmi Pemprov Sumut dalam rilis terbarunya menyebutkan bahwa Gubernur Bobby Nasution “membayar utang DBH warisan Edy” sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap kabupaten/kota.

Namun, pemeriksaan terhadap dokumen Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2023 menunjukkan fakta yang berbeda. Dalam CALK 2023 (audited) yang diunggah di situs resmi Pemprov Sumut, tertulis jelas.

Saldo Utang Belanja DBH Pajak Pemerintah Kabupaten/Kota Tahun 2023 sebesar Rp 1.387.950.346.209 telah dialokasikan dalam APBD Tahun 2024 dan akan dibayarkan sesuai anggaran kas yang tersedia. Artinya, kewajiban tersebut baru tercatat pada tahun anggaran 2023, bukan tahun-tahun sebelumnya.

Jika menilik struktur pemerintahan, sejak 9 September 2023 Gubernur Sumut dijabat oleh Penjabat (Pj) Gubernur Hassanudin, dan dilanjutkan oleh Pj Gubernur Agus Fatoni pada tahun 2024.

Dengan demikian, seluruh aktivitas anggaran dan kewajiban fiskal yang timbul sejak akhir 2023 hingga 2024 merupakan tanggung jawab pada masa pemerintahan Pj, bukan era Edy Rahmayadi.

Lebih lanjut, rilis sejumlah media nasional juga menyebut bahwa utang DBH Pemprov Sumut sebesar Rp 2,2 triliun merupakan akumulasi kewajiban tahun 2023–2024, dengan rincian sekitar Rp 295 miliar dari tahun 2023 dan Rp 1,8 triliun di tahun 2024.

Fakta ini sepenuhnya menegaskan bahwa utang tersebut baru muncul pasca-berakhirnya masa jabatan Edy Rahmayadi.

Namun sayangnya, tim komunikasi Pemprov Sumut justru memelintir data tersebut seolah-olah menjadi warisan utang lama dari periode 2018-2023.

Narasi ini kemudian disebar melalui berbagai kanal media sosial dan pendukung politik Gubernur Bobby Nasution, seolah-olah ia tengah “menyelamatkan” keuangan daerah dari kesalahan pendahulunya.

Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) Sutrisno Pangaribuan menilai langkah komunikasi seperti itu justru menjadi blunder politik. Selain karena data fiskal resmi menunjukkan utang itu terbentuk di tahun 2023.

Menurutnya, narasi menyelamatkan warisan Edy malah menimbulkan kesan bahwa Pemprov Sumut di bawah Bobby sedang membangun citra super hero dengan cara membusukkan pendahulunya.

Dia mengatakan pola seperti ini mencerminkan gaya komunikasi politik yang manipulatif dan reaktif bukan berbasis transparansi data.

“Kalau memang Bobby ingin tampil sebagai pemimpin solutif, harusnya dia tunjukkan data utangnya kapan muncul, bukan melempar fitnah ke era Edy,” ujar Sutrisno saat dihubungi wartawan, Sabtu (11/10).

Lebih jauh lagi, jika ditelusuri dari sisi keuangan, tidak ada satu pun dokumen keuangan Pemprov Sumut pada tahun 2018-2022 yang menyebut adanya utang DBH belum dibayar ke kabupaten/kota.

Sebaliknya, data CaLK 2023 justru menjadi pertama kalinya tercatat saldo utang belanja DBH dengan nilai lebih dari Rp 1,38 triliun. Dengan begitu, tudingan bahwa utang Rp 2,2 triliun merupakan “warisan Edy” terbukti tidak berdasar.

“Yang lebih penting, publik kini justru menuntut klarifikasi dari tim media Pemprov Sumut siapa yang menyusun narasi tersebut, dan atas dasar data apa klaim itu disebarkan,” sebutnya.

Tahun Anggaran Posisi Gubernur Catatan Utang DBH (berdasarkan dokumen resmi)

•2018-2022 Edy Rahmayadi Tidak tercatat saldo utang DBH dalam CaLK Tidak ditemukan kewajiban tertunda

•2023 Pj Gubernur Hassanudin (sejak Sept) Rp 1,387,950,346,209 (CALK 2023 Audited) Mulai tercatat sebagai utang DBH

•2024 Pj Gubernur Agus Fatoni ± Rp 2,2 triliun (akumulasi 2023–2024, berdasarkan rilis media) Dibayar sebagian di 2025 oleh Bobby Nasution

Dengan data yang ada, lanjut Sutrisni sangat jelas bahwa utang DBH Sumut bukanlah warisan Edy Rahmayadi, melainkan muncul di masa transisi pemerintahan pasca-September 2023.

“Upaya Pemprov Sumut menuding masa lalu justru memperlihatkan pola komunikasi defensif bukan pemimpin yang bertanggung jawab terhadap fakta,” ungkapnya.

Sutrisno menegaskan, jika benar ingin membenahi tata kelola keuangan daerah, seharusnya Pemprov Sumut membuka data lengkap secara transparan, bukan menebar fitnah untuk membangun citra politik baru.

“Data tidak bisa disulap dan publik Sumatera Utara berhak tahu siapa sebenarnya yang mewariskan utang Rp 2,2 triliun itu,” pungkasnya.

Penulis | Erris

Related posts

Leave a Comment