Polda Sumut Diminta Hentikan Kasus TPPU Suhendra

Polda Sumut

topmetro.news – Polda Sumut diminta segera menghentikan proses penyidikan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilaporkan PT Bumi Sari Prima (BSP) dengan tersangka Suhendra Chudiharja alias Hendra alias Ahwat.

Sebab, Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar memutuskan perkara Suhendra Chudiharja melawan PT BSP adalah perkara perdata wan prestasi.

“Maka tindakan Polda Sumut menjadikan klien kami sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang harus dihentikan,” tegas kuasa hukum Suhendra Chudiharja, Gindo Nadapdap dan Jonson Sibarani kepada wartawan di Mapoldasu, Senin (3/5/2021).

Awalnya, Suhendra mendaftarkan gugatan perdata wan prestasi di PN Pematangsiantar dengan Register Perkara Perdata Nomor 41/Pdt.G/2020/PN Pms antara Suhendra Chudiharja alias Hendra alias Ahwat sebagai penggugat melawan (1) PT Bumi Sari Prima sebagai tergugat I, (2) Susanto sebagai tergugat II dan (3) Sunarto alias Awan sebagai tergugat III.

Adapun dasar permintaan dihentikannya TPPU tersebut, menurut Jonson, karena PN Pematangsiantar telah mengeluatkan putusan No 42/Pdt.G/2020/PN Pms dengan amar memutuskan dalam perkara Rekonvensi (gugat balik), yakni mengabulkan gugatan rekonvensi untuk sebagian, menyatakan perbuatan tergugat rekonvensi yang tidak membayar hasil penjualan tepung tapioka milik penggugat rekonvensi sebsar Rp 4.082.480.000 adalah perbuatan ingkar janji (wan prestasi).

Kemudian, menghukum tergugat rekonvensi untuk membayar hasil penjualan tepung tapioka kepada penggugat rekonvensi sebesar Rp 4.082.480.000 secara tunai dan seketika dan menolak gugatan rekonvensi yang selain dan selebihnya.

“Tapi, klien kami baru bersedia membayar hasil penjualan tepung tapioka tersebut setelah masalah dengan Susanto dan Awan selesai,” kata Jonson.

Adanya gugatan tersebut berawal dari perjanjian lisan kerjasama antara Suhendra Chudiharja dengan Dirut PT BSP Juwan Chandra dalam bisnis penjualan hingga penagihan tepung tapioka pada 2016 hingga 2018 lalu.

Namun, dalam perjalanannya, Suhendra Chudiharja dianggap menipu dan menggelapkan miliaran rupiah oleh PT BSP, karena Susanto dan Awan tidak membayar kewajibannya kepada Suhendra Chudiharja.

Kasus itu, kemudian dilaporkan ke Subdit Jahtanras Polda Sumut hingga Suhendra Chudiharja divonis PN Medan, 3,6 tahun. Namun, dalam banding Mahkamah Agung (MA) menjadi 2 tahun.

“Masa hukuman 2 tahun itu sudah dijalani klien kami 1 tahun,” terang Jonson.

Karena tidak menerima putusan pidana tersebut, Suhendra Chudiharja mengajukan upaya hukum luar biasa, Peninjauan Kembali (PK) ke MA.

“Namun, masih terkendala karena MA tidak kunjung mengirimkan salinan putusan ke PN Medan meski perkara tersebut telah diputus pada Agustus 2020 lalu. Sedangkan salinan putusan tersebut adalah salah satu syarat wajib dalam pengajuan PK,” sesalnya.

Anehnya, pada 17 September lalu, Suhendra Chudiharja kembali dilaporkan PT BAP dalam kasus TPPU dan ditetapkan sebagai tersangka.

“Berdasarkan informasi penyidik, proses TPPU itu merupakan tindak lanjut dari perkara sebelumnya, yakni penipuan dan penggelapan,” ungkapnya.

“Berdasarkan Surat Edaran MA RI No 1 tahun 1956 berbunyi, apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya satu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidaknya hak perdata itu,” tambah Jonson.

Reporter | Dedi

Related posts

Leave a Comment