topmetro.news – Direktur CV Putra Mega Mas (PMM) Djohan (50), salah seorang dari 2 terdakwa perkara korupsi Rp1 miliar lebih terkait pengadaan 6 unit papan video elektronik (videotron) di Dinas Perindag Kota Medan TA 2013 dalam persidangan secara video teleconference (vicon), Jumat (1/10/2021), menghadapi tuntutan pidana 4,5 tahun penjara.
Selain itu Tim JPU dari Kejari Medan dengan ketua Nur Ainun Siregar di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan menuntut terdakwa membayar denda Rp200 juta. Subsidair (bila denda tidak terbayar maka ganti dengan pidana) 3 bulan kurungan.
Warga Jalan Madio Santoso, Komplek Mados Permai, Kelurahan Pulo Brayan Darat I, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan/Jalan Ladang Komplek Ladang Mas, Kelurahan Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan itu tidak terkena sanksi membayar uang pengganti (UP). Melainkan kepada terdakwa lainnya, Ellius.
“Hal memberatkan. Perbuatan terdakwa Djohan bersama Ellius berkas terpisah secara in absentia tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Serta mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp1.059.676.483. Sedangkan hal yang meringankan. Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya. Sopan selama persidangan serta belum pernah dihukum,” urainya.
Terdakwa In Absentia
Dalam berkas terpisah Nur Ainun Siregar didampingi Julita Purba Fawzan Irgan Hasibuan juga membacakan tuntutan terhadap terdakwa lainnya, Ellius dalam persidangan secara in absentia dikarenakan tidak diketahui lagi keberadaan terdakwa.
Ellius sebagai Wakil Direktur (Wadir) CV Tanjung Asli (TA) yang mengerjakan pengadaan 6 unit papan videotron kena tuntut pidana 5 tahun penjara. Serta denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Kemudian dibebankan dengan pidana tambahan membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp1.059.676.483.
“Dengan ketentuan, bila dalam 1 bulan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita JPU untuk dilelang. Bila kemudian tidak mencukupi menutup kerugian keuangan negara, maka ganti dengan pidana 2 tahun penjara,” tegasnya.
Dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, para terdakwa telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana ancaman pada Pasal Pasal 2 jo. Pasal 18 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999, perubahan dan penambahan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana, sebagaimana dakwaan primair JPU.
Yakni melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
Usai mendengarkan materi tuntutan, majelis hakim dengan ketua Immanuel Tarigan melanjutkan persidangan, Senin (4/10/2021) depan. Agendanya, penyampaian nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa Djohan maupun penasihat hukumnya (PH).
“Jadi dikarenakan persidangan terdakwa Ellius secara in absentia, maka terdakwa tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan pembelaan dirinya. Jadi untuk terdakwa Ellius pembacaan vonisnya Jumat depan,” pungkas Immanuel yang juga Humas PN Medan Kelas IA Khusus tersebut.
Videotron 6 Unit
JPU dari Kejari Medan dalam dakwaannya menguraikan, Dinas Perindag Kota Medan tahun 2013 mendapatkan pekerjaan pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Berupa 6 unit videotron secara online dan layanan informasi harga melalui SMS gratis (SMS gateway).
Pada November 2012 atau sebelum proyek tersebut masuk proses tender, terdakwa Ellius, Djohan, dan Kabid Perdagangan Dinas Peridag Medan ketika itu, Irvan Syarif Siregar, serta 2 orang dari kalangan swasta yaitu Nanang Nasution dan Fanrizal Darus telah mengkondisikan perusahaan yang nantinya keluar sebagai pemenang tender. Kemudian mengikutsertakan dua perusahaan pendamping dari CV TA.
Setahu bagaimana perusahaan milik terdakwa Ellius telah menerima pembayaran pekerjaan seolah progresnya sudah 100 persen.
Belakangan terungkap pekerjaan tidak sesuai kontrak. Temuan di lapangan, papan videotron terpasang masih di 3 titik. Yaitu Pasar Petisah, Pasar Simpang Limun, serta Pusat Pasar. Sedangkan di 3 titik lainnya yaitu Pasar Aksara, Pasar Brayan serta Pasar Kampung Lalang masih berupa pondasi saja. Alias belum ada rangka maupun videotron.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut, kerugian keuangan negara mencapai Rp1.059.676.483.
reporter | Robert Siregar
