topmetro.news – Tingginya kasus-kasus pencabulan anak di Kabupaten Langkat, memang cukup memprihatinkan bagi semua pihak. Bahkan bisa dikatakan, kasus-kasus pencabulan anak setiap pekan nyaris selalu ada. Bahkan, sejak Bulan Januari hingga masuki Bulan Maret 2022, kasus pencabulan anak di Kabupaten Langkat menurut jumlahnya lebih dari 10 kasus.
Namun ironisnya, tingginya kasus pencabulan anak di Kabupaten Langkat yang setiap tahunnya mendapat penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak Tingkat Pratama, sepertinya tidak sebanding dengan jumlah kasus-kasus pencabulan anak yang terjadi. Tambah lagi, minimnya anggaran untuk biaya pendampingan anak. Baik mulai pendataan kasus, penjemputan, hingga pendampingan hukum sejak pelaporan sampai persidangan.
Menurut Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2) Kabupaten Langkat Ernis SA, yang selama ini bekerja di bawah Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBP2PA), anggaran mereka sangat terbatas. Menurut Ernis, tidak jarang Tim P2TP2A mencari serta mengupayakan dana sendiri untuk biaya kebutuhan pendampingan hukum anak korban pencabulan.
“Bayangkan, anggaran yang diberikan sangat terbatas. Bahkan sejak kita menerima laporan ada anak menjadi korban pencabulan, kita sering mencari dana sendiri untuk biaya mendatangi rumah korban, membawa korban ke rumah sakit (visum), ongkos pendampingan pelaporan, serta makan anak serta ibu korban selama proses pelaporan sampai ke persidangan. Pokoknya kita sering mencari dana sendiri. Bahkan uang pribadi tak jarang ikut terpakai,” ujar Ernis kepada topmetro.news, Selasa (15/3/2022).
Dinas Lepas Tangan
Selain itu, lanjut Ernis, pihak Dinas Sosial yang membidangi perlindungan perempuan dan anak, juga seakan lepas tangan untuk berbagai biaya kebutuhan pendampingan anak korban pencabulan, penganiayaan, atau kekerasan lainnya terhadap anak. Bahkan cuma terkesan lebih condong hanya mencari data.
“Kita harus terus melakukan pendampingan terhadap korban. Tapi biaya untuk itu harus kita upayakan sendiri. Bahkan, saat proses hukum berlangsung, kesannya sangat lambat. Bahkan, untuk ‘trauma healing’ anak pascapersidangan, kita sering yang kelimpungan cari biaya,” ujarnya.
Soal apakah selama ini KPAID serta Dinas KBPP & PA atau Dinas Sosial menyiapkan advocat untuk mendampingi anak selama proses hukum dan memperjuangkan hak-hak anak korban pencabulan, Ernis menggelengkan kepala.
“Kita gak punya anggaran. Dinas KBPP & PA atau Dinas Sosial katanya tidak memiliki anggaran untuk biaya advocat pendamping hukum anak korban pencabulan. Saat proses hukum berjalan, sejak pelaporan hingga persidangan, tim kita yang mendampingi meski tidak bisa beracara dalam persidangan. Kita hanya pasrah kepada pihak polisi (Unit PPA), jaksa serta hakim, agar korban pencabulan anak mendapatkan keadilan hukum dan pendampingan trauma healing,” terang Ernis.
Upaya Pencegahan
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Langkat Ralin Sinulingga (foto), menjawab konfirmasi terkait tingginya jumlah kasus pencabulan anak, mengaku sangat prihatin. “Jujur saja, kita sangat prihatin dengan fakta yang terjadi terkait tingginya kasus pencabulan anak. Kita berharap agar dinas terkait dapat bekerja profesional lebih condong kepada upaya program-program pencegahan. Dengan menggandeng instansi terkait lainnya,” ujar politisi PDIP tersebut melalui ponselnya.
Mengenai apakah selama ini pihak DPRD dalam setiap rapat paripurna atau RDP sering membahas anggaran biaya pendampingan anak kepada dinas atau instansi terkait, mengingat tingginya kasus-kasus pencabulan anak notabene sangat membutuhkan penanganan khusus, Ralin mengembalikan kepada dinas atau instansi terkait yang berhubungan dengan perlindungan anak.
“Yang sangat penting, mengenai perlindungan pendampingan hukum serta penanganan pascaperistiwa pencabulan. Bagaimana upaya melakukan pendampingan hukum serta pendampingan pascaproses persidangan. Anak korban pencabulan butuh penanganan khusus. Karena, anak merupakan generasi penerus bangsa ini. Apa yang dilakukan untuk memulihkan beban psikologis anak. Agar tidak trauma atau minder saat melanjutkan pendidikan serta bersosialisasi di lingkungannya,” terang Ralin.
Dalam kesempatan itu, Ralin berharap agar dinas atau instansi terkait yang berperan dalam penanganan permasalahan anak serta perlindungan/pendampingan hukum terhadap anak korban pencabulan segera mengusulkan anggaran.
“Kita sepakat untuk melindungi anak-anak sebagai penerus generasi muda bangsa ini. Kita butuh adanya anggaran perlindungan/pendampingan hukum kepada anak korban pencabulan. Coba usulkan anggarannya. Saya dan rekan-rekan di DPRD Langkat akan mengawal agar anggaran tersebut bisa tersedia. Mudah-mudahan bisa segera diusulkan ke dalam anggaran Perubahan (P-APBD) TA 2022 ini,” janji Ralin.
reporter | Rudy Hartono