topmetro.news – Tiga mantan pejabat di PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU), Jumat malam (15/7/2022), dihukum bervariasi karena dinilai terbukti telah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan terkait pengembangan (revitalisasi) perkebunan yang merugikan negara miliaran rupiah.
Majelis hakim diketuai Sulhanuddin secara estafet membacakan amar putusan para terdakwa di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.
Terdakwa Darwin Sembiring selaku ketua panitia ganti rugi yang juga Manager Kebun Simpang Koje tahun 2007-2010 divonis selama 9 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Selain itu, Darwin Sembiring juga dihukum pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp13 miliar lebih.
Dengan ketentuan, apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dan harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Oktafian Syah Effendi menuntut selama 18 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Serta membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp78.881.113.935 subsidair 9 tahun penjara.
Terdakwa Heriati Chaidir selaku Direktur Utama (Dirut) PT PSU periode 2007 hingga 2010 divonis 1 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 1 bulan kurungan, tanpa membayar UP.
“Terdakwa Heriati Chaidir tidak menikmati kerugian negara. Tapi dinikmati masyarakat penerima ganti rugi kebun plasma,” ujar hakim Sulhanuddin.
Sebelumnya, Heriati dituntut selama 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidelaur 6 bulan kurungan serta membayar UP sebesar Rp15.204.220.000 subsidirr 5 tahun penjara.
Terdakwa ketiga, M Syafi’i Hasibuan sebagai Manager Kebun Simpang Koje tahun 2011-2013 divonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar UP kerugian keuangan negara Rp1,4 miliar subsidair 2 tahun penjara.
M Syafi’i Hasibuan sebelumnya dituntut agar dipidana 13 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp15.204.220.000 subsidair 6 tahun penjara.
“Ketiga terdakwa (masing-masing) berkas terpisah terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana, sesuai dakwaan subsidair,” tandas hakim.
Atas putusan majelis hakim, baik ketiga terdakwa didampingi penasihat hukumnya (PH) maupun JPU menyatakan pikir-pikir.
Di sisi lain, tim JPU dari Kejati Sumut juga menuntut agar lahan seluas 518,22 ha berikut bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, terletak di luar Izin Lokasi Kebun Simpang Koje PT PSU di Desa Simpang Koje Kecamatan Lingga Bayu Kabupaten Madina, merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
HPT
Dalam dakwaan JPU Azwarman, Benhar S Zain dan Putri Marlina Sari sebelumnya menguraikan, ketiga terdakwa disebut-sebut nekad menyalahgunakan anggaran PT PSU dengan membuka areal perkebunan baru berlokasi di Desa Simpang Koje Kecamatan Lingga Bayu Kabupaten Mandailing Natal (Madina) seluas 518,22 hektar dan di Desa Kampung Baru seluas 106,06 ha areal bertanam serta seluas 1,8 ha lahan belum tanam.
Pada tahun 2007 sampai Mei 2010, Heriati Chaidir bersama Darwin Sembiring secara melawan hukum telah mengeluarkan dan menggunakan uang dari keuangan PT PSU untuk pembayaran Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) dan bangunan terhadap masyarakat, mengeluarkan dan menggunakan uang perusahaan untuk pembayaran biaya investasi di luar izin lokasi Kebun Simpang Koje.
Di antaranya, untuk pembayaran GRTT dan bangunan terhadap masyarakat penggarap areal yang akan dijadikan Kebun Plasma Simpang Koje tidak sesuai dengan ketentuan. Heriati didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu Darwin Sembiring atau masyarakat yang tidak berhak penerima uang GRTT dan bangunan maupun penerima biaya investasi di luar izin lokasi Kebun Plasma Simpang Koje.
Belakangan diketahui, pengembangan lahan kebun tersebut berada pada kawasan HPT juga belum memperoleh hak Pelepasan Kawasan Hutan atau Perubahan Peruntukan dari Kawasan Hutan menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) dari Menteri Kehutanan (Menhut).
“Di areal HPT seluas 560 Ha dan seluas 80,97 Ha masuk dalam HGU PT RMM, maka atas permohonan pengukuran lahan Inti seluas 4.600 (Ha) dari PT PSU ternyata Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya menerbitkan sertifikat HGU atas Kebun Simpang Koje Inti seluas 1.625,63 Ha saja,” lanjut JPU.
Sedangkan untuk M Syafi’i Hasibuan, pada tahun 2011 sampai 2013 setiap bulannya, mantan Dirut, Darwin Nasution (alm) mengalokasikan anggaran pemeliharaan untuk 6 kebun kelapa sawit termasuk Kebun Simpang Koje dan dua Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS).
Di antaranya untuk biaya pembabatan gawangan sawit (jarak antara sawit satu dengan sawit lainnya) dan piringan sawit (keliling sawit), menunas atau membuang pelepah lebih dari songo, penyemprotan lalang dan gulma serta piringan, memberantas hama dan penyakit apabila ada serangan ke pokok sawit (rutin) serta biaya pemeliharaan jalan kebun.
Namun M Syafi’i Hasibuan tidak digunakan sebagaimana peruntukannya. Melainkan dipergunakannya untuk kepentingannya sendiri dan sebagai uang setoran kepada Darwin Nasution. Akibatnya, keuangan kerugian negara ditemukan sebesar Rp15.204.220.000.
reporter | Robert Siregar