topmetro.news – Komisi IV DPRD Medan menggelar rapat dengar pendapat terkait desakan berbagai elemen masyarakat tentang Peraturan Wali Kota (Perwal) Kota Medan Nomor 26 Tahun 2024 tentang pelaksanaan tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Parkir Berlangganan, dengan Dinas Perhubungan Kota Medan serta Bagian Hukum Pemko Medan, Senin (12/8/2024).
Dalam rapat tersebut, Sub Koordinator Lingkup Dokumentasi dan Informasi Hukum Biro Hukum Kota Medan Albert Yasokhi Lase, dinilai menyampaikan penjelasan yang keliru. Sebab, Lase di hadapan Ketua Komisi IV DPRD Medan, menyebutkan, bahwa perwal yang diterbitkan merupakan inisiasi dari Dishub Kota Medan. Tanpa perlu sebuah kajian akademik, permintaan parkir berlangganan langsung dieksekusi menjadi produk hukum yang disahkan oleh Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution.
“Itu dari Dishub Kota Medan. Tidak perlu kajian akademik,” ungkapnya yang langsung disambut sorakan masyarakat karena merasa miris mendapat jawaban ngawur tersebut.
Bahkan, selain tidak melakukan eksaminasi dan memberitahukan rencana penerbitan perwal tersebut pada DPRD Medan, Albert Yasokhi Lase ngotot bahwa regulasi yang tercipta tanpa berlandaskan perda itu tidak dapat dibatalkan kecuali diminta oleh Dishub Kota Medan.
Sementara itu, Lingkar Indonesia menganggap pernyataan Albert Yasokhi Lase itu sangat memalukan dan benar-benar berniat untuk menjebak Wali Kota Medan Bobby Nasution. Dijelaskannya, tahapan pembuatan perwal bukanlah seperti yang diutarakan perwakilan Biro Hukum Pemko Medan itu.
Dishub Kota Medan memiliki hak untuk mengajukan inovasinya yang akan diperkuat melalui sebuah regulasi. Itu pun harus melihat benar-benar bahwa aturan baru yang akan dibuat ada termaktub dalam perda di kota itu, jika tidak maka dianggap menyalahi.
Jika terdapat perda yang sesuai dengan rencana regulasi dibuat, maka dinas terkait harus menyerahkan naskah akademiknya kepada Wali Kota Medan untuk selanjutnya diteruskan kepada biro hukum agar dieksaminasi. Aturan yang telah dieksaminasi ini kemudian diteruskan lagi kepada DPRD Kota Medan.
Setelah proses ini berjalan dan ada masyarakat yang tidak menerima perwal tersebut, maka DPRD Kota Medan bisa secara langsung meminta perwal ini dibatalkan. Bukan harus menunggu persetujuan dinas terkait.
“Dari mana dia belajar hukum. Pecat dulu biro hukum yang ngomong itu, baru suruh dia sekolah lagi. Jangan dijebak-jebaknya Wali Kota Medan. Menjebak itu,” tegasnya.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Dr Andryan SH, MH yang hadir di RDP itu menegaskan bahwa perwal itu cacat substansi dan prosedur.
Andryan melihat regulasi tersebut tidak sesuai dengan landasan pembentukan serta materi muatannya. Misalnya, pada ketentuan Pasal 4 Perwal 26/2024, menyatakan adanya frasa tentang larangan bagi masyarakat untuk parkir di area yang menjadi area parkir berlangganan. Padahal, Pemko harusnya memberi alternatif secara manual bagi masyarakat yang tidak menggunakan parkir berlangganan.
Apabila merujuk ketentuan perundang-undangan, perwal tersebut semestinya tidak dapat memuat aturan larangan. Pengaturan larangan serta sanksi pidana tidak boleh diatur dalam aturan turunan. Sebab, pengaturan tersebut hanya diperbolehkan pada tingkatan undang-undang dan peraturan daerah.
Ia bahkan tidak menemukan sumber pelimpahan kewenangan, dasar hukum yang melatarbelakangi larangan untuk parkir di area parkir berlangganan ke perwal. Di sinilah aturan tersebut berpotensi melanggar hak warga negara dan tampak tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
“Tidak hanya persoalan pungutan retribusi parkir yang tidak mencerminkan prinsip keadilan di masyarakat, juga menyoal regulasi dalam penerapan retribusi parkir yang berpotensi dicabut karena dinilai cacat secara subtansi dan prosedural,” tukasnya.
reporter | Thamrin Samosir