ULOS RAGI HOTANG adalah kain tenun khas Batak Toba yang memiliki corak rotan dan digunakan dalam upacara adat pernikahan.
Ulos Ragi Hotang diberikan oleh pihak keluarga dari orangtua pengantin perempuan (pihak hula-hula) kepada pengantin pada saat upacara pernikahan adat Batak. Ulos ini merupakan simbol berkat dan restu dari orangtua pengantin perempuan kepada kedua mempelai.
Ulos Ragi Hotang biasa digunakan dan dipakai dalam upacara Adat Batak, khususnya pada pernikahan pada Adat Batak, dipakai oleh orangtua pengantin untuk memberikan berkat. Lalu dipakai juga pada upacara kematian untuk orang yang sudah berusia lanjut (saur matua). Serta acara memasuki rumah baru (mangrampas jabu).
Ulos Ragi Hotang dinamakan demikian, karena motifnya menyerupai biji hotang (rotan). Motif ini terdiri dari garis-garis halus yang disusun rapat dan teratur, membentuk pola seperti biji rotan yang berjejer.
Ulos ini memiliki makna khusus dalam Budaya Batak, melambangkan keturunan dan keberlanjutan kehidupan. Ragi Hotang sering digunakan dalam upacara adat seperti pernikahan, di mana orangtua memberikannya kepada anak sebagai simbol restu dan harapan agar pasangan pengantin diberkati dengan keturunan.
Salah satu contoh pemberian ulos ini adalah, dalam sebuah acara pernikahan Adat Batak yang digelar di Rawang Pasar 7. Di mana, pasangan pengantin Jerinton Siregar dan Desyma Aswita Sianipar menerima pemberian Ulos Ragi Hotang dari kedua orangtua mempelai wanita. Pemberian ulos sakral ini dilakukan dalam prosesi mangulosi, di mana kedua mempelai duduk berdampingan diselimuti Ulos Ragi Hotang.
“Ulos Ragi Hotang ini melambangkan cinta kasih yang kuat dan abadi antara suami istri, bagaikan rotan (hotang dalam Bahasa Batak). Motif-motif yang ada di dalamnya mengandung doa dan harapan agar pasangan ini selalu rukun dan diberkati dengan keturunan,” jelas Opung Mujur Panjaitan, selaku pemimpin acara tersebut.
Ulos berwarna merah kehitaman dengan motif geometris yang rumit ini ditenun khusus selama tiga bulan oleh pengrajin ulos senior di Desa Lumban Suhisuhi. Proses pembuatannya menggunakan teknik tradisional dengan benang pilihan terbaik.
“Kami berharap Ulos Ragi Hotang ini bisa menjadi pengingat bagi anak-anak kami untuk selalu menjaga keutuhan rumah tangga mereka,” ucap Op Jesylin Saragih, ibu dari mempelai wanita sambil menahan haru.
Tradisi pemberian Ulos Ragi Hotang ini merupakan salah satu warisan Budaya Batak yang terus dijaga kelestariannya hingga kini, sebagai simbol ikatan pernikahan yang sakral dan tak terputuskan. (Penulis: Trynanda Sianipar/Fakultas Ilmu Budaya USU – Prodi Sastra Batak)