Pemerintah AS Rilis 240 Ribu Halaman Dokumen Pembunuhan Martin Luther King Jr

dokumen pembunuhan martin luther king jr

topmetro.news, Jakarta – Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS), pada Senin (21/7/2025) merilis lebih dari 240.000 halaman dokumen pembunuhan Martin Luther King Jr. Dokumen yang dirilis termasuk catatan dari FBI, yang telah melakukan pengawasan terhadap Martin Luther King Jr, sebagai bagian dari upaya mendiskreditkan peraih Hadiah Nobel Perdamaian itu dan gerakan hak-hak sipilnya.

Berkas-berkas tersebut telah diunggah di situs web Arsip Nasional, yang menyatakan akan merilis lebih banyak lagi.

King meninggal dunia setelah ditembak di Memphis, Tennessee, pada 4 April 1968, saat ia semakin mengalihkan perhatiannya dari kampanye tanpa kekerasan untuk kesetaraan hak bagi warga Afrika-Amerika ke isu-isu ekonomi dan seruan perdamaian. Kematiannya mengguncang Amerika Serikat, yang pada tahun yang sama diguncang kerusuhan rasial, demonstrasi anti-perang Vietnam, dan pembunuhan calon presiden Robert F. Kennedy.

Awal tahun ini, pemerintahan Presiden Donald Trump merilis ribuan halaman dokumen digital terkait pembunuhan Robert Kennedy dan mantan Presiden John F. Kennedy, yang tewas pada 1963.

Trump berjanji selama kampanye untuk memberikan transparansi yang lebih besar tentang kematian Kennedy. Setelah menjabat, ia juga memerintahkan para ajudannya untuk mempresentasikan rencana perilisan dokumen-dokumen terkait pembunuhan Robert Kennedy dan King.

FBI menyimpan berkas-berkas King pada tahun 1950-an dan 1960-an—bahkan menyadap teleponnya—karena, apa yang secara keliru dikatakan oleh biro tersebut saat itu, yakni dugaan hubungannya dengan komunisme selama Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet. Dalam beberapa tahun terakhir, FBI telah mengakui hal itu sebagai contoh “penyalahgunaan dan tindakan yang melampaui batas” dalam sejarahnya.

Keluarga King meminta mereka yang terlibat dengan berkas-berkas tersebut untuk “melakukannya dengan empati, pengendalian diri, dan rasa hormat atas duka yang terus dialami keluarga kami,” dan mengutuk “segala upaya untuk menyalahgunakan dokumen-dokumen ini.”

“Kini, lebih dari sebelumnya, kita harus menghormati pengorbanannya dengan berkomitmen untuk mewujudkan mimpinya – sebuah masyarakat yang berakar pada kasih sayang, persatuan, dan kesetaraan,” kata keluarga King dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir Reuters.

“Semasa hidup ayah kami, beliau tanpa henti menjadi sasaran kampanye disinformasi dan pengawasan yang invasif, predatoris, dan sangat meresahkan yang didalangi oleh J. Edgar Hoover melalui Biro Investigasi Federal,” ujar keluarga King, termasuk kedua anaknya yang masih hidup, Martin III (67 tahun) dan Bernice (62 tahun), merujuk pada direktur FBI saat itu.

James Earl Ray, seorang segregasionis dan gelandangan, mengaku membunuh King, namun kemudian menarik kembali pengakuannya. Ia meninggal di penjara pada 1998.

Keluarga King mengatakan telah mengajukan gugatan perdata atas kematian tidak wajar di Tennessee pada 1999 yang menghasilkan kesimpulan bulat dari juri bahwa “ayah kami adalah korban konspirasi yang melibatkan Loyd Jowers dan rekan-rekan konspirator yang tidak disebutkan namanya, termasuk instansi pemerintah sebagai bagian dari skema yang lebih luas.” Putusan tersebut juga menegaskan bahwa orang lain selain James Earl Ray adalah pelaku penembakan, dan bahwa Ray dijebak untuk disalahkan. Keluarga kami memandang putusan itu sebagai penegasan atas keyakinan kami yang telah lama dipegang.

Jowers, yang pernah menjadi polisi di Memphis, mengatakan kepada Prime Time Live di ABC pada 1993 bahwa ia terlibat dalam rencana pembunuhan King. Sebuah laporan Departemen Kehakiman pada 2023 menyebut klaimnya meragukan.

sumber:okezone

Related posts

Leave a Comment