Dr Maruli Siahaan Kunker ke Korsel, Dorong Penguatan RUU Perlindungan Saksi dan Korban

topmetro.news, Seoul – Anggota Komisi XIII DPR RI Kombes Pol (Purn) Dr Maruli Siahaan SH MH menyoroti pentingnya adopsi praktik perlindungan saksi dan korban yang telah diterapkan di Korea Selatan untuk memperkuat Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia.

Hal itu disampaikan politisi Partai Golkar ini, Selasa (12/8/2025), dalam rangkaian Kunjungan Kerja Komisi XIII DPR RI ke Korea Selatan.

Menurut Dr Maruli Siahaan, Korea Selatan memiliki sistem perlindungan saksi dan korban yang terintegrasi, mulai dari penyediaan shelter rahasia, relokasi identitas, hingga penggunaan teknologi dalam persidangan untuk menghindari intimidasi terhadap saksi.

“Korea memiliki program yang sistematis. Saksi atau korban berisiko tinggi bisa ditempatkan di tempat aman, bahkan mendapatkan identitas baru. Hal ini sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia, khususnya dalam kasus kekerasan seksual, KDRT, dan korupsi,” tegasnya.

Selain itu, Korea Selatan juga mengoperasikan ‘Hotline Nasional 1366’ dengan layanan 24 jam dalam delapan bahasa, yang langsung terhubung dengan kepolisian, psikolog, dan shelter. “Di Indonesia, kita perlu membangun hotline nasional terpadu LPSK yang dapat diakses kapan saja, termasuk dengan bahasa daerah, agar korban bisa segera mendapat bantuan,” ujarnya.

Maruli Siahaan menambahkan, bahwa praktik di Korea Selatan juga mencakup kompensasi finansial cepat, bantuan hukum dan psikolog gratis sejak tahap penyelidikan, serta sanksi tegas bagi pelanggaran perintah perlindungan.

“Pelajaran penting dari Korea adalah koordinasi lintas lembaga yang solid antara lembaga perlindungan saksi, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian terkait. Ini yang harus menjadi roh dalam RUU kita,” imbuhnya.

Sebagai tindak lanjut, Dr Maruli Siahaan merekomendasikan agar RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia mencakup:

  • Penyediaan shelter rahasia dan relokasi identitas untuk saksi/korban berisiko tinggi.
  • Sidang tertutup dan kesaksian jarak jauh untuk menghindari intimidasi.
  • Hotline nasional 24/7 multibahasa terhubung langsung ke layanan darurat.
  • Kompensasi finansial cepat tanpa menunggu putusan pengadilan.
  • Bantuan hukum dan psikolog gratis sejak tahap penyelidikan.
  • Sanksi pidana tegas bagi pelanggaran perintah perlindungan.
  • Koordinasi terpadu antar lembaga terkait.

“Kalau kita ingin melindungi saksi dan korban secara nyata, kita harus siap memberikan rasa aman, akses cepat, dan dukungan penuh. Bukan sekadar di atas kertas, tapi benar-benar dirasakan oleh mereka yang menjadi korban,” pungkas Dr Maruli Siahaan.

sumber | RELIS

Related posts

Leave a Comment