topmetro.news, Medan – Anggota DPR RI Kombes Pol (Purn) Dr Maruli Siahaan SH MH menyoroti perlindungan pekerja migran. Hal itu disampaikannya saat menggelar Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XIII DPR RI ke Medan, Sumut, bersama Rinto Subekti SE MM (Ketua Tim Kunjungan/Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI), beserta rombongan anggota Komisi XIII DPR RI.
Dalam kunjungan ini, Tim Kunjungan Kerja Komisi XIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pejabat Direktorat Jendral Imigrasi Kementrian Imipas dan Kepala Kantor Direktorat Jenderal Imigrasi Sumatera Utara Teodorus Simarmata SH MHum beserta jajaran Kanwil Ditjen Imigrasi Sumatera Utara.
RDP berlangsung, Kamis (28/8/2025), di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Imigrasi Sumatera Utara Jalan Putri Hijau No 4 Kesawan, Kota Medan, Sumatera Utara.
Pada kesempatan itu, Kepala Kantor Direktorat Jenderal Imigrasi Sumatera Utara Teodorus Simarmata menyampaikan paparan terkait penguatan sistem pengawasan hukum keimigrasian untuk menangani pelanggaran dan kejahatan lintas negara di Provinsi Sumatera Utara dalam kerangka keamanan nasional.
Dalam RDP ini, Dr Maruli Siahaan menyoroti soal perlindungan pekerja migran. “Kasus tragis yang menimpa Nazwa di Sumatera Utara awal tahun ini menyadarkan kita, bahwa perlindungan pekerja migran Indonesia masih menyisakan celah yang serius. Jalur penempatan ilegal, praktik BLK/LPK nakal, hingga lemahnya pengawasan di pintu imigrasi, membuat PMI, khususnya perempuan dan anak muda rawan jatuh dalam jerat tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” sebutnya.
Legislator dari Dapil Sumut 1 ini mengungkap fakta di lapangan uang menunjukkan bahwa Badan Latihan Kerja (BLK) dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) tidak semuanya berjalan sesuai aturan. “Masih ada oknum yang mengiming-imingi masyarakat dengan janji bekerja di luar negeri, tanpa memastikan legalitas dokumen dan kontrak kerja. Calon pekerja akhirnya diberangkatkan dengan paspor wisata atau dokumen yang tidak sesuai, yang pada akhirnya menjerumuskan mereka menjadi pekerja ilegal di negara tujuan,” jelasnya.
Lalu menurutnya, di titik inilah, imigrasi memegang peranan strategis. “Sebagai gerbang keluar masuk negara, imigrasi seharusnya menjadi benteng terakhir yang memverifikasi keabsahan dokumen perjalanan calon PMI. Wawancara keberangkatan, pemeriksaan biometrik, hingga profiling penumpang harus dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya kejanggalan,” ujarnya.
“Sayangnya, sejumlah kasus menunjukkan bahwa ada yang masih lolos, entah karena kelengahan atau minim koordinasi antar instansi. Oleh karena itu, kunci pencegahan bukan hanya di pintu keberangkatan, tetapi sejak proses rekrutmen di daerah,” sambung Dr Maruli.
Ia pun menekankan, bahwa BLK harus diawasi secara ketat oleh pemerintah daerah, BP2MI, hingga Kementerian Ketenagakerjaan. “Setiap calon PMI wajib terdata dalam sistem resmi, dan data itu harus dapat diakses oleh pihak imigrasi saat proses pemeriksaan,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Lebih jauh, sambungnya, koordinasi lintas lembaga mutlak dilakukan. “Imigrasi tidak bisa berdiri sendiri. BP2MI, kepolisian, dan pemda harus hadir di garda depan, termasuk dalam edukasi masyarakat. Warga harus tahu perbedaan jalur resmi dan jalur ilegal, serta risiko besar bila memilih jalan pintas,” tutup Dr Maruli Siahaan.
penulis | Raja P Simbolon