topmetro.news, Medan – Persidangan dugaan suap proyek peningkatan jalan senilai Rp165 miliar di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara, kembali membuka tabir gelap praktik bagi-bagi fee di tubuh Dinas PUPR Sumut.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/10/2025), menghadirkan tiga saksi kunci: Ryan Muhammad, Bobby Dwi Kusoktavianto, dan Alexander Meliala.
Ketiganya menyebut peran penting Topan Ginting (mantan Kadis PUPR Sumut) dan Rasuli Effendi (PPK sekaligus anggota tim e-Katalog) dalam mengatur pemenang proyek.
Menurut saksi Ryan, terdakwa Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun — Direktur PT Dalihan Natolu Group (DNG) — menyetor Rp450 juta kepada Rasuli agar perusahaannya bisa menang tender. “Uang itu untuk ‘klik e-Katalog’. Nilainya sekitar 0,5 persen dari pagu proyek Rp96 miliar,” ungkap Ryan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Khamozaro Waruwu.
Ryan menambahkan, setelah kegiatan off-road bersama Gubernur Sumut, Rasuli sempat berbisik bahwa “Kirun akan menang dua proyek atas perintah Topan.”
Kedua proyek yang dimaksud adalah peningkatan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot dan Sipiongot–Batas Labuhanbatu. Selain itu, Ryan mengaku kerap diminta membantu urusan proyek tanpa surat tugas resmi, termasuk mencari kendaraan untuk tim media Gubernur dan menalangi biaya operasional, yang kemudian diganti oleh Rasuli.
Saksi lain, Bobby Dwi Kusoktavianto, membenarkan dirinya yang menekan tombol “klik” di sistem e-Katalog pada 26 Juni 2025. “Perintah klik datang dari Rasuli dan Ryan, atas instruksi Topan. Sejak awal, kami sudah diberi tahu pemenangnya Kirun,” ujar Bobby, sembari mengaku menerima Rp500 ribu sebagai uang ‘piring’.
Sementara itu, Alexander Meliala dari PT Barakosa (konsultan perencana proyek) membeberkan pertemuan di Brother Café, tempat Kirun meminta penghitungan ulang proyek — dari Rp108 miliar menjadi Rp96 miliar — dengan mengurangi sejumlah item pekerjaan.
Alexander mengaku merasa “dijebak” karena diminta menyerahkan dokumen perencanaan langsung ke pihak calon pemenang tender.
Mendengar rangkaian kesaksian itu, Hakim Khamozaro Waruwu tampak geram. “Kalau benar Rp450 juta hanya untuk klik e-Katalog, ini sudah keterlaluan. Pemborosan uang negara,” tegasnya.
Dalam persidangan juga terungkap pola pembagian fee yang disebut “rahasia umum” di Dinas PUPR Sumut: 4 persen untuk Kepala Dinas dan 1 persen untuk PPK.
Majelis hakim menegaskan sidang akan terus menelusuri aliran dana serta peran semua pihak yang disebut para saksi. “Fakta yang muncul jelas mengarah ke pengaturan proyek secara sistematis. Kita tunggu langkah KPK membongkar tuntas kasus ini,” tutup Hakim Waruwu.
Reporter| Rizki AB