Diksar BEM Berakhir Kematian

TOPMETRO.NEWS – Dua mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri), Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, meninggal dunia saat mengikuti kegiatan pendidikan dasar (diksar) kepemimpinan, Minggu sore (26/3).

Korban adalah Muhammad Taufik Hidayat (19) dan QZ alias Kigjet (18). Keduanya merupakan mahasiswa semester II Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, FKIP Unsri. Adapun kegiatan nahas itu diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Unsri.

Konon, Taufik dan QZ meninggal karena terperosok dan tenggelam di danau buatan (kolam retensi) dalam area kampus Unsri–kira-kira lima kilometer dari gedung utama Unsri.

Peristiwa celaka itu bermula sekitar pukul 15.00 WIB. Saat itu, peserta kegiatan diksar BEM FKIP Unsri diminta menyeberangi danau buatan–disebut oleh pelaksana kegiatan sebagai aktivitas “penyeberangan basah”.

Pengurus BEM FKIP Unsri, Ridla (23), mengatakan “penyeberangan basah” dilakukan guna mengambil logo BEM FKIP Unsri yang tergantung di sebuah pohon. Aktivitas itu, kata Ridla, merupakan tradisi dalam organisasinya sebagai bentuk pelatihan keberanian para kader.

Seperti ditulis Sriwijaya Post (TribunNews Network), dalam “penyeberangan basah”, kedua korban bersama empat orang lainnya berjalan beriring sejauh enam meter di pinggiran danau buatan.

Saat itulah korban memijakkan kaki di lumpur dan akhirnya terperosok ke dalam danau buatan. Danau tersebut ditaksir punya kedalaman sekitar 4-5 meter, sedangkan korban tak pandai berenang.

Melihat peristiwa itu, mahasiswa lainnya berusaha melakukan pencarian, serta meminta bantuan Polres Ogan Ilir.

Pencarian membuahkan hasil sekitar pukul 16.30 WIB. Menurut laporan Jawa Pos, saat ditemukan kondisi Taufik sudah kritis, dan wafat dalam perjalanan ke Puskesmas Simpang Timbangan. Sedangkan QZ sudah meninggal saat ditemukan.

Sebuah video evakuasi yang beredar di media sosial menunjukkan tubuh salah seorang korban sudah terbujur kaku ketika ditemukan. “Allahu Akbar, Allahu Akbar,” para mahasiswa berteriak histeris ketika menemukan tubuh korban.

Sejauh ini, belum banyak keterangan dari pihak penyelenggara kegiatan. Selain Ridla (via Sriwijaya Post), keterangan hanya datang dari seorang mahasiswa bernama Rudi (via JawaPos.com).

Rudi menyebut ada perbedaan perlakuan antara regu yang diikuti oleh Taufik dan QZ dengan regu lainnya dalam “penyeberangan basah”. “Tidak tahu mengapa mereka (Taufik dan QZ) di kolam yang dalam. Yang lainnya di kolam dangkal,” katanya.

Polisi telusuri kasus

Rektor Unsri, Anis Saggaff, menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban. Ia juga membantah dugaan perploncoan dalam kegiatan BEM FKIP Unsri.

“Tidak ada kalau perploncoan, karena itu murni kegiatan pelatihan dasar leadership (baca: kepemimpinan). Tapi kalau dari kepolisian nyatakan ada tindakan pidana, panitia harus bertanggung jawab sesuai hukum,” katanya, dikutip detikcom (27/3).

Taufik dan QZ, kata Anis, dikenal sebagai mahasiswa berprestasi penerima beasiswa Bidik Misi. Pun, keduanya giat mengikuti kegiatan kemahasiswaan. “Memang orangnya aktif berorganisasi, dikenal luas di fakultas,” ujar Anis.

Adapun kepolisian tengah berusaha mengungkap kasus ini, terutama perihal dugaan kelalaian penyelenggara kegiatan.

“Kami masih akan melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak lain guna dimintai keterangan yang dibutuhkan terkait kejadian tersebut,” kata Kasat Reskrim Polres Ogan Ilir, AKP Ginanjar Aliya Permana, dikutip Kompas.com (27/3).

Hasil olah TKP polisi sedikit berbeda dengan keterangan sumber mahasiswa–yang telah dikutip di muka.

Para mahasiswa menyebut kedua korban sedang berjalan dan terperosok ke dalam air.

Sebaliknya, polisi menyebut “penyeberangan basah” sebagai kegiatan berenang menyeberangi kanal (danau buatan) selebar sembilan meter dengan kedalaman mencapai empat meter, secara serentak oleh 15 mahasiswa laki-laki dan perempuan. Menurut polisi, dalam upaya menyeberang itulah kedua korban tewas lantaran tak bisa berenang.

Di sisi lain, pihak keluarga QZ meminta agar kronologis peristiwa ini dibuka seterang-terangnya.

“Kami tidak menuntut banyak, adik kami saat ini juga sudah dimakamkan, namun kami ingin kejelasan jujur kronologis kejadian yang membuat QZ meninggal,” kata QV, kakak QZ.

Kasus kematian dalam diksar organisasi mahasiswa ini merupakan peristiwa kedua sepanjang tahun 2017, sekaligus menjadi catatan kelam dalam dunia pendidikan Indonesia.

Pada akhir Januari 2017, tiga mahasiswa Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, tewas usai diksar organisasi mahasiswa pecinta alam (Mapala UNISI).(TMN)

Related posts

Leave a Comment