Postingan Kepsek Nurbetty di FB Terkait Kadis Bentak Guru di SMPN 1 Sianjur Mulamula Tuai Kontroversi

Pernyataan kontroversial dituliskan Nurbetty, seorang kepala sekolah di Kecamatan Simanindo di media sosial FaceBook pada Grup Menuju Samosir Maju, terkait insiden pembentakan yang dilakukan Kadis Pendidikan Samosir kepada seorang guru di SMPN 1 Sianjur Mulamula.

topmetro.news – Pernyataan kontroversial dituliskan Nurbetty, seorang kepala sekolah di Kecamatan Simanindo di media sosial FaceBook pada Grup Menuju Samosir Maju, terkait insiden pembentakan yang dilakukan Kadis Pendidikan Samosir kepada seorang guru di SMPN 1 Sianjur Mulamula.

Nurbetty membenarkan tindakan pembentakan tersebut dengan alasan bahwa sikap guru tersebut telah ‘memicu kemarahan pimpinan’. Pernyataan ini pun mendapat tanggapan kritis dari berbagai pihak, termasuk jurnalis Pangihutan Sinaga.

Pangihutan Sinaga, menilai sikap Nurbetty sebagai bentuk pembenaran terhadap kekerasan verbal di lingkungan pendidikan.

“Pernyataan Nurbetty yang membenarkan pembentakan seorang guru dengan alasan ‘memicu kemarahan pimpinan’ menunjukkan sikap yang kontradiktif dan berpotensi memperkeruh keadaan,” ujar Pangihutan, Rabu (26/3/2025).

Lebih lanjut, Pangihutan mempertanyakan standar etika yang diterapkan oleh pimpinan pendidikan di Samosir. “Jika pimpinan seharusnya dihormati, bukan kah seharusnya pimpinan juga menunjukkan sikap yang layak dihormati? Bagaimana mungkin seorang pemimpin yang disebut ‘berhati mulia’ memilih membentak, alih-alih berdialog secara bijak?” katanya.

Menurut Pangihutan, pembenaran terhadap kekerasan verbal oleh seorang pemimpin menunjukkan ketidakmampuan dalam mengelola emosi.

Ia juga menegaskan bahwa seharusnya pemimpin pendidikan mampu memberikan teladan dalam berkomunikasi yang konstruktif. “Apakah ketidakmampuan seorang pemimpin mengelola emosi harus dilindungi dengan justifikasi sepihak? Ini bukan hanya masalah etika, tetapi juga soal kompetensi kepemimpinan,” tambahnya.

Selain itu, Pangihutan juga menyoroti pernyataan Nurbetty yang menyebut guru-guru berpikiran kritis sebagai ‘tidak sehat’. Menurutnya, label semacam itu cenderung membungkam kritik konstruktif.

“Mengkritik kebijakan bukan berarti berpikiran tidak sehat. Justru kritik adalah bagian dari demokrasi dan ruang kontrol terhadap kekuasaan. Jika setiap suara kritis dilabeli negatif, bagaimana mungkin ruang dialog yang sehat dapat tercipta di lingkungan pendidikan?” tegasnya.

Nurbetty sendiri merupakan kepala sekolah di salah satu SD di Kecamatan Simanindo. Namun, pernyataannya dianggap kontradiktif dan ambivalen.

“Dengan pernyataannya yang kontroversial, Nurbetty tampaknya seorang yang tidak berpikir secara logika. Seharusnya seorang kepala sekolah memahami bahwa guru adalah bagian penting dari ekosistem pendidikan yang harus dihormati,” kata Pangihutan, sekaligus menyoroti pentingnya komunikasi dua arah yang sehat antara pimpinan dan guru.

“Jika saling menghormati menjadi dasar, maka komunikasi seharusnya berjalan dua arah, tanpa kekerasan verbal. Guru bukan bawahan tanpa hak suara, tetapi mitra dalam mencerdaskan generasi penerus,” paparnya.

Kasus ini memicu diskusi luas di kalangan pendidik dan masyarakat Samosir. Beberapa guru yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Kadis Pendidikan dan dukungan Nurbetty terhadap tindakan tersebut. Mereka berharap adanya ruang dialog yang lebih sehat dan terbuka untuk menyampaikan aspirasi tanpa takut mendapatkan stigma negatif.

Polemik ini pun menimbulkan pertanyaan lebih besar tentang pola komunikasi dan kepemimpinan dalam dunia pendidikan di Kabupaten Samosir. Apakah pembinaan dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi, atau justeru dengan pendekatan kekuasaan yang represif?

Maka diperlukan mengevaluasi kembali pola komunikasi dan pengelolaan emosi di lingkungan pendidikan. “Ini bukan sekadar insiden antara atasan dan bawahan, tetapi cerminan budaya komunikasi yang ada di dunia pendidikan,” kata Pangihutan.

Kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk menciptakan iklim pendidikan yang lebih kondusif, di mana kritik dianggap sebagai bagian dari proses perbaikan, bukan sebagai ancaman terhadap otoritas pimpinan.

Sementara Ketua SMSI Samosir Tetty Naibaho juga meyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Nurbetty.

“Dia kepala sekolah. ASN. Ada kode etik dan etika. Kalaupun mendukung, ada baiknya disampaikan di forum internal dinas pendidikan. Bukan di media sosial sampai menimbulkan kontroversi. Seyogyanya seorang kepala sekolah bisa mengayomi. Bukan memperkeruh. Ada baiknya seorang kasek paham kode etik, etika terutama dalam bermedsos,” ujar Tetty.

Tetty berharap Dinas Pendidikan dan Inspektorat Daerah mengambil tindakan kepada guru tersebut.

Sementara itu, Kadis Pendidikan melalui Kepala Bidang Pendidikan Dasar Eliamsa Sidabalok menyayangkan hal tersebut. “Dalam setiap kesempatan kami selalu mengingatkan para guru dan kepala sekolah untuk bijak dalam bermedsos. Karena jarimu adalah harimaumu,” ujar Eliamsa.

Menurut Eliamsa, Dinas Pendidikan akan memanggil Nurbetty Sitanggang untuk klarifikasi terkait postingannya tersebut.

reporter | TIM

Related posts

Leave a Comment