Tok…! Akuang dan Imran Divonis 10 Tahun Penjara, Uang Pengganti Rp797,6 Miliar

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan, Senin (11/8/2025), menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada dua terdakwa kasus korupsi penguasaan dan pengalihfungsian kawasan Hutan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

topmetro.news, Medan – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan, Senin (11/8/2025), menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada dua terdakwa kasus korupsi penguasaan dan pengalihfungsian kawasan Hutan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Keduanya adalah, Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng, yang merupakan pemilik Koperasi Sinar Tani Makmur sekaligus pelaku utama penguasaan lahan dan Imran, mantan Kepala Desa Tapak Kuda.

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim M Nazir menyatakan bahwa keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. “Menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun kepada terdakwa Alexander Halim alias Akuang dan terdakwa Imran. Memerintahkan agar para terdakwa tetap ditahan,” ujar hakim.

Keduanya juga dijatuhi hukuman denda masing-masing sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, akan digantikan dengan kurungan selama tiga bulan.

Uang Pengganti

Khusus untuk terdakwa Akuang, majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp797,6 miliar, sebagai kerugian terhadap keuangan dan perekonomian negara.

“Apabila uang pengganti tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah, maka jaksa dapat menyita dan melelang harta bendanya. Bila harta tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama lima tahun,” tutur hakim.

Sementara itu, terdakwa Imran tidak dibebankan membayar uang pengganti, karena dinilai tidak ikut menikmati keuntungan dari kejahatan tersebut.

Lebih Ringan

Majelis hakim juga menilai bahwa perhitungan kerugian negara oleh jaksa, yakni sebesar Rp856,8 miliar, dianggap terlalu tinggi. Putusan hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut keduanya 15 tahun penjara.

Hakim menyebutkan sejumlah hal yang memberatkan hukuman para terdakwa, antara lain, kedua terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah. Kedua terdakwa menyebabkan kerusakan pada kawasan hutan lindung. Perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian besar terhadap negara dan perekonomian nasional.

Ada pun hal-hal yang meringankan, yaitu, kedua terdakwa belum pernah dihukum. Serta terdakwa Akuang sudah lanjut usia dan memiliki kondisi kesehatan yang menurun.

Setelah mendengar vonis majelis hakim, baik Akuang maupun Imran langsung menyatakan banding. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara juga menyatakan banding atas putusan terhadap Akuang. Sementara terhadap Imran, JPU menyatakan masih pikir-pikir selama tujuh hari.

Kasus ini bermula pada tahun 2013, ketika Akuang menghubungi Imran yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Tapak Kuda. Akuang meminta agar dibuatkan surat keterangan tanah untuk lahan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Lahan tersebut kemudian dipecah dan dimanipulasi menjadi dokumen kepemilikan tanah yang akan ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui notaris, meskipun kawasan tersebut seharusnya tidak dapat dimiliki karena merupakan kawasan konservasi hutan lindung dan tidak memiliki izin pelepasan kawasan dari pemerintah.

reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment