topmetro.news, Medan – Meski RSUD Pirngadi Medan hingga kini masih kekurangan tenaga dokter spesialis maupun subspesialis, pihak rumah sakit tampaknya lebih fokus pada pengembangan pembangunan fisik.
Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025, RSUD Pirngadi memperoleh anggaran sebesar Rp158 miliar. Namun, dari jumlah tersebut, tidak ada alokasi khusus untuk penambahan dokter spesialis maupun subspesialis di rumah sakit milik Pemko Medan ini.
Data APBD 2025 menunjukkan bahwa anggaran lebih banyak digunakan untuk kebutuhan operasional kantor serta pembelian alat-alat medis dan perlengkapan lainnya.
Anggota Komisi II DPRD Medan, Afif Abdillah, mengakui bahwa anggaran tersebut lebih banyak diprioritaskan untuk rehabilitasi fisik gedung serta pengadaan perlengkapan medis dan meubelair rumah sakit.
“Rencananya memang ada beberapa pembangunan, seperti fasilitas radioterapi dan pembangunan bunker nuklir di bawah tanah. Namun untuk pembangunan ini kami arahkan agar bekerjasama dengan pihak swasta, karena RSUD Pirngadi sudah berstatus BLUD dan bisa bermitra dengan pihak ketiga,” jelas Afif, yang juga Ketua Fraksi NasDem DPRD Medan, Senin (6/10/2025).
Selain itu, anggaran dialokasikan untuk perbaikan AC yang sudah rusak parah dan menyelesaikan masalah mekanik elektrikal. “Untuk penambahan gedung baru tidak ada, hanya pemberdayaan gedung yang sudah ada,” tambahnya.
Afif menilai, seharusnya RSUD Pirngadi lebih aktif dalam merekrut dokter spesialis, terutama dokter spesialis hematologi yang jumlahnya masih sangat minim. Menurutnya, perekrutan dokter harus bersaing secara kompetitif dengan rumah sakit lain, baik dari segi penghasilan maupun kepastian pasien.
“Kemarin kami berdiskusi dengan pihak RSUD Pirngadi, bahwa jumlah dokter PNS memang terbatas. Namun di luar itu, mereka perlu memiliki konsep dan regulasi internal yang jelas tentang perekrutan dokter. Standar dan kriteria harus ada, bukan asal merekrut,” ujar Afif.
Ia menjelaskan, standar perekrutan harus memuat kriteria pengalaman dan keahlian dokter, apakah mereka yang berpengalaman atau dokter baru dengan pengetahuan terbaru. “Sampai sekarang, kriteria tersebut belum jelas dan tidak terdokumentasi. Seharusnya tertulis sebagai acuan agar perekrutan lebih terarah,” paparnya.
Menurut Afif, keterbatasan anggaran juga menjadi kendala utama dalam pengadaan dokter spesialis maupun subspesialis, karena tenaga medis membutuhkan insentif yang memadai.
“Sebagai wakil rakyat, kami bertanya ke rumah sakit, bagaimana rencana bisnisnya? Kalau kriterianya belum jelas, bagaimana kami bisa menambah dana. Harus ada proyeksi bisnis, misalnya jika merekrut dokter A, berapa kasus yang bisa ditangani dan berapa potensi pendapatannya,” tegas Afif.
Sampai saat ini, RSUD Pirngadi yang hampir berusia 100 tahun belum memiliki dokter subspesialis di bidang Endokrin (penyakit diabetes), Gastroenterologi (pencernaan), KGEH (Konsultan Ginjal dan Hipertensi), serta dokter spesialis jantung intervensi.
reporter | Thamrin Samosir