TOPMETRO.NEWS – Setelah ketahuan selingkuh sebanyak 3 kali seolah hatiku hancur berkeping-keping. Ya, kisahku ini bermula saat aku dijodohkan oleh kedua orang tuaku dengan seorang laki-laki, anak dari kerabat mereka.
Pria ini sungguh soleh, katanya. Saat itu usiaku baru menginjak 22 tahun, kami bertemu di sebuah restoran didampingi oleh keluarga dari kedua belah pihak.
Pertemuan pertama membuat aku berpikir, “apa lelaki ini bisa menerimaku?” karena aku sadar kalau aku memiliki kelainan secara seksual. Tidak semua laki-laki dapat menerima itu. Ingin aku membicarakannya secara gamblang, namun terasa sulit bagiku karena merasa itu tidak pantas untuk dibicarakan.
Setelah Ketahuan Selingkuh, Awalnya Baik Saja
Wajah lelaki itu cukup karismatik, postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan tidak terlalu gemuk. Ia memakai kaca mata dan memiliki berewok tipis, “menarik” batinku.
Saat pertama kali berbicara dengannya, jelas sekali ada rasa canggung di antara kami. Bukan hanya kali pertama bertemu tetapi juga keluarga yang terus memerhatikan ke arah kami. Aku mengerti jika mereka penasaran tentang kami, namun reaksi mereka menurutku cukup berlebihan karena itu membuat kami merasa tidak nyaman.
Bicara Seputar Masa Lalu
Kami hanya menanyakan seputar latar belakang kami, tidak banyak hal yang dibicarakan tetapi yang menarik adalah ia langsung meminta nomor kontakku. “Mungkin sebagai formalitas saja” pikirku, setelah mengobrol sebentar kami pun ikut makan bersama keluarga.
Jamuan makan siang itu selesai, kami pun berpamitan dan kembali ke rumah masing-masing. Kebetulan hari itu aku sedang cuti dari pekerjaanku sebagai make up artist di salah satu majalah. Pemikiranku tadi ternyata salah besar, di perjalanan pulang ia mengirimiku pesan singkat “hai, terima kasih sudah mau bertemu denganku” katanya. Aku hanya tersenyum dan tidak membalas pesannya.
artikel untuk kita | UNTUNG ADA TNI, BERSAMA WARGA, NKRI UTUH TERJAGA
Tiba di rumah, aku segera membersihkan diri dan mulai membalas pesannya. Pesan itu rupanya sudah ditunggu-tunggu olehnya karena ia membalas dengan sangat cepat. Kami saling bertukar cerita melalui pesan singkat itu “cukup menyenangkan” pikirku.
Aku berhenti membalas pesannya karena sudah mengantuk. Komunikasi itu terus berlanjut, ternyata ia senang bercerita dan mengeluarkan lelucon sehingga aku sering tertawa sendiri saat membacanya.
Dia Ajak Bertemu
Seminggu kemudian, ia mengajakku untuk makan siang bersama di dekat kantorku “kenapa tidak?” Pikirku.
Aku menyetujui dan makan siang bersama keesokkan harinya. Dari sanalah ia sudah mulai berani untuk terus mengajakku bertemu, entah makan siang atau mengunjungi tempat wisata.
Dua bulan ia melakukan hal itu dan berusaha membuatku tertarik dengannya. Akhirnya, aku luluh juga. Aku mulai merasa nyaman setelah mengetahui banyak hal tentangnya.
Pekerjaan, hobi, teman-temannya, dan masih banyak lagi. Ia begitu terbuka dan responsif terhadap banyak hal.
Aku melihatnya seperti buku terbuka, meski banyak yang bilang kalau sebenarnya ia sangat tertutup. Namun saat denganku, seolah ia menemukan dirinya dan lepas dari apa yang membebaninya.
Enam bulan bersama, kami putuskan untuk memberitahu masing-masing orang tua bagaimana tanggapan kami tentang perjodohan ini. “Kami setuju untuk menikah” pernyataan kami kepada kedua orang tua. Mereka terlihat sangat senang dan mulai merencanakan serangkai acara pernikahan.
Hati siapa yang tidak ikut bahagia saat melihat orang tua sangat bahagia mendengar anaknya menyetujui pernikahan yang mereka inginkan. Terlebih pernikahan itu terjadi bukan karena paksaan melainkan keinginan kami berdua.
Orang tua kami hanya mengenalkan, tetapi semua keputusan diserahkan kembali kepada kami. Tanggal pernikahan sudah ditentukan, kami akan menikah dua bulan setelah persetujuan itu. Kami mulai sibuk mempersiapkan banyak hal, dibantu pula dengan keluarga.
Setelahnya, pernikahan kami terlaksana dengan baik. Semua senang dan aku baru terpikirkan setelah ini kami akan tinggal di mana, “mungkin di rumahku atau di rumahnya” pikirku. Tetapi ternyata, aku dibawa ke sebuah rumah yang tidak terlalu jauh dari rumah orang tuanya.
Rumah itu sudah ia beli sejak lama, “kini saatnya ditinggali bersama istri” godanya kepadaku. Hari-hariku sebagai pasangan suami-istri dengannya sangat menyenangkan. Semakin hari semakin banyak pula ‘kejutan’ yang aku temui dari dirinya.
Buatku itu tidak masalah, kami sudah mengucap janji dan harus dijalani dengan sepenuh hati. Lagi pula kami saling mencintai jadi aku rasa tidak sulit untuk saling menerima kekurangan masing-masing.
Dua tahun menikah, aku dikaruniai seorang anak perempuan yang tumbuh menjadi anak cantik dan mandiri. Hidup terasa lengkap rasanya, memiliki suami yang aku cintai dan anak yang aku banggakan. Meski usianya belum dewasa tetapi rasanya kebahagiaan itu tidak dapat tergambarkan.
Saat Mengandung Anak ke Dua
Usia anak pertamaku sudah menginjak tiga tahun, aku kembali diberi kepercayaan mengandung anak kedua. Semakin hari, suamiku semakin pengertian dan menjalani perannya dengan sangat baik. Meski ia seorang pengusaha yang sibuk dengan jadwal rapat, tetapi ia masih menyempatkan pulang di jam makan siang untuk bertemu dengan anaknya.
Selama kehamilan anak pertama hingga anak kedua, aku belum kembali lagi bekerja. “Mungkin aku hanya akan menerima panggilan dan tidak bekerja kantoran seperti sebelumnya” pikirku.
Dalam beberapa tahun, anak-anakku sudah semakin besar dan dewasa. Mereka memiliki dunianya sendiri, aku pun masih menjalani peran sebagai make up artist meski hanya dari beberapa panggilan. Hitung-hitung hanya untuk menyalurkan hobi make up-ku saja.
Seiring berjalannya waktu, suamiku semakin banyak berubah. Ia tetap pulang ke rumah walau molor dari jam biasa ia pulang.
Aku berusaha berpikiran positif, bisa saja banyak hal di kantor yang harus ia urus dan kelelahan sehingga sampai di rumah langsung tidur.
Selama beberapa bulan terakhir, aku sering tidak mendapatkan nafkah batin darinya. Karena aku memiliki kelainan secara seksual, hal ini merupakan masalah besar untukku. Aku tidak bisa lagi menyalurkan hasratku.
Sudah sejak lama aku memiliki firasat kalau dia berselingkuh, tetapi itu semua aku tepis karena tidak mau menghancurkan rumah tanggaku hanya karena hal yang belum pasti. Aku selalu terbiasa untuk merapihkan dan menyiapkan semua barang yang dibutuhkan suamiku.
Temukan Ponsel Serupa
Suatu malam, ketika suamiku tertidur dan aku sedang mencari sesuatu di dalam tas kantornya, aku menemukan sebuah ponsel yang sama persis dengan miliknya. Ponselnya ditaruh di atas meja di dekat ranjang, sedangkan satu lagi disimpan di dalam tas.
Aku mulai berpikir keras, “sejak kapan ia memiliki dua ponsel?” Tanyaku dalam hati. Selama ini aku tidak pernah menemukan apa pun di dalam tasnya, semua kecurigaanku muncul seketika.
Mulai dari ia pulang telat, jarang makan malam bersama, pulang kantor hanya mandi dan langsung tidur. Semua terasa aneh karena di luar kebiasaannya. Ia pun akhir-akhir ini sangat dingin denganku.
Aku berusaha membuka ponsel itu dan ternyata tidak dikunci. Mungkin dia berpikir kalau aku tidak akan menemukan ponsel ini sehingga dia merasa aman saja sekalipun tidak dikunci. Aplikasi pertama yang aku buka adalah WhatsApp, di sana hanya ada satu pesan dari wanita.
Kirim Foto-foto Seksi
Aku membuka semua isi pesannya. Aku membacanya dari pertama kali mereka saling mengirim pesan, ternyata mereka sudah menjalin hubungan selama tiga tahun terakhir dan itu tidak ketahuan olehku.
“Pintar sekali menyembunyikannya” pikirku, tak jarang wanita itu mengirimkan foto-foto seksinya.
Tak hanya itu, ia juga mengirimkan foto saat mereka sedang bersama di kamar hotel.
Hancur hatiku, selama ini firasatku benar tentang perselingkuhan. Aku memendam rapat-rapat semua itu hanya karena tidak ingin menuduhnya tanpa bukti.
Aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamar mandi. Aku tidak ingin membangunkannya, tepatnya anak-anakku. Mereka baru saja pulang dan aku tidak ingin mereka melihat pertengkaran di antara kami.
Aku turun ke bawah dan membuat secangkir teh panas.
Aku sesap teh itu perlahan dan berusaha memikirkan kesalahan-kesalahan yang sudah aku perbuat hingga ia memilih untuk bersama wanita lain. Semakin aku memikirkan kesalahanku, semakin hatiku terasa sesak.
Aku merasa sudah melakukan yang terbaik, mengurusi lahir dan batinnya dengan baik bahkan aku merawat anak-anak tanpa bantuan orang lain. Semua aku pegang sendiri meski setiap pulang aku tetap melayani dia seperti belum memiliki anak.
“Apa yang ada di pikirannya hingga ia tega mengkhianati aku?” Pikiranku terus melontarkan pertanyaan itu. Keesokan hari, ketika anak-anak sudah pergi sengaja aku tidak membangunkannya. Aku ingin ia tidak bekerja dan membahas masalah ini denganku.
Dia bangun siang sekali dan mulai panik karena tidak aku bangunkan. “Kenapa tidak minta dibangunkan saja dengan selingkuhanmu?” Tanyaku sambil menunjuk ke arah ponsel yang sudah aku taruh di atas meja makan. Melihat ponsel itu ia terkejut, “inikan ponselku! Aku cari di kamar ternyata kamu bawa ke sini” katanya sambil mengambil ponsel itu.
“Kalau itu ponselmu, lalu ini ponsel siapa?” Tanyaku sambil mengeluarkan ponsel satunya dari kantong celanaku. Melihat aku memegang ponsel simpanannya, dia panik dan mulai mencari ke dalam tas kantornya. Semakin terlihat jelas kalau ia bersalah.
Tak Setuju dengan Poligami
Saat itu aku mengamuk, aku marah dan mengancam akan pergi meninggalkan rumah. Aku teringat saat hendak menikahinya, aku melontarkan satu pertanyaan yang menurutku sangat penting “apa kamu setuju dengan poligami?” Tanyaku dan dia menjawab “tidak.”
Setelah bertahun-tahun menikah, ternyata dia mengubah jawabannya atau mungkin itu memang jawaban awalnya. Dia menjawab seperti itu hanya karena ingin menikahiku dan membaca kalau aku tidak setuju dengan poligami.
Dia berusaha mengambil ponselnya dari tanganku, tetapi tidak aku berikan. Aku mengancam akan memberitahukan hal ini kepada orang tua kami. Ia sangat takut dengan ibunya, dia tahu kalau ibunya tidak setuju dengan konsep poligami, sama denganku.
Suaranya melemah setelah aku bilang akan melaporkan hal ini kepada ibunya. Aku meminta untuk bertukar ponsel. Aku memakai ponsel cadangan dan ponsel utamanya sedangkan dia memakai ponselku.
Kebetulan semua teman-temannya selalu menghubungiku saat ia tidak ada kabar sehingga hampir semua kontak temannya ada di ponselku. Ia setuju dan kemudian berangkat ke kantor.
Jawab Telepon Wanita Itu
Selama ia berada di kantor, wanita itu mulai menghubungi nomor suamiku. Aku sudah mulai paham polanya, ia menghubungi di jam suamiku berada di kantor. Saat wanita itu menelepon nomor suamiku, aku mengangkatnya dan dia sangat terkejut.
Namun, bukan permintaan maaf yang aku terima tetapi malah makian. Aku memakinya kembali dan meminta ia berhenti menghubungi suamiku. Dia tidak mengindahkan perkataanku, setelah teleponnya terputus ia mulai membombardir pesan suamiku dengan beragam foto kebersamaannya di hotel.
Wanita itu mengatakan kalau ini adalah kali ketiga suamiku berselingkuh dengannya. Setelah dua kali putus, suamiku berjanji akan menikahinya. Hatiku hancur berkeping-keping, aku hanya bisa menangis dan membawanya dalam setiap doaku.
Hari itu suamiku pulang seperti biasa, di jam yang biasanya ia datang. Aku mendiamkannya dan membiarkan dia mengurus dirinya sendiri. Setelah anak-anak tidur, aku kembali membuka obrolan tentang perselingkuhannya.
Dari situlah ia baru mengakui semuanya, ia mengaku mengenal wanita itu dari kantor tempat temannya bekerja. Ia dikenalkan karena wanita itu membutuhkan bantuan dan ternyata berakhir dengan menjalin sebuah hubungan.
Berulang kali aku menanyakan kekuranganku dalam menjadi istri dan ibu bagi anak-anaknya, tetapi berulang kali juga ia tidak menjawab. Ia hanya mengatakan kalau aku tidak memiliki kekurangan apa pun, semua sudah seperti yang dia mau tetapi ada perasaan lain dengan wanita itu.
Aku memintanya untuk menyudahi hubungan itu, namun aku hanya mendapati janji belaka. Beberapa hari kemudian aku menemui bukti lain dan malamnya aku meminta ia untuk kembali memutuskan hubungan dengan wanita itu.
Tak Ingin Perceraian
Aku selalu berdoa kepada Sang Maha Kuasa untuk mengembalikan suamiku. Aku tidak menginginkan perceraian tetapi tidak juga poligami. Akhirnya, aku menemukan cara agar ia bisa melihatku. Selama ia berselingkuh, ia tidak menafkahi batinku maka sekarang saatnya aku memaksa dia untuk bercinta denganku seminggu dua kali.
Awalnya ia terpaksa dan menutup matanya, tetapi aku memaksanya untuk membuka mata dan melihatku. Aku hanya ingin kembali dicintai olehnya dan mendapatkan seutuhnya suamiku.
Ponsel kami tetap bertukar, tetapi wanita itu terus mengirimkanku banyak foto kebersamaannya dengan suamiku.
Aku masih membawa namanya dalam doa, meminta agar Sang Maha Kuasa mengembalikan suamiku.
Aku mencintainya dan masih ingin terus bersamanya. Meski harus memaksanya menafkahi batinku tanpa memejamkan mata, aku hanya ingin dia kembali melihatku menjadi satu-satunya.
BACA SELENGKAPNYA | Istri Selingkuhi Adik, Tarihoran Bunuh Anak di Sumut
Seperti diwartakan TOPMETRO.NEWS sebelumnya istri selingkuhi adik, pria ini nekat membunuh anak kandungnya. Inilah yang dilakoni Louiker Tarihoran alias Loker alias Tarihoran yang ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan anaknya sendiri. Polisi menduga Louiker membunuh anaknya karena cemburu terhadap istrinya, Sinta br Lase, yang dituduh sudah berselingkuh.
“Kalau diduga sementara dugaannya si tersangka itu cemburu terhadap istri. Karena ada hubungan, menurut si tersangka ini, feeling dia ada dugaannya selingkuh dengan adik kandung tersangka sendiri,” kata Bripka Syawal Lolobako, Perwira Urusan Subbag Humas Polres Humbang Hasundutan (Humbahas), Rabu (18/3/2020).
reporter | Dpsilalahi
foto/sumber | kumparan/ayosemarang