topmetro.news – Tak gampang menyerah. Predikat ini melekat pada sosok Hendra Lie. Pengusaha yang sukses mengibarkan Bendera Mata Elang Internasional Stadium hingga kesohor di seantero negeri. Kegigihannya tampak dari perjalanan hidupnya hingga meraih puncak. Juga terlihat dari bagaimana melewati perseteruan panjang yang menguras energi. Terseret menduduki kursi tergugat, pasti melelahkan.
Namun sekalipun belum pernah menang, apa pun dipertaruhkan untuk MEIS agar tetap bisa berdiri tegak mengangkang langit. Seperti inspirasi mata elang perkasa mengepak sayap. Bukan soal menolak hengkang dari Bumi Ancol. Tapi soal harga diri dan kehormatan hidup. Bahwa boleh saja kalah dari yang lain, asal tidak kalah dari Fredie Tan. Seperti samurai dan Yakusa sebagai jatidiri bagi Orang Jepang.
Hendra Lie menyadari dirinya bukan ahli hukum. Tapi keyakinannya berpijak di kebenaran membuatnya berpantang surut untuk melawan. Perang badar terhadap Fredie Tan pun diikrarkan atas nama langit dan bumi. “Hari ini Fredie Tan boleh menang. Tapi apa besok dia juga pasti bisa menang? Untuk keadilan, sampai kapan pun akan saya kejar,” sumpah Hendra Lie dengan lantang di hadapan gelar perkara khusus Penyidik Bareskrim Mabes Polri dengan lantang sambil menelunjuk jari tangan kiri ke atas, beberapa waktu lalu.
Saat menyadari upaya hukum tingkat kasasinya berpeluang kecil dikabulkan oleh Mahkamah Agung, segera strategi serangan balik dirancang. Melalaui kuasa hukum baru Boyamin Saiman, legal standing dugaan perbuatan pidana melanggar pasal 266 untuk menghabisin Fredie Tan pun diajukan ke Bareskrim Polri. Dan esok harinya Boyamin juga kirim legal stading perbuatan melawan hukum melalui PN Jakarta Utara. Lahirlah perkara No. 638.
“Saya yakin legal standing ini sudah cukup membuat terlapor terkencing-kencing,” ungkap Boyami, seusai keluar dari Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat, (18/12/19).
Gugatan Harga Diri
Dua gugatan demi harga diri sudah dilayangkan. Kordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menjadi panglima perang baru serangan balik, setelah Hendri Yoso dinilai gagal menunjukkan performa ekspektasi dari kekalahan menjadi kemenangan.
Cukup? Ternyata tidak! Buktinya diam-diam Hendra Lie bersama tim kepercayaannya memonitor gaya fighter kuasa hukum Kivlan Zein, Tonyn Tachta Singarimbun selama persidangan melawan kuasa hukum Menkopolhukam Wiranto. Karakter fight Tonyn Tachta diharapkan bisa menggedor lawan lawan persidangan yang menggoda hati Hendra Lie.
Tak butuh waktu lama surat kuasa pun diberikan pada Tonyn untuk segera mengajukan PK ke Mahkamah Agung pada Desember 2019.
Merasa belum cukup, kembali Tonyn menerima kuasa dari Hendra Lie untuk mengajukan LP atas dugaan pelanggaran pasal tipu gelap ke Bareskrim Polri. Perkara LP No. LP/B1040/XII/2019 tanggal 10 Desember 2019 dengan terlapor Fredie Tan pun turun. “Saya pelajari, novum delik dugaan pelanggaran pasal penggelapan sudah pasti. Penipuannya juga. Terlapor tak akan bisa lari,” tukas pengacara berdarah Karo, Batak ini optimis.
Bahkan tidak hanya itu, tiga gugatan perdata melalui PN Jakarta Utara dan satu LP di Polsek Pademangan Jakarta Utara pun dilayangkan. Registrasi dari PN Jakarta Utara dengan perkara No. 772, 779, 791 pun terbit. Dan kini sudah memasuki masa persidangan minggu ke 9 atau persidangan pengajuan alat bukti tergugat. Serta LP 335 melalui Polsek Pademangan Jakarta Utara.
Firma Ternama
Praktis, saat ini Hendra Lie didukung oleh tiga pengacara dari tiga firma ternama. Yakni Hendri Yosodiningrat, Boyamin Saiman, dan Tonyn Tachta Singarimbun. Ketiganya menjadi senjata baru pencetus legal standing terbaik seperti jala mengepung ikan. Dengan delapan gugatan serentak sebagai serangan balik untuk menjerat Fredie Tan agar tidak bisa lagi lolos dari jerat hukum.
Perang badar sudah dikumandangkan. Strategi telah diterapkan. Delapan gugatan pidana dan perdata telah diajukan dan memasuki persidangan akhir. Akan kah Fredie Tan yang selama ini diam dan dikenal piawai mengolah konflik hukum dan peradilan bagi kemenangannya bisa segera menjadi pesakitan penghuni hotel prodeo? Kita tunggu saja.
reporter | TIM