Fakta-fakta Pelanggaran Hukum dalam Penunjukan Hernold F Makawimbang

Perkara Dugaan Korupsi Proyek IPA Martubung Masih Jadi Perhatian Publik

topmetro.news – Perkara terkait dugaan kasus korupsi pada Proyek IPA Martubung masih terus belanjut dan pada Hari Senin (16/11/2020), sudah memasuki sidang terakhir permohonan PK (peninjauan kembali) yang diajukan Flora Simbolon. Dalam perjalanan sidang, khususnya dalam permohonan PK, ada beberapa hal menonjol dan jadi perhatian publik. Antara lain penetapan tersangka yang mendahului laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara dan ketidakjelasan status Hernold F Makawimbang yang ditunjuk melakukan penghitungan dimaksud.

Fakta persidangan mengungkapkan, bahwa Hernold F Makawimbang ternyata bukanlah seorang akuntan publik. Ini sesuai dengan Surat IAPI sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang terkait akuntan publik. Serta diperkuat oleh ahli yang hadir dalam persidangan, yaitu Dr Zulfikri Aboebakar SE CPA SH MH. Dimana Zulfikri Aboebakar yang merupakan anggota Tim Pemberantas Akuntan Publik Palsu IAPI itu menegaskan, bahwa Hernold F Makawimbang tidak tercatat sebagai anggota IAPI.

Pun kemudian pengakuan Hernold F Makawimbang dalam ‘curiculum vitae’-nya sebagai partner dari Kantor Akuntan Publik Tarmizi Achmad. Ternyata KAP Tarmizi Achmad dalam suratnya menegaskan, mereka tidak pernah melakukan audit profesional terhadap IPA Martubung. Padahal dalam CV Hernold F Makawimbang dicantumkan bahwa Hernold F Makawimbang bermitra dengan KAP Tarmizi Achmad. Sedangkan isi surat KAP Tarmizi Achmad menegaskan, bahwa Hernold F Makawimbang bukan partner dari KAP Tarmizi Achmad.

Demikian juga dengan surat tugas untuk Hernold F Makawimbang dan anggaran yang digunakan, kemudian menjadi sorotan. Bagaimana surat tugas itu bisa keluar serta dari mana dan berapa anggarannya, menjadi pertanyaan dari publik yang mengikuti kasus ini.

Prosedur Cacat Formal

Berikut ini adalah penjelasan, mengapa penunjukan Hernold F Makawimbang itu terindikasi melanggar hukum:

Hernold F Makawimbang membuat laporan perhitungan kerugian keuangan negara dan menetapkan ada kerugian keuangan negara sebesar Rp18,1 miliar, dibuat dan ditandatangani sendiri oleh Hernold F Makawimbang tanggal 11 Februari 2019. Jauh setelah penetapan tersangka tanggal 31 Juli 2018.

Bagaimana mungkin penetapan tersangka mendahului perhitungan kerugian keuangan negara? Bukan kah ini sesuatu presedur yang keliru? Kemudian, menurut UU Tipokor Pasal 32 dan penjelasannya, bahwa unsur kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata dan pasti oleh instansi berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. Baru dapat ditentukan tersangkanya.

Ini malah terbalik adanya. Dan ini sebagai bukti bahwa proses penyelidikan dan penyidikan sampai dengan penetapan tersangka oleh Kejari Belawan adalah cacat hukum dan cacat prosedur.

Sebagai acuan, mungkin bisa dilihat pada kasus Pelindo II. Sebagaimana pemberitaan Hari Minggu (15/11), bahwa Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menunggu penghitungan kerugian negara dari BPK atas kasus dugaan korupsi perpanjangan kerja sama Pelindo II dengan Jakarta Internasional Container Terminal (JICT). Kejagung mengaku akan menetapkan tersangka saat menerima hasil penghitungan kerugian negara tersebut. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, bahwa penyidik dalam mengusut kasus tersebut sangat berhati-hati dengan memastikan adanya unsur pelanggaran hukum.

Ini menunjukkan, harus ada dulu hasil penghitungan kerugian negara dari BPK/BPKP, baru ada penetapan tersangka. Bahwa tidak boleh menetapkan tersangka tanpa audit BPK ataupun BPKP, apalagi penetapan tersangka mendahului hasil audit.

Perkara Batal Demi Hukum

Artinya, ada dua hal yang jadi perhatian. Pertama LHPKKN (Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara) harus oleh BPK atau yang dihunjuk. Lalu harus ada dulu LHPKKN yang sah dari BPK atau akuntan publik yang ditunjuk secara mandataris oleh BPK ataupun BPKP, baru ada penetapan tersangka.

Sehingga semakin nyata, bahwa selain Hernold F Makwimbang tak berwenang sama sekali membuat perhitungan kerugian keuangan negara, apalagi sampai digunakan untuk bukti pengadilan, juga dari sisi waktu dibuatnya laporan perhitungan kerugian keuangan negara tersebut, sudah menyalahi. Seharusnya sebelum penetapan tersangka sudah ada perhitungan. Ini justru terbalik, perhitungan baru ada setelah penetapan tersangka.

Oleh karena prosedurnya telah cacat formal, sesungguhnya sedari awal perkara ini sudah harus ditolak dan batal demi hukum sebagaimana putusan praperadilan. Jadi sedari awal setelah putusan praperadilan, tersangka dalam kasus ini sudah tidak ada lagi. Kenapa perkara ini terus digulirkan? Inilah keadaan hukum di negeri ini yang harus diungkap dalam proses PK ini.

Lalu terkait penunjukan Hernold F Makawimbang, tentu ada surat tugasnya, bukan? Tentu ada biayanya, bukan? Sebagai konsekuensi logis dari surat tugas tersebut, yang menurut jaksa pada saat persidangan di PN Medan mengakui bahwa anggaran untuk menugaskan Hernold F Makawimbang dibiayai dari anggaran Kejari Belawan. (Bisa diperiksa surat tugas dan sumber pembiayaanya).

Output dari surat tugas/penugasan Hernold F Makawimbang tersebut oleh Kejari Belawan adalah Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang menetapkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp18,1 miliar dibuat dan ditandatangani oleh Hernold F Makawimbang tanggal 11 Februari 2019.

Pengakuan jaksa dalam sidang praperadilan yang dicantumkan resmi dalam putusan prapid, bahwa sudah ada audit dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hernold F Makawimbang terhadap Proyek IPA Martubung yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp18,1 miliar.

Adanya kekeliruan penunjukan Hernold F Makawimbang sebagai akuntan publik yang melakukan perhitungan kerugian negara, dapat ditelisik lebih lanjut bahwa penunjukan itu sendiri mengandung unsur pelanggaran hukum pidana.

Lalu, di mana unsur pidananya?

Surat Komisi Kejaksaan RI menyebutkan bahwa Kejari Belawan menyerahkan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Proyek IPA Martubung kepada Akuntan Publik Hernold Makawimbang.

Sesuai ketentuan UU Tipikor Pasal 2 jo. Pasal 32 Ayat 1 dan penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan kerugian keuangan negara adalah kerugian yang dapat dihitung dengan pasti dan nyata yang dihitung oleh lembaga yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. (Lembaga yang berwenang itu adalah BPK/BPKP).

Diperjelas lagi dalam UU 46/2009 tentang Pengadilan Tipikor Pasal 28 bahwa semua alat bukti yang diajukan dalam persidangan harus diperoleh dengan cara-cara yang sah sesuai ketentuan perundang-undangan.

Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) tersebut lalu digunakan jaksa penyidik untuk menetapkan tersangka, menyusun dakwaan, dan menyusun tuntutan dengan tuduhan korupsi sesuai Pasal 2 UU Tipikor.

Pada saat jaksa memberikan surat tugas untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara kepada Hernold F Makawimbang, tentu dengan sadar dan waras, sengaja dan penuh niat motivasi, serta mengetahui peruntukan/tujuan dari surat tugas tersebut. Yaitu untuk kepentingan penyidikan dalam rangka menetapkan besarnya kerugian negara dan selanjutnya oleh jaksa akan digunakan sebagai barang bukti/alat bukti untuk menetapkan tersangka tipikor.

Kemudian, saat jaksa menugaskan Hernold F Makawimbang, tentu jaksa sudah tahu dengan sebenar-benarnya, apa akibat dari penugasan tersebut, apa akibat dari output laporan perhitungan kerugian keuangan negara yang akan dibuat oleh Hernold F Makawimbang. Dan juga sudah barang tentu jaksa sudah mengetahui kedudukan, kompetensi, kapasitas, dan kewenangan dari Hernold F Makawimbang, makanya ditunjuk jaksa untuk menghitung kerugian keuangan negara. Sementara UU Tipikor mengatakan, bahwa yang menghitung kerugian keuangan negara yang secara pasti dan nyata itu adalah lembaga negara yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

Kapasitas dan Kompetensi

Sebaliknya ketika Hernold F Makawimbang menerima surat tugas/penugasan dari jaksa untuk membuat dan menetapkan perhitungan kerugian keuangan negara, tentu yang bersangkutan sudah tahu untuk apa penggunaan laporan perhitungan tersebut. Dan Hernold F Makawimbang juga sudah tahu tentang kapasitas, kompetensi, posisi/kedudukan fungsi dan kewenangan dirinya sebagai apa dalam hal tersebut, termasuk apakah memenuhi syarat sebagai instansi yang berwenang atau sebagai akuntan publik.

Dalam hal ini jaksa menyatakan kedudukan, posisi dan fungsi Hernold F Makawimbang adalah sebagai akuntan publik. Dengan demikian, unsur sengaja dan sadar terpenuhi. Jelas unsur pidananya.

Karena Laporan PKKN yang dibuat dan ditandatangani sendiri secara sadar dan sengaja oleh Hernold FMakawimbang tersebut telah digunakan oleh jaksa sebagai alat bukti dalam penetapan tersangka, dakwaan, dan tuntutan, yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain (Flora Simbolon), maka jelas dan terang-benderang unsur pidananya terpenuhi.

Ternyata kemudian, Surat IAPI menerangkan bahwa Hernold F Makawimbang tidak terdaftar sebagai akuntan publik. Pendidikannya pun tidak memenuhi kompetensi dasar, yaitu SE Ak. Tidak ada sertifikat CPA, tidak ada sertifikat CPI, dan tidak ada izinnya dari Menteri Keuangan sebagai akuntan publik. Lalu, jaksanya turut serta karena menggunakan laporan Hernold F Makawimbang secara sadar, sengaja, dan penuh niat mentersangkakan seseorang Flora Simbolon. Artinya, ‘actus reus’ dan ‘mens rea’-nya terpenuhi.

Ternyata Hernold F Makawimbang bukan seorang akuntan publik. Hernold F Makawimbang berpraktek seolah-olah akuntan publik, akan tetapi bukan akuntan publik. Perbuatan demikian diancam hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta, sesuai UU No. 5/2011 Pasal 57 tentang Akuntan Publik.

Harapan Masyarakat

Saat ini, masyarakat pecinta hukum dan keadilan menunggu keputusan yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya dalam perkara PK kasus ini. Kiranya majelis hakim PN Medan dapat melihat mutiara-mutiara kebenaran selama pemeriksaan saksi-saksi dan ahli dalam persiapan PK ini. Sehingga terungkap hal-hal yang selama ini masih ditutup-tutupi. Dengan demikian terungkaplah kebenaran yang sebenarnya.

penulis | Raja P Simbolon

Related posts

Leave a Comment