topmetro.news – Perkara penggunaan upah pungut Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB) sektor perkebunan di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) merupakan ranah hukum perdata.
JPU dari Kejatisu, menurut penilaian PH, keliru menerapkan tindak pidana korupsi terhadap kedua terdakwa. Yakni mantan Kadis Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Labura Ahmad Fuad Lubis dan Faizal Irwan Dalimunthe serta mantan Kabid Armada Pangaloan.
Untuk itu Julisman selaku penasihat hukum (PH) ketiga terdakwa bermohon agar majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut nantinya memvonis lepas ketiga terdakwa.
“Serta memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya,” kata Julisman dalam nota pembelaan (pledoi), Senin petang (30/11/2020), bertempat Ruang Cakra 3 Pengadilan Tipikor Medan.
Fakta terungkap pada persidangan, imbuhnya, tidak ada aturan yang kena langgar dalam penggunaan upah pungut DBH PBB sektor perkebunan.
JPU dimotori Hendri Sipahutar dinilai keliru menjadikan Surat Keputusan (SK) Bupati Labura sebagai dalil menjerat ketiga kliennya dengan pidana korupsi.
Sebab SK Bupati tersebut telah merujuk kepada ketentuan hukum. Yaitu Keputusan Menteri Keuangan (Kep Menkeu) No. 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB.
Pada Pasal 4 Kep Menkeu tersebut jelas disebutkan, penggunaan dan tata cara penyaluran dan biaya pemungutan PBB bagian daerah, diatur masing-masing daerah. Jadi tidak perlu bupati bersama DPRD Labura membuat aturan tentang penggunaan dan tata cara penyalurannya.
Terdakwa Kembalikan Uang
Selain ketiga terdakwa atas itikad baiknya juga secara bertahap sudah mengembalikan uang upah pungut yang mereka terima dari pemerintah pisat pada 2013 dan 2014 lalu. Jumlahnya sebesar Rp2,1 miliar.
Kejanggalan lainnya, kata Julisman, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut dalam hasil audit menyatakan, ada pemborosan. Bukan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, sebagaimana dakwaan/tuntutan JPU.
Usai mendengarkan materi pledoi, Hakim Ketua Syafril Batubara kemudian mempertanyakan. Apakah tim JPU menyampaikan tanggapan atas pledoi PH ketiga terdakwa. Lalu Hendri Sipahutar mengatakan, akan menyampaikan tanggapan secara lisan.
“Tetap pada amar tuntutan persidangan lalu Yang Mulia. Seharusnya upah pungut dana bagi hasil PBB sektor perkebunan bukan sebatas SK bupati. Tapi harus disetujui DPRD setempat,” tegas Hendri.
Ketiga terdakwa sebelumnya terkena tuntutan pidana masing-masing 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta. Subsidair (bila denda tidak terbayar maka ganti dengan) pidana tiga bulan kurungan.
Sebaliknya tim PH ketiga terdakwa secara lisan menyatakan tetap pada pledoinya. Hakim Ketua Syafril Batubara mengundurkan persidangan, Jumat (4/12/2020) mendatang dengan agenda pembacaan putusan.
Seluruh Indonesia
Usai persidangan, Julisman menegaskan, perkara yang menimpa kliennya diduga kuat dipaksakan sampai ke pengadilan. Hampir bisa pasti, para kepala daerah (KDh) baik gubernur, walikota dan bupati se-Indonesia berpotensi terkena jerat pidana korupsi terkait bagi hasil upah pungut PBB sektor perkebunan.
“Itu makanya dari awal kami tegaskan, tempuh dulu jalur hukum perdatanya. Bukan segala-galanya harus selesai secara pidana. Ubah dulu Kep Menkeunya. Aturan itu bisa menjebak para KDh. Koq di kabupaten/kota lainnya nggak diusut? Ada apa dengan aparat penegak hukum kita?” pungkasnya.
reporter | Robert Siregar