TOPMETRO.NEWS – Ini sebuah kisah yang sangat jarang terjadi di muka bumi. Kehidupan pernikahan Betty Mbereko tergolong aneh. Itu karena dia memilih menikahi anaknya setelah suaminya meninggal dunia.
Dikutip dari Elitereaders belum lama ini kisah itu berawal setelah anak wanita berusia 40an itu mempunyai kehidupan yang mapan.
Atas jasanya itu, sang ibu tidak rela jika putranya itu jatuh ke pelukan wanita selain dirinya. Betty akhirnya memutuskan menikah dengan anaknya sendiri atas dasar sama-sama suka.
Mereka bahkan berniat meresmikan hubungannya melalui pernikahan yang sah.
Wanita berusia 40 tahun ini juga bahkan sedang hamil besar hasil dari hubungan incest (sedarah) dengan putra kandungnya itu.
Seperti dilansir dailyguideghana, Betty menjanda selama 12 tahun dan tinggal bersama anaknya, Farai Mbereko (23). Setelah suaminya meninggal, Betty merasa mempunyai hak atas putranya itu dan bahkan berhak untuk menikah dengan Farai.
Tak disangka, Farai juga mengiyakan aksi gila ibunya dan siap untuk menikah dengan Betty.
Banyak orang yang tak menyetujui hubungan terlarang ini karena dinilai bertentangan dengan norma dan agama.
Saat kepala desa menyodorkan pilihan untuk mengurungkan niatnya itu atau pergi dari desa, keduanya memilih pergi meninggalkan desa dan menikah di tempat lain.
Lalu, bagaimana tanggapan masyarakat desa mereka setelah rencana itu terwujud?
”Di sini, anak bisa nikahi ibunya”
Bagi masyarakat umum, sebagaimana disiarkan sripoku hari ini, kawin dengan saudara kandung merupakan sebuah pantangan, dan bahkan tidak bisa ditoleransi.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi suku Polahi di pedalaman Gorontalo.
Mereka hingga kini justru hanya kawin dengan sesama saudara mereka.
“Tidak ada pilihan lain. Kalau di kampung banyak orang, di sini hanya kami. Jadi kawin saja dengan saudara,” ujar Mama Tanio, salah satu perempuan Suku Polahi yang ditemui di Hutan Humohulo, Pegunungan Boliyohuto, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo, minggu lalu.
Suku Polahi merupakan suku yang masih hidup di pedalaman hutan Gorontalo dengan beberapa kebiasaan yang primitif.
Mereka tidak mengenal agama dan pendidikan, serta cenderung tidak mau hidup bersosialisasi dengan warga lainnya.
Walau beberapa keluarga Polahi sudah mulai membangun tempat tinggal tetap, tetapi kebiasaan nomaden mereka masih ada.
Polahi akan berpindah tempat, jika salah satu dari keluarga mereka meninggal.
Nah, salah satu kebiasaan yang hingga kini masih terus dipertahankan oleh suku Polahi adalah kawin dengan keluarga sendiri yang masih sedarah.
Hal biasa bagi mereka ketika seorang ayah mengawini anak perempuannya sendiri, begitu juga seorang anak laki-laki kawin dengan ibunya.
Kondisi ini diakui oleh satu keluarga Polahi yang ditemui di hutan Humohulo.
Bagi mereka, kawin dengan sesama saudara kandung, salah satu cara mempertahankan keturunan Polahi.
“Yang mengherankan, tidak ada dari turunan mereka yang cacat sebagaimana akibat dari perkawinan satu darah pada umumnya,” ujar Ebbi Vebri Adrian, seorang juru foto travel yang ikut menyambangi suku Polahi.
Memang belum ada penelitian yang bisa mengungkapkan akibat dari perkawinan sedarah yang terjadi selama ini di Suku Polahi.
Namun, dibandingkan dengan suku-suku pedalaman lainnya di Indonesia, mungkin hanya Polahi yang mempunyai kebiasaan primitif itu.
Sebuah ironi yang masih saja terjadi di belahan bumi Indonesia ini.(sri-editor3)