Kata JR Saragih, Guru Itu Murid Malaikat, Jon Roi Purba Bilang ‘Manis di Bibir’

TOPMETRO.NEWS – Meski kini Bupati Simalungun, JR Saragih sedang diterpa isu tak sedap seputar pemecatan 730 guru honorer dan tidak membayar gaji mereka selama 6 bulan, orang nomor satu di daerah itu justru masih bernyali ‘angkat telor’ terhadap profesi guru. Tak pelak lagi, pernyataan itu justru dianggap sebagai ‘lips service’ alias manis di bibir.

Di sela-sela seminar nasional pendidikan dalam mewujudkan sekolah ramah dan peduli anak Kabupaten Simalungun di Auditorium T. Johan Garingging Simalungun City Hotel, Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, akhir pekan lalu, JR Saragih mengatakan guru itu murid-murid malaikat sehingga diminta untuk tetap semangat menjadi guru. Moril mengajar jangan menurun kualitasnya.

Lewat seminar itu, sebagaimana dilaporkan SiantarNews, kemarin, Bupati yang akrab disapa ‘JR’ ini mengatakan lewat pendidikan Kabupaten Simalungun akan punya mutu dan kualitas terbaik untuk generasi di masa mendatang.

Namun, terkait pernyataan JR Saragih yang menyebut guru merupakan murid-murid malaikat, Ketua Lembaga Kajian Publik dan Politik (LKP2) Jon Roi Purba justru menilai terbalik. Dia mengatakan, apa yang disampaikan JR Saragih hanya manis di bibir saja.

Jon bilang, pernyataan Bupati JR Saragih yang kini digadang-gadang menjadi salah satu bakal calon (Balon) Gubsu di Pilgubsu tahun mendatang itu, tidak berbanding lurus dengan peliknya problematika penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Simalungun yang dihadapi guru saat ini.

Menurutnya, proses pembelajaran di sekolah yang ramah dan peduli anak sulit diwujudkan lantaran guru tidak merasakan kenyamanan.

Para guru, sambung Jon, kini dihantui sejumlah kebijakan dari dinas pendidikan setempat yang meresahkan. ”Banyak guru, khususnya yang Non PNS tak nyaman mendidik anak. Bupati terkesan membiarkan permasalahan yang mereka hadapi,” terangnya.

Pihaknya meragukan komitmen dan konsitensi Bupati JR Saragih meningkatkan kualitas pendidikan di Bumi Habonaron Do Bona. Sebab kata alumnus Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada ini, penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Simalungun belum bebas dari politik pendidikan.

Berdasarkan kajian LKP2, anggaran pendidikan dalam APBD Simalungun beberapa tahun terakhir hingga APBD 2017 belum menunjukkan keberpihakan kepada guru dan peserta didik.

Anggaran yang semestinya diperuntukkan untuk peningkatan kompetensi guru justru dialihkan ke sektor lainnya.

“Guru sebagai garda terdepan dalam proses pembelajaran di sekolah akan kesulitan mendidik anak, dan menciptakan sekolah yang ramah dan peduli anak, karena mereka pun tak merasa nyaman,” tandasnya. (sia-editor3)

Related posts

Leave a Comment