Rumah Duka Kewalahan, Mayat Korban Covid-19 di Hong Kong Numpuk

Rumah Duka Kewalahan, Mayat Korban Covid-19 di Hong Kong Numpuk

topmetro.news – Hong Kong kekurangan peti mati kayu tradisional akibat membludaknya korban Covid-19. Peti mati kayu hampir habis di Hong Kong ketika pihak berwenang terus menambah ruang kamar mayat akibat melonjaknya angka Covid-19, Rabu (6/4/2022).

“Saya belum pernah melihat begitu banyak mayat ditumpuk bersama-sama,” kata Lok Chung, 37, kepala pemakaman.

Sepanjang Maret, ia  telah menyiapkan pemakaman untuk 40 orang di rumah duka yang dikelolanya. Angka itu naik daripada kasus rata-rata per bulan yaitu 15 orang.

“Saya belum pernah melihat anggota keluarga begitu sedih, sangat kecewa, sangat tidak berdaya,” kata Chung, yang mengenakan setelan abu-abu dengan kaus polo hitam.

Sejak gelombang kelima virus corona menghantam bekas jajahan Inggris tahun ini, Hong Kong melaporkan lebih dari satu juta infeksi dan lebih dari 8.000 kematian.

Kamar Mayat Penuh

Mayat bertumpuk di ruang gawat darurat di sebelah pasien telah mengejutkan banyak orang karena tempat-tempat di kamar mayat telah terisi penuh. “Untuk memproses dokumen kematian membutuhkan waktu lama dan menghambat pekerjaan,” ujar Chung.

Keluarga seorang korban wanita yang meninggal pada 1 Maret 2022, masih menunggu surat-surat untuk memungkinkan mereka mengklaim mayat tersebut. Selain itu Hong Kong juga kekurangan replika kertas tradisional dari barang-barang, mobil hingga rumah dan barang-barang pribadi lainnya. Replika itu dibakar sebagai persembahan di pemakaman Tiongkok untuk digunakan orang mati di akhirat.

Keterlambatan itu sebagian besar lantaran kemacetan transportasi dari Shenzen, kota tetangga di Cina selatan. Kota ini memasok banyak barang ke Hong Kong namun kini juga tengah bergulat dengan wabah Covid-19. Perbatasan dengan Hong Kong sebagian besar tutup karena virus Corona.

Infeksi di antara staf di rumah duka juga menimbulkan tantangan yang signifikan, kata direktur pemakaman lainnya, Hades Chan, 31 tahun. “Hampir seperempat orang tidak bisa bekerja. Jadi, beberapa panti harus mengumpulkan staf untuk tetap bekerja.”

Ibu rumah tangga Kate, 36, mengatakan kematian ayah mertuanya pada bulan Maret akibat Covid-19 membawa kesedihan mendalam terhadap keluarga. Ia juga menyesal tidak bisa mengunjungi ayah mertuanya itu rumah sakit.

“Ketika mereka mengira dia tidak akan berhasil, kami bergegas ke sana, tetapi sudah terlambat,” kata wanita sambil menahan air mata saat upacara pemakaman. “Baru sekarang kami bisa melihatnya untuk terakhir kalinya.”

Butuh Banyak Peti

Sekitar 95 persen peti mati di Hong Kong  dari China. Hong Kong membutuhkan 250-300 peti mati setiap hari, menurut pejabat kebersihan dan makanan kota Irene Young.

Ia menerima lebih dari 3.570 peti mati selama periode 14-26 Maret, setelah pemerintah kota yang China kuasai berkoordinasi dengan otoritas daratan. Enam krematorium dijalankan hampir sepanjang waktu oleh departemen yang dipimpin Irene Young. Ia melakukan hampir 300 kremasi sehari, atau dua kali lipat dari biasanya.

Kamar mayat umum di Hong Kong telah diperluas uTetapkan gambar unggulan untuk menampung 4.600 mayat dari jumlah sebelumnya 1.350, kata pihak berwenang.

Organisasi non-pemerintah Forget Thee Not telah bermitra dengan pembuat peti mati ramah lingkungan, LifeArt Asia, untuk menyumbangkan 300 peti mati. LifeArt juga menyumbang 1.000 kotak pengawet ke enam rumah sakit umum.

Setiap peti mati, terbuat dari karton dengan serat kayu daur ulang, dapat menahan berat hingga 200 kilogram. Ketika di masukkan ke dalam peti mati atau kantong mayat, bahan pengawet seperti bubuk berubah menjadi gas, untuk menjaga tubuh dalam keadaan alami hingga lima hari.

 

Sumber: Tempo

Related posts

Leave a Comment