Di Kerangkeng Maut Milik TRP Terungkap Aksi Sodomi dan Rekomendasi “Bodong” Dari BNN

kerangkeng maut

topmetro.news – Persidangan Perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kasus kerangkeng maut milik TRP terungkap perilaku sodomi dan pencabulan yang dilakukan para Penjaga serta Besker di kerangkeng terhadap anak kereng yang baru masuk.

Selain itu, terungkap juga adanya rekomendasi terkait keberadaan panti binaan yang dikeluarkan BNNK Langkat untuk kerangkeng manusia milik TRP tersebut. Pasalnya, rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kabid Rehabilitasi BNNK Langkat atas nama Yayasan Binaan milik TRP sangat berbeda dengan hasil pemetaan situasi dan lokasi kerangkeng tersebut.

Kedua ungkapan yang sangat memalukan ini terungkap di persidangan saat Tim JPU menghadirkan 5 orang saksi dalam perkara TPPO yakni mantan anak kereng Budiharta Sinulingga, Sofhan Rafiq, Bambang Sumantri dan Saksi Fakta dari BNNK Langkat Surya Darma serta Muhamad.

Dalam kesaksianya, ketiga saksi yang merupakan mantan anak kereng yakni Budi Harta Sinulingga, Bambang Sumantri dan Sofhan Rafiq alias Ofan alias Angel (34) saat bekerja di pabrik kelapa sawit, kebun atau bekerja di rumah TRP tidak pernah mendapat gaji.

Yang lebih parah dialami saksi Sofhan Rafiq alias Ofan alias Angel (34), warga Kampung Lalang ini menjelaskan jika dirinya diantar ke kereng milik TRP bukan karena kecanduan narkoba. Melainkan keinginan keluarga yang berupaya agar saksi Ofik bisa pulih menjadi kodratnya sebagai seorang pria sejati.

“Karena keluarga mendapat informasi jika di rehab milik TRP bisa menyembuhkan kondisi fisiknya utuh sebagai seorang pria tulen. Tapi ternyata semu sangat berbeda jauh dari fakta yang ada,” ujarnya.

Begitu sampai di kereng, Ofik juga merasakan perihnya cambukan selang kompresor yang dilakukan pihak kereng.

Saksi yang mengaku mengenal ke empat terdakwa yakni Terang, Rajes, Suparman dan Uci ini, selain merasakan cambukan berkali-kali dirinya juga merasakan gantung monyet (gantung setengah jongkok diantara jeruji kereng) dan sikap tobat (kepala di bawah kaki di atas).

Ofan yang bersedia disebut sebagai waria ini masuk ke kereng tahun 2021 awal dan melarikan diri 3 bulan setelahnya.

Menurut Ofan saat dia masuk kereng posisi sebagai Kalapas si kereng milik TRP tersebut dijabat oleh terdakwa Terang dan wakilnya terdakwa Uci.

Sedangkan yang memerintahkan saski melakukan sikap tobat adalah terdakwa Suparman.

“Kalau dicambuk atau diselang menggunakan selang kompresor itu istilah di kereng merupakan bagian dari Mos untuk anak baru,” ujarnya.

Ofan selama berada di kereng mengaku kadang kerja di pabrik mencincang sawit, di kebun sawit dan bersih-bersih sampah di rumah pribadi TRP.

Saat ditanya Majelis Hakim apakah selama 3 bulan di dalam kereng ada atau tidak orang yang mendiskreditkan saksi? Saksi mengaku pernah dicabuli, berupa tindakan sodomi dan oral.

“Pernah Bu Hakim. Saya dicabuli disodomi dan oral. Pelakunya Terang 1 kali nyodomi. Tapi kalau Rajes melakukannya berkali-kali Bu Hakim,” terang saksi.

Saksi membenarkan jika saat dia di kereng, saksi mendengar dari teman-temen kerengnya ada 5 atau 6 orang anak kereng yang meninggal.

“Ya, karena diselang dan dipukulin, apa gak mati,” ketusnya.

Menurut saksi, ada orang lain yang nyelangi yaitu Amri Ginting. Sementara Dewa PA juga pernah menyuruh saksi berendam di dalam kolam ikan.

Saat ditanya mengenai fasilitas olah raga, mushola dan fasilitas kesehatan di lingkungan kereng, saksi mengaku tidak ada fasilitas apa-apa.

Saksi juga mengenal korban bernama Dana (pelajar) dan tau siksaan serta pernah dimasukkan ke kandang ular dialami Dana.

Terkait dengan perbuatan asusila sodomi dan oral, saksi mengatakan jika Rajes pernah melakukan sodomi di dalam kereng saat penghuni tidur lewat tengah malam.

Kalau gak mau melayani, dijelaskan saksi dirinya pasti diselang.

Sementara perbuatan memalukan lainnya dilakukan Terang pada saat saksi bekerja di kebun sawit. “Terang menyuruh oral dan menyodomi,” beber saksi.

Mendengar penuturan saksi di depan persidangan, PH menanyakan kepada saksi sebelum masuk kereng apakah dirinya pernah BO (Boking Out) apa tidak di daerah Galang dan Kabanjahe.

“Tidak. Saya di Galang buka usaha Salon dan di Kabanjahe diundang nyanyi,” jelas saksi.

Menjawab pertanyaan PH yang mengarahkan ke perilaku seksual, saksi menjelaskan dirinya tidak pernah “gituan” sama laki-laki lain. “Kecuali dengan cowok saya,” ujarnya.

Untungnya, saksi Ofan dan 18 rekan kereng lainnya berhasil melarikan diri dan bisa bebas sampai sekarang.

Sementara itu Saksi Fakta dari BNNK Langkat, Surya Darma dan Muhamad sempat bingung saat dicecar Majelis Hakim dan JPU terkait pelaksanaan Pemetaan lokasi kereng.

“Kami 4 orang ada datang ke lokasi Panti Pembinaan di rumah TRP atas perintah pimpinan pada tahun 2016. Kalau Panti Rehab TRP tidak memiliki ijin,” jelas kedu saksi.

Saat ditanya Hakim apakah Panti Rehab di Kabupaten Langkat semua terdaftar? Saksi mengatakan hanya ada 1 panti rehabilitasi yang terdaftar dan memiliki ijin. “Ada 1 Bu Hakim Panti Esa Perkasa milik Rizky anak Ngogesa (Wakil Walikota Binjai),” jelasnya.

Pada saat saksi datang ke lokasi pembinaan milik TRP, saksi menjelaskan panti milik TRP seperti penjara/kerangkeng dan tidak layak disebut Panti Rehab atau Panti Pembinaan.

Pernyataan kedua saksi yang posisinya sebagai Pengelola Data dan Bendahara BNNK Langkat tersebut langsung disikapi JPU dengan menunjukkan Surat Rekomendasi yang dikeluarkan BNNK Langkat.

Sebelumnya JPU memastikan, apakah kerangkeng milik TRP sudah memenuhi syarat sebagai Panti Rehab, dijawab saksi tidak.

Namun kedua saksi sempat terperangah saat ditunjukkan JPU di depan Hakim bahwa pihak BNNK Langkat memberikan penilaian dan Surat Rekomendasi berbeda.

Dalam Surat Rekomendasi yang dibuat dan ditandatangani Kabid Rehabitasi bernama Nona, BNN memberikan penilaian jika kerangkeng pembinaan Terbit Rencana PA sudah memenuhi syarat dalam bentuk Yayasan, yakni Yayasan Pembinaan.

Dusebutkan dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa Yayasan milik TRP memenuhi syarat, ada tempat tidur, ada pos penjagaan dan ada tempat ibadah.

Melihat fakta tersebut, Majelis Hakim menilai jika yang didatangi pihak BNNK Langkat bukan lokasi kereng yang bermasalah saat ini.

Hakim juga heran diduga pihak BNN dalam laporan hasil pemetaan tidak mencerminkan lokasi yang sebenarnya.

Saksi juga menerangkan jika pada saat Tim Pemetaan BNNK Langkat ke datang, langsung disambut oleh Sri Bana yang saat itu menjelaskan terkait keberadaan lokasi panti milik TRP.

Hakim bertanya pada saksi apakah pemetaan lembaga rehab milik TRP sudah sesuai dengan pemetaan? Dan dijawab saksi bukan.

Yang pasti, saksi melihat lokasi kereng rehab milik TRP tidak layak.

Majelis Hakim terus mencecar, mengapa kalau lokasi rehab milik TRP tidak layak pihak BNN membiarkan kereng tersebut terus beroperasi sampai kasus ini terbongkar? Saksi makin kebingungan.

Anehnya, kendati saksi sudah melaporkan hasil pengamatan dan pemetaan lokasi kepada Kasi Rehabilitasi, namun hasil rekomendasi yang dikeluarkan sangat berbeda.

“Ingat, saat kalian meninjau lokasi melakukan pemetaan, kalian menggunakan uang negara. Tapi mengapa hasilnya bisa berbeda?” ujar JPU yang membuat saksi semakin tak berdaya.

Saksi menjelaskan bahwa saat mereka datang mengunjungi kerangkeng rehab milil TRP, waktu mereka sangat dibatasi oleh pihak kereng.

Sementara itu, saat Hakim menanyakan kepada para terdakwa terkait semua keterangan para saksi khususnya saksi korban sodomi, seperti biasa para terdakwa membantah semua keterangan saksi.

Persidangan kasus kerangkeng maut milik TRP di Pengadilan Negeri Stabat akan dilanjutkan pada Selasa (13/8/2022) pekan depan.

Reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment