Kasus Kerangkeng Maut, Hasil Visum Ahli Forensik Kematian Sarianto Tidak Wajar

kerangkeng maut

topmetro.news – Sidang lanjutan kasus kerangkeng maut ilegal milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin (TRP) kembali digelar di Ruang Prof.Dr.Kesuma Atmaja Pengadilan Negeri Stabat, Rabu (14/9/2022)

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Halida Rahardhini (Hakim Ketua) serta Adriansyah dan Dicky Rivandi (masing-masing Hakim Anggota) membuka sidang atas nama terdakwa Dewa PA dkk terkait tewasnya Sarianto Ginting, menghadirkan saksi ahli Forensik dr.H.Mistar Ritonga S.Pfm.

Sementara sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kasi Pidum Kejari Langkat Indra Ahmadi Effendy Hasibuan SH, Sai Sintong Purba SH, Baron Sidik Saragih SH MKn dan Jimmy Carter A SH MH.

Pada fakta persidangan kasus kerangkeng maut yang menghadirkan saksi dokter ahli forensik tersebut menjelaskan jika kematian Sarianto dinilai tidak wajar.

Hal itu diketahui saat Majelis Hakim mengutarakan tentang adanya petunjuk dari hasil visum yang disampaikan dokter ahli forensik dr.H.Mistar Ritonga S.Pfm dalam berkas dakwaan.

Majelis Hakim menunjukkan foto-foto tulang-belulang jenazah alm.Sarianto.

“Apakah dengan hasil visum yang dilakukan saksi serta Tim Forensik menunjukkan berarti kemtian Sarianto tidak wajar? Karena disebutkan bahwa ada pendarahan otak sebelah kiri, patah tulang kiri tengkorak,” ujar Majelis Hakim.

Kemudian dijelaskan saksi bahwa dari hasil visum Tim Forensik diketahui kondisi tulang belulang korban penuh dengan tanda-tanda kematian yang tidak wajar akibat benturan benda keras,” terang saksi.

Kemudian Majelis Hakim menanyakan terkait eksumasi makam Sarianto Ginting. “Coba saksi ahli menjelaskan apa perbedaan eksumasi dengan outopsi agar kita semua bisa memahami,” tanya Hakim.

Kemudian saksi menjelaskan jika eksumasi kegiatan pembongkaran serta pengambilan/pengangkatan jenazah dari kuburan.

“Sementara outopsi merupakan pemeriksaan kondisi jenazah. Jadi eksumasi mengeluarkan jenazah dari kubur untuk dioutopsi. Dari outopsi tersebut dapat diketahui penyebab kematian jenazah,” terang saksi.

Ditambahkan saksi, pada saat outopsi tergantung kondisi lamanya kematian jenazah. Sebab, semakin lama kondisi jenazah, akan semakin rumit diketahui penyebab kematiannya.

“Kematian Sarianto ada kendalanya karena organ tubuhnya sudah tidak ada. Tapi tetap bisa untuk mengetahui penyebab kematiannya,” terang saksi.

Saksi menjelaskan jika dijumpai resapan pembekuan darah, terus di tulang alis sebelah kiri juga. “Tulang pipi sebelah kiri mengalami pendaarahan. Rahang kiri dan kanan juga ditemukan resapan darah,” ujar saksi.

Selanjutnya JPU juga menanyakan apakah pendarahan di tengkorak sebelah kiri itu karena faktor hantaman benda tumpul akan berpengaruh kw bagian kanan? Dijawab saksi sangat bisa.

“Kalau di sebelah kepala kanan yang dipukul tapi munculnya bisa pendarahan di sebelah kiri, karena saat dipukul pakai benda tumpul dengan kuat, otak larinya (menggeser) ke sebelah kiri. Karena saat dipukul otomatis korban bergerak bisa lebih cepat dari pergerakan otaknya.

“Bisa disimpulkan jika korban Sarianto ada mengalami kekerasan di kepala. Karena ditemukan ada patahan tulang kepala sebelah kiri,” ujar saksi.

Majelis Hakim menerangkan jika mayat Sarianto ditemukan di dalam kolam. Apakah akibat pemukulan itu saat di dalam air semakin mempercepat resiko kematian?

“Bisa saja korban tidak langsung mati. Tapi makin kencang pendarahannya makin cepat resiko kematian,” terang saksi.

Kemudian JPU menanyakan penyebab kematian Sarianto Ginting apakah karena tenggelam? Dijelaskan saksi bahwa keadaan korban sudah mengalami pendarahan.

“Kematian korban karena adanya tindakan rudapaksa. Karena korban sudah tidak tahan merasakan sakit yang luar biasa,” ujar saksi.

Hakim kembali menanyakan apakah benturan bisa disebut rudapaksa. Sebab, saat korban diceburkan ke dalam kolam, korban masih bisa muncul ke permukaan air dan sempat menyapa.

“Bisa saja, karena akibat benturan dari awal, sehingga saat di dalam air korban berusaha menghirup oksigen, tapi karena kemampuan otak tidak bisa menerima oksigen sehingga korban tidak mampu lagi bertahan,” terangnya.

Hakim kembali bertanya kepada saksi apakah saat melakukan outopsi menemukan ada tanda-tanda pendarahan di pergelangan tangan korban? Saksi menjelaskan ada menemukan tanda-tanda kekerasan di pergelangan tangan atas kiri. Sementara di bagian kaki dokter forensik tidak menemukan bekas kekerasan.

“Karena kaki korban hanya tinggal tulang belulang. Tapi bisa saja tergantung kuatnya pukulan tersebut,” ujar saksi.

Terkait sikap gantung monyet yang dilakukan para korban (diperagakan pegawai PN) jika dilakukan dalaam jangka lama apa resiko yang terjadi serta apa dampak negatif yang ditimbulkan.

“Bisa saja kelelahan dan sakit. Secara umum akan mengganggu suplai oksigen ke otak,” tandas saksi.

Kemudian Majelis Hakim menanyakan kepada terdakwa dalam menyikapi penjelasan saksi dan apakah ada yang ingin disampaikan, terdakwa Dewa PA dkk menyatakan tidak tahu.

Reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment