Jadi Narasumber, dr Susanti Paparkan Materi UU TPKS kepada Peserta Seminar GMKI Siantar Simalungun

Wali Kota dr Susanti Dewayani SpA memaparkan materi tentang Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Di mana Pemko Pematang Siantar sudah menyesuaikan kebijakan mereka dengan UU tersebut.

topmetro.news – Wali Kota dr Susanti Dewayani SpA memaparkan materi tentang Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Di mana Pemko Pematang Siantar sudah menyesuaikan kebijakan mereka dengan UU tersebut.

Wali Kota menyampaikan paparan tersebut dalam seminar Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (BPC GMKI) Siantar Simalungun. Seminar dengan tema ‘Lahirnya UU TPKS: Momentum Mewujudkan Mahasiswa Anti Kekerasan Seksual’ itu diikuti dr Susanti melalui zoom meeting dari rumah dinas wali kota, Jalan MH Sitorus, Senin (26/6/2023).

Mengawali paparannya, dr Susanti mengatakan secara pribadi dan atas nama Pemko Pematang Siantar menyampaikan apresiasi dan memberikan support kepada BPC GMKI Siantar Simalungun yang telah menyelenggarakan kegiatan tersebut.

“Jika menilik kembali pada UUD 1945, maka negara berpandangan segala tindakan kekerasan, termasuk kekerasan seksual adalah sebuah pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap martabat manusia. Serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan,” katanya.

Ia menambahkan, UU TPKS penting sebagai bentuk perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. “Sebab permasalahan kekerasan seksual telah menjadi momok dalam pembangunan manusia dan Indonesia,” terang dr Susanti.

Dalam hal tersebut, lanjutnya, negara wajib melindungi warga negaranya dari kekerasan seksual. Salah satunya dengan adanya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS.

“UU ini berisi 93 pasal. Dan resmi diundangkan setelah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, pada tanggal 9 Mei 2022 lalu,” tukasnya.

dr Susanti menjelaskan, UU TPKS sangat urgen. Karena regulasi nasional yang ada selama ini, seperti KUHPidana, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perkawinan, UU ITE, hingga UU Pornografi, belum cukup dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Serta juga belum bisa sepenuhnya menjadi payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual.

Tabu

Secara eksplisit, lanjut dokter spesialis anak itu, banyak korban kekerasan seksual memilih untuk tidak melapor. Sebab dalam realisasinya, umumnya masyarakat masih menganggap seksualitas sebagai sesuatu hal yang tabu.

Banyak korban yang tidak berani ‘speak up’, karena masyarakat secara sosiologis masih menganggap seksualitas itu sebagai hal yang tidak layak jadi perbincangan secara terbuka. Suatu hal yang saru, pantang, dan sifatnya cenderung aib. Sehingga hal ini membuat tidak adanya kesempatan bagi korban untuk mencari keadilan.

Pemko Pematang Siantar, sambungnya, mengucapkan terima kasih kepada BPC GMKI Pematang Siantar Simalungun yang telah menyelenggarakan webinar ini. Sehingga UU TPKS bisa tersosialisasikan di kalangan masyarakat.

“UU TPKS adalah hasil kerja dan komitmen dari pemerintah. Maka dari itu, kami berharap implementasi UU ini nantinya dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak di Indonesia. Karenanya, perempuan Indonesia tetap harus semangat,” terangnya.

dr Susanti juga berharap UU TPKS mampu menjadi sarana mencegah kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi para pelakunya.

“Walaupun sudah ada undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual. Namun kita semua, khususnya kaum perempuan hendaknya tetap menjaga diri dari peluang menjadi korban kekerasan seksual. Jika tindak pidana kekerasan seksual dan tindak pidana lainnya bisa diminimalisir, termasuk di Kota Pematang Siantar, tentunya ini akan turut mempercepat terwujudnya ‘Pematang Siantar Sehat, Sejahtera, dan Berkualitas’,” tutup dr Susanti.

penulis | Agustian Tarigan

Related posts

Leave a Comment