TOPMETRO.NEWS – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) membangun sebanyak 9 unit pelayanan terpadu (UPT) dibawah Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), hal tersebut dilakukan guna mengatasi berbagai persoalan tenaga kerja di Sumatera Utara.
“Namanya kehidupan pasti banyak masalah tapi sebagian besar sudah kita selesaikan. Oleh karena itu, Sumut kita bagi 33 kabupaten / kota menjadi ada 9 UPT, nanti UPT-UPT ini yang menindaklanjuti aduan pekerja yang selama ini terfokus di kabupaten / kota saja atau di provinsi saja,” ujar Frasn Bangun selaku Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja Provsu kepada TOP METRO, usai mengikuti rapat bersama sejumlah elemen buruh yang sebelumnya menggelar aksi didepan kantor gubernur Jalan Diponegoro Medan, Selasa (8/8/2017).
Menurut Frans, dengan UPT tersebut diharapkan pelayanan lebih cepat , pelayanan lebih baik pada masyarakat. Sedangkan berkenaan dengan kewenangan dapat melakukan pembinaan, penyidikan dan pelatihan termasuk mengatasi masalah-masalah.
“Jadi, nggak ada alasan lagi, kami mau ngadu kemana. Adukan saja ke UPT nanti tembusannya ke Disnaker,” ucapnya sembari menjelaskan sejumlah daerah yang menjadi prioritas UPT seperti Kota Medan dan Deli Serdang sebagai barometer, daerah lainnya Nias membawahi kepulauan Nias, Labuhan Batu untuk kawasan Labura dan Labusel.
Frans mengakui keterbatasan jumlah pengawas di Disnaker Provsu selama ini yang hanya berjumlah 88 orang terhadap puluhan ribu perusahaan yang ada di Sumatera Utara.
”Masalahnya orang-orang kita mengeluhkan lamanya masa pelatihan yang mencapai 4 bulan, mereka maunya seminggu sudah selesai. Tapi nggak ada alasan karena minim nggak bekerja, sudah ratusan kita selesaikan soal tenaga kerjanya,” tambahnya.
Sebelumnya, Seratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara mendatangi Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Selasa (8/8) guna menolak terkait wacana pemerintah yang berencana akan menurunkan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Selain di Sumut, aksi serupa juga serentak dilakukan di seluruh Indonesia dan berpusat di Istana Negara. Ketua FSPMI Sumut Willy Agus Utomo mengatakan, wacana itu semakin mencekik buruh. Jika diberlakukan, penurunan nilai PTKP mewajibkan seluruh buruh harus membayarkan pajak penghasilan.
“Itu kita tolak, karena membuat buruh semakin sengsara. Untuk makan saja susah, masa dibebani lagi,” kata Willy Agus Utomo.
Penurunan nilai PTKP mulai diwacanakan perintah melalui menteri keuangan. Aturan yang berlaku saat ini, batas maksimal penghasilan yang tidak kena pajak adalah Rp4,5 juta per bulan. Apabila batas tersebut diturunkan sehingga disesuaikan dengan UMP, maka akan semakin banyak masyarakat yang penghasilannya dikenai pajak. Sebab, tidak ada daerah dengan UMP mencapai Rp4,5 juta.
Selain wacana soal PTKP, FSPMI juga mengkritisi soal upah padat karya. Mereka menilai, upah padat karya sudah mengangkangi kebijakan UMK dan UMP. Pemerintah juga diannggap tidak pro terhadap buruh.
FSPMI juga menyoal darurat PHK yang terjadi di Sumut. Saat ini PHK dilakukan pengusaha dengan semena-mena. Menurut Willy, pengysaha melakukan PHK lantaran daya beli yang semakin rendah.
“Bagaimana tidak rendah daya belinya. Upah buruh sering tidak sesuai. Masyarakat Indonesia rata-rata buruh. Kami buruh tidak punya daya beli. Sehingga daya beli ke perusahaan juga rendah. Mau tidak mau perusahaan melakukan PHK. Makanya pemerintah harus membuat peraturan tegas terhadap pengusaha untukembayarkan upah sesuai aturan,” kata Willy.(TM/11)