Centong Nasi Bergaya Gorga Batak Memperkenalkan Seni Tradisional Pandoli di Pasar Buah Berastagi

SEJUMLAH seniman Batak khususnya 'Pandoli Gorga' memberikan bentuk-bentuk yang unik terutama dalam seni Gorga Centong Nasi

SEJUMLAH seniman Batak khususnya ‘Pandoli Gorga’ memberikan bentuk-bentuk yang unik terutama dalam seni Gorga Centong Nasi. “Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan kembali semangat berbudaya bagi masyarakat khususnya kalangan muda,” kata penggagasnya, S Ginting, di Pasar Buah Berastagi, beberapa waktu lalu.

Dalam Pandoli Gorga ini akan ditunjukkan kepada kalangan muda untuk mengasah kemampuan berkesenian dari berbagai aliran.

Penggiat seni yang juga menjadi salah seorang tenaga seniman mengatakan, pada perkembangan zaman saat ini, budaya-budaya daerah, khususnya di lingkungan masyarakat Batak sudah banyak yang bergeser.

Sementara itu, mahasiswa Prodi Sastra Batak Universitas Sumatera Utara menganggap, bahwa kegiatan budaya khususnya dalam bidang kesenian sangat minim dilakukan, baik oleh pihak pemerintah maupun lembaga kebudayaan, sehinggga terjadi degradasi budaya.

Motif gorga sendiri merupakan salah satu elemen penting dalam Budaya Batak. Biasanya diaplikasikan pada rumah adat, pakaian tradisional, maupun peralatan sehari-hari. Namun kini, sentuhan seni gorga juga diadaptasi pada benda-benda fungsional, seperti: gelang, gantungan kunci, kalung, serta centong nasi.

“Kami berharap, dengan memperkenalkan centong nasi bergaya gorga di Pasar Buah Brastagi, masyarakat semakin mengenal dan menghargai warisan Budaya Batak yang kaya akan makna dan filosofi,” tambah S.Ginting.

Setiap pengunjung yang datang melihat centong nasi unik itu pun tampak antusias. Mereka tidak hanya tertarik untuk membelinya, tapi juga ingin mempelajari lebih jauh mengenai makna dan filosofi di balik motif Gorga Batak.

Upaya memperkenalkan seni tradisional melalui produk fungsional sehari-hari di Pasar Buah Tradisional ini dinilai sebagai salah satu cara efektif untuk melestarikan warisan budaya lokal di tengah arus modernisasi.

“Mangida Gorga Batak di centong nasi na biasa, pasti do manonggot roha molo di ida. (Melihat Gorga Batak di centong nasi biasa, pasti membuat kagum kalau lihat),” katanya.

Inilah yang terjadi di Pasar Buah Berastagi, di mana para pengunjung dibuat terpesona dengan kehadiran centong nasi bermotif gorga yang unik. S Ginting penggagas ide kreatif ini pun menjelaskan segala sesuatunya dengan semangat.

“Dang hea do pe huida gorga di sendok indahan. Alai nunga husungkun tu natua-tua, boi do tapake gorga tu dia pe, asal marroha do. (Tidak pernah saya lihat gorga di sendok nasi. Tapi sudah saya tanya ke yang tua-tua, boleh kita pakai gorga di mana pun saja asal dengan hati),” katanya.

Para seniman muda yang terlibat dalam pembuatan gorga ini menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengukir setiap detail motif. “Marserah do anggi manukir gorga on. Alai pos do roha molo dung salose. (Lelah memang mengukir gorga ini. Tapi puas rasanya kalau sudah selesai),” kata Ucok, salah satu pengrajin muda.

Mahasiswa Prodi Sastra Batak Universitas Sumatera Utara yang berkunjung ke lokasi menambahkan, “Denggan situtu do akka na poso mangihuthon tradisi ni ompunta (Bagus sekali anak muda mengikuti tradisi leluhur kita).

“Molo adong do na ra marsiajar, au pe ra do mangajari. Asa unang mago budaya ni ompunta on. (Kalau ada yang mau belajar, saya pun mau mengajari. Agar tidak hilang budaya leluhur kita ini),” tutup S Ginting dengan penuh harap. (Penulis: Jefri Harniko Pasaribu/Prodi Sastra Batak – Fakultas Ilmu Budaya USU)

Related posts

Leave a Comment