topmetro.news – Sejumlah wartawan menunggu Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman di depan ruangannya, Rabu (22/1/2025), guna mengkonfirmasi dugaan terima ‘upeti’ terkait gelar perkara khusus, yang katanya, dipimpinnya pada 4 Desember 2024 lalu.
Sudah dua hari mereka menunggu di sana, namun upaya para wartawan tersebut masih belum ‘membuahkan’ hasil dan tetap diarahkan ke Humas Polda Sumut. Padahal para wartawan sudah berupaya menjelaskan, bahwa mereka ingin mengkonfirmasi soal tudingan ‘upeti’ tersebut langsung kepada yang bersangkutan. Namun para wartawan tetap diarahkan ke Humas Polda Sumut.
Dugaan soal ‘upeti’ itu sendiri dimunculkan Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak) Max Donald. Sembari mengutarakan beberapa poin kepada wartawan, Donald pun menyebut, bahwa tudingannya tersebut bukan tak berdasar.
“Bagaimana mungkin penetapan tersangka sudah dengan melakukan gelar perkara, namun diduga bisa berubah dengan gelar perkara khusus yang terkesan tergesa-gesa digelar pada 4 Desember lalu yang dipimpin Kabag Wassidik, berlanjut dengan dugaan raibnya dua unit ekscavator PT Jui Shin Indonesia dari Mapolda Sumut yang sebelumnya dijadikan barang bukti,” jelas Max menyebut sebagai poin yang pertama.
“Diduga setelah melepas kan dua ekscavator itu, status tersangka menjabat direktur dan beberapa karyawan perusahaan selanjutnya akan dibatalkan dengan hasil gelar perkara khusus yang mengundang saksi ahli yang mereka dadtangkan sendiri,” kata Max.
Kembali ke soal upaya konfirmasi kepada Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman soal tudingan di atas, kembali wartawan mencoba mendatangi ruang kerjanya. Namun di pintu depan, beberapa orang staf mengatakan agar menunggu. Namun sampai hampir malam, mantan Kapolres Tanah Karo itu tak pernah muncul.
Hanya saja ada rekan wartawan yang mengaku melihat sebuah mobil ‘bergerak’ dari lokasi parkir yang biasa digunakan Kabag Wassidik dan tidak jelas siapa di dalamnya.
Sekedar informasi, PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI dilaporkan Sunani ke Polda Sumut sekira Januari 2024 lalu atas dugaan pencurian pasir kuarsa dari lahan Sunani dan pengrusakan lahan Sunani di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara-Sumut.
Kasus tersebut sejak setahun lalu dan sampai saat ini belum ada kejelasa. Malah kabar yang berkembang, Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman diduga ada terima ‘upeti’ agar kasus PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI yang diketahui milik Chang Jui Fang beralih ke kasus perdata.
Padahal sebelumnya kasus ini sudah mulai terang dengan diamankannya barang bukti dua unit alat berat ekscavator dari lokasi pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara dan direktur pun ditetapkan sebagai tersangka. Namun belakangan disebut-sebut ada gelar perkara khususu dipimpin Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman.
Di mana gelar perkara khusus itu memanggil korban/pelapor Sunani untuk hadir pada 4 Desember 2024, sedangkan surat undangan dikirim pada Senin 3 Desember 2024.
Sementara itu, Dr Darmawan SH SE MH MPd CTLA Mediator selaku kuasa hukum Sunani, juga mempertanyakan terkait gelar perkara khusus itu. “Dalam kasus ini sudah ditetapkan tersangka dari hasil gelar perkara, berarti sudah terpenuhi alat bukti. Terlepas tersangka terbukti bersalah atau tidak, biarkan pengadilan yang memutuskan,” tutur Dr Darmawan Yusuf.
Soal dugaan kasus yang dilaporkan kliennya, hendak dialihkan menjadi kasus sengketa tambang, tanah, atau lainnya, Pimpinan Law Firm Darmawan Yusuf Associates (DYA) itu menegaskan, itu tidak bisa.
“UU Minerba tidak mengatur pencurian pasir kuarsa atau pengrusakan tanah. Tindak pidana ini merupakan tindak pidana umum yang diatur dalam Pasal 363 KUHP (pencurian) dan 406 KUHP (pengrusakan). Oleh karena itu, penerapan KUHP menurut saya sudah tepat,” jelas Dr Darmawan.
“Perbuatan mengambil pasir kuarsa tanpa izin dan merusak tanah adalah tindak pidana umum murni yang diatur dalam KUHP yang tidak tergolong dalam pidana khusus, sengketa tambang atau administratif. Sengketa tambang terkait dengan batas wilayah atau izin operasional WIUP. Sedangkan kasus ini menyangkut tindak pidana umum yang merugikan klien kami sebagai pelapor,” sambungnya.
Lulusan Cumlaude Doktor Fakultas Hukum USU ini mengatakan, bahwa Polda Sumut sebenarnya tidak perlu susah-susah untuk menindak terkait misal ada dugaan pidana tambang. “Mereka kan bisa berdiri sendiri. Melalui Ditreskrimsus, bisa membuat laporan Model A. Tanpa ada masyarakat melaporkan, polisi bisa menindaknya dengan Laporan Pendahuluan Model A yang dibuat oleh polisi sendiri, lalu bisa dikembangkan dari lidik, sidik, lalu penetapan tersangka,” tuntasnya.
berbagai sumber