topmetro.news – Komisi II DPRD Medan kembali akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin (10/2/2025), terkait pengaduan pihak PGRI karena tidak diberi izin lagi menumpang menggunakan gedung sekolah negeri dalam proses belajar mengajar oleh Pemko Medan.
Diharapkan, dalam rapat nanti mendapat solusi terbaik, sehingga perlu dihadiri langsung Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan dan bagian aset Pemko Medan serta pengurus Yayasan PGRI.
“Sudah kita jadwalkan, Senin (10/2/2025), Komisi II RDP setelah agenda paripurna,” ungkap Wakil Ketua Komisi II Modesta Marpaung, kepada wartawan, Jumat (7/2/2025).
Ia berkeinginan agar persoalan itu dapat dicari solusi dengen tetap mengedapan perjuangan nasib anak didik serta guru yang telah lama mengabdi.
Diketahui, dalam RDP sebelumnya, Senin (3/2/2025), belum ada keputusan rapat. Hanya saja, salah satu pihak pengadu, Kepala SMP Swasta PGRI 4 Medan Riang Sihite, menangis terisak-isak saat memaparkan keluhan mereka karena tidak diizinkan lagi menumpang di gedung sekolah negeri dalam menjalankan proses belajar mengajar oleh Pemko Medan.
Maka itu, Riang Sihite berharap kepada Komisi II DPRD Medan dapat memfasilitasi keluhan mereka. Riang Sihite mengatakan kalau untuk PGRI mendapatkan gedung sendiri tidak mungkin karena mereka tidak ada uang. “Kami sekolah miskin dan perlu bantuan. Kami berharap tidak ada pengusiran,” harapnya.
Sementara dalam penelusuran wartawan, SMP Negeri 8 Medan adalah salah satu tempat menumpang Gedung SMP Swasta PGRI 4. Menurut Wakil Kepala SMPN 8 Zulkarnaen kepada wartawan, benar SMP Swasta PGRI 4 menggunakan Gedung SMPN 8 dalam proses belajar-mengajar dan sarana prasarana lainnya.
“Iya, ada sekitar 4 ruangan dipergunakan mereka (SMP Swasta PGRI 4-red) untuk belajar dan mereka masuk sore. Kelas VI SMPN 8 memang ada juga masuk sore tetapi hanya 10 kelas,” terang Zulkarnaen.
Ketika ditanya, bagaimana kerjasama mereka, dalam satu lingkungan sekolah ada dua kepala sekolah, Zulkarnaen mengatakan tidak ada kerjasama maupun kesepakatan soal perawatan gedung maupun fasilitas lainnya.
Begitu juga soal pembayaran uang listrik sekitar Rp2 juta per bulan, uang sampah dan keamanan serta lainnya. Zulkarnaen menyebut hanya pihak SMPN 8 yang membayar keseluruhan tanpa melibatkan pihak SMP Swasta PGRI 4.
Dengan adanya dua sekolah di tempat mereka, sedikit ada hal yang menjengkelkan yakni ketika ada siswa SMP Swasta PGRI yang melanggar aturan di lingkungan sekolah. Zukarnaen menyebut, jika pihaknya yang menegur atau melarang, siswa tadi merasa tidak terima.
“Mungkin karena murid tadi merasa yang menegur bukan lah gurunya,” imbuhnya.
Hal yang lain lanjut Zulkarnaen, sering penempatan posisi kursi dan meja selalu berubah dari yang ditetapkan. Sama halnya dengan fasilitas lainnya, terkesan tidak saling menjaga.
Ketika wartawan mempertanyakan lebih detail, Zulkarnaen terkesan tertutup. Sama halnya dengan Kepala SMPN 8 Sitara Simatupang, sejak kedatangan wartawan langsung mengelak bertemu dengan wartawan.
Sedangkan keterangan Kepala SMP Swasta PGRI 1 Desmawati Ginting kepada wartawan, Jumat (7/2/2025), mengaku pihaknya menumpang di SDN 064012 Jalan DI Panjaitan sejak tahun 1980 dan dianya menjabat kepsek sekira 12 tahun.
Saat ini SMP PGRI 1 memiliki murid sekitar 60 orang yakni Kelas VI=20 orang, Kelas VII=18 orang, dan Kelas VIII=21 orang. Pihak PGRI sama-sama menanggung uang air dan listrik. Bahkan untuk melakukan perbaikan pintu, meja kursi juga pernah dilakukan.
“Kami di sini saling kerjasama,” terang Desmawati.
Ditambahkan, muridnya mayoritas warga kurang mampu dan untuk bayar uang sekolah sering dicicil dengan bayaran Rp75 ribu /bulan.
reporter | Thamrin Samosir
