topmetro.news, Medan – Praktik mafia tanah di Kabupaten Toba kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, seorang perempuan lansia berusia 64 tahun, Murniaty Sianturi, diduga menjadi korban persekongkolan antara mafia tanah, oknum aparat penegak hukum, dan pihak-pihak tertentu.
Ironisnya, Murniaty malah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Toba atas kepemilikan tanah warisan yang telah dikuasainya selama 28 tahun.
Kuasa hukum Murniaty, Roni Prima Panggabean, mengungkapkan bahwa praktik mafia tanah di wilayah itu diduga sudah sistemik dan melibatkan oknum di berbagai instansi.
“Patut diduga praktik mafia tanah di Kabupaten Toba sudah sangat mengakar. Aparat penegak hukum, oknum pemerintah, dan pihak terkait lainnya seperti oknum BPN diduga ikut terlibat dalam upaya mengkriminalisasi rakyat demi kepentingan pribadi,” tegas Roni, Rabu (28/5/2025).
Roni menyebut, terdapat setidaknya 13 orang yang menjadi korban dugaan persekongkolan tersebut. Seluruhnya pernah menjual tanah kepada Yayasan DEL dan memberikan kuasa kepada Tuan Saut Parlinggoman Napitupulu di hadapan Notaris Julitri Roriana pada 23 Februari 2024.
Namun, pasca transaksi, muncul Laporan Polisi (LP) atas nama pelapor Dompak Marpaung pada 5 April 2024. Roni mempertanyakan keabsahan laporan tersebut, mengingat Dompak sudah meninggal dunia dan disebut tidak memiliki hak atas tanah yang disengketakan.
“Berdasarkan keterangan warga dan saksi, Dompak Marpaung tidak punya sejengkal tanah pun di lokasi yang dibeli Yayasan DEL. Kenapa laporan ini bisa dijadikan dasar hukum oleh penyidik Polres Toba?” tanya Roni.
Lebih lanjut, Roni menegaskan bahwa kliennya, Oppung Murniaty, tidak pernah dikonfrontasi atau diperiksa sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyayangkan proses hukum yang dinilai tidak profesional dan menyatakan akan melaporkan penyidik ke Mabes Polri.
“Kami akan bawa nama-nama penyidik ini ke Jakarta agar Kapolres Toba yang baru tidak tercemar ulah bawahannya. Bahkan, Yayasan DEL sebagai pembeli sah tanah tersebut tidak pernah dilaporkan. Ini jelas aneh,” ucapnya.
Murniaty Sianturi sendiri mengaku bahwa tanah yang disengketakan adalah warisan orangtuanya dan telah dikuasai serta dikelola selama 28 tahun. Ia bahkan membuat pagar kawat duri sebagai batas tanah.
Lebih mencengangkan, ia mengungkap bahwa dirinya diminta uang damai sebesar Rp50 juta oleh sejumlah oknum yang disebut-sebut berasal dari Polres, BPN, dan perangkat desa.
Daftar 13 Pemilik Tanah yang Ditransaksikan kepada Yayasan DEL:
1. Edison Marpaung, Tumpal Marpaung, Levri Marpaung – 3.796 m².
2. Haposan Aritonang – 3.969 m².
3. Edison, Tumpal, Levri Marpaung – 3.616 m².
4. Mangatas Marpaung – 986 m².
5. Raden Pandapotan Marpaung – 1.825 m².
6. Rumia Sibuea – 2.818 m².
7. Samot Marpaung – 1.680 m².
8. Tanah di utara milik Tumpal Marpaung – 3.828 m².
9. Murniaty Sianturi – 1.909 m² (tersangka).
10. Bangun Simangunsong – 2.799 m².
11. Sagom Marpaung – 800 m².
12. Halomoan Marpaung SE – 1.098 m².
13. Pargaulan Simangunsong – 9.073 m².
“Kami pastikan akan membuka tabir mafia tanah ini sampai ke akar. Jika Polres Toba tak berani menyentuh Yayasan DEL yang pemiliknya Luhut Binsar Pandjaitan, maka ada sesuatu yang perlu dipertanyakan,” kata Roni.
Ia pun mengingatkan Polres Toba untuk tidak semena-mena dalam menegakkan hukum.
“Kalau Jenderal bintang dua bisa dipecat karena pelanggaran, apalagi ini hanya Polres. Kami akan kawal kasus ini sampai ke pusat,” pungkas Roni.
Reporter|Suriyanto
