Tantangan PWI Jaman Now, di Tengah Arus Idealistis dan Realistis

raker pwi pusat

topmetro.news – Raker PWI Pusat digelar di Jakarta, 21-22 Januari 2019. Ini merupakan rapat kerja pertama, sejak terbentuk pengurus baru di bawah Ketua Umum Atal Sembiring Depari, hasil Kongres PWI di Surakarta, 27-30 September 2018.

Pada kesempatan ini, Atal Sembiring Depari menegaskan kembali janjinya di depan kongres. Bahwa di tengah perkembangan media massa dan media sosial Tanah Air yang diwarnai berbagai perubahan, ia akan membawa PWI lima tahun ke depan dengan visi baru. “Menjadikan PWI organisasi profesional dan bermartabat di era transformasi lanskap media dengan spirit kebangsaan, kebebasan, dan kreativitas digital. PWI jaman now,” katanya.

Wujud dari PWI jaman now itu, misalnya pengelolaan organisasi akan menggunakan platform IT PWIapp. Dengan aplikasi yang ada, bisa melayani kebutuhan interaksi informasi pengurus pusat, provinsi hingga kabupaten, serta anggota PWI seluruh Indonesia. Juga masyarakat yang ingin tahu kegiatan PWI di berbagai bidang. Mulai dari kegiatan pendidikan, Sekolah Jurnalisme Indonesia(SJI), Uji Kompetensi Wartawan (UKW), hingga kegiatan lain di dalam dan luar negeri.

Bahkan PWIapp itu juga kelak dapat dijadikan sarana pendidikan jarak jauh. Sehingga bisa diakses semua anggota PWI, terutama yang berada di berbagai pelosok Indonesia. Ada pun untuk menjangkau kaum milenial, PWI menggunakan media sosial, seperti Instagram, Facebook, Youtube, dll. “Pokoknya semuanya cukup dari ponsel masing-masing,” ujar Atal.

Seiring dengan pelaksanaan pileg dan pilpres 17 April 2019, PWI akan mengaktifkan kembali Mapilu (Masyarakat Pemantau Pemilu) PWI. Tujuannya melakukan pemantauan pelaksanaan Pemilu dari Sabang sampai Merauke. Sehingga tercipta Pemilu yang bersih.

Idealistis vs Realistis

Raker PWI Pusat yang berlangsung hingga hari ini, akan dipuncaki dengan seminar dengan mengangkat topik ‘Peranan Pers di Era Digital Dalam Mendukung Pembangunan Daerah’. Menampilkan tiga pembicara, Gubernur DKI Jakarta, Ketua Dewan Pers, dan Direktur Utama Bank DKI

Seluruh peserta rapat kerja, sepakat bahwa dalam menjalankan tugas, pers harus berpegang pada Kode Etik Jurnalistik. Dalam Kongres PWI di Solo 2018, malah menambah satu lagi Kode Etik Perilaku. Dengan dua kode etik ini, dimaksudkan agar profesi wartawan bisa dijalankan dengan profesional dan berintegritas.

Disesalkan jika pers mengabaikan Kode Etik Jurnalistik, demi mengikuti ‘irama gendang’ pihak lain, sehingga kehilangan sikap kritis. Contoh terbaru, bagaimana media sosial dan media mainstream beramai-ramai ‘menghakimi’ Vanessa Angel, dalam kasus prostitusi via online.

Menurut Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang, saat ini ada tiga kategori ancaman terhapat pers. Antara lain, pemerintah, preman (di belakangnya partai) dan pemilik modal yang 95% berafiliasi pada partai.

Seiring dengan itu, Indek Kebebasan Pers yang diumumkan Dewan Pers menunjukkan bahwa intervensi pemerintah pada media menurun. Sedangkan intervensi pemilik media atau pemilik modal pada news room (wartawan) meningkat.

Diksi ‘intervensi’, khususnya untuk pemilik media, pemilik modal pada news room, wartawan memancing pro kontra. Pihak yang pro menganut pandangan bahwa pemilik media tidak boleh mencampuri idealisme kerja redaksi dan wartawan yang otonom. Sedangkan yang kontra, melihat secara realistis, bahwa usaha media harus dijalankan pemilik modal/ media, bersama wartawan/news room agar tetap hidup. Apalagi di tengah kondisi pers yang sulit sekarang ini.

Loyalitas Wartawan

Margiono, yang menjabat Ketua Umum PWI dua periode, yang kini duduk sebagai Ketua Dewan Penasihat PWI, mengingatkan bahwa media tidak hidup di ruang hampa. Karena itu harus belajar pada kondisi riil. “Sepanjang seseorang menjadi wartawan, ya harus tunduk pada (pemilik) medianya. Kalau tidak mau tunduk, ya bikin media sendiri,” ujarnya.

Dia menambahkan, bahwa wartawan harus membela perusahaan supaya tetap hidup.

reporter: Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment