Sidang IPA Martubung, Kejari Belawan Dituding Gunakan Auditor tak Layak

proyek ipa martubung

topmetro.news – Kuasa hukum terdakwa dugaan kasus korupsi Proyek IPA Martubung, Andar Sidabalok SH MH menyebut, bahwa Kejari Belawan telah menggunakan jasa auditor tak layak. Hal itu disampaikannya kepada media, usai sidang lanjutan Proyek IPA Martubung, Kamis (31/1/2019), di PN Medan.

“Bukan hanya sekadar auditor tak layak. Bahkan yang katanya hasil audit itu pun tidak layak disebut hasil audit. Karena itu adalah merupakan BAP oknum bernama Hernold Makawimbang, yang dijadikan sebagai saksi. Kemudian BAP itu dijadikan dasar untuk penyebutan adanya kerugian negara. Jadi jelas-jelas tidak layak,” jelas Andar.

“Selain itu, Hernold ini menyebut bahwa data yang digunakannya berasal dari Kejati Sumut. Sementara Kejati Sumut melakukan pemeriksaan hanya untuk masalah izin dan keterlambatan kerja. Bukan audit,” sambungnya.

Tak Pernah Diaudit

Soal audit ini pun disinggung dalam sidang menghadirkan Dirut PDAM Tirtanadi Sutedi Raharjo ST dan mantan Dirut Azzam Rizal MEng itu.

Sutedi Raharjo menyebut, bahwa dirinya tidak pernah diaudit baik oleh BPKP maupun badan lain terkait Proyek IPA Martubung. Saksi ini pun menegaskan, bahwa dia tidak kenal dengan Hernold Makawimbang dan tidak pernah diaudit orang tersebut.

Untuk Proyek IPA Martubung, kata dia, memang sudah ada komunikasi informal BPKP. Namun tidak dilakukan audit, karena sudah masuk proses hukum. Disebutkan juga, bahwa yang biasa mengaudit PDAM Tirtanadi adalah BPKP atau KAP (konsultan akuntan publik) yang direkomendasi oleh BPKP. Lalu ada juga pengawasan dari inspektorat.

Selain itu, Sutedi Raharjo menyebut pernah diperiksa oleh Kejati Sumut, satu paket dengan Proyek Sunggal. Dan pemeriksaan oleh Kejati Sumut disebut adalah masalah izin dan keterlambatan pengerjaan. Atas alasan itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut tidak melakukan audit.

Sementara saat diperiksa Kejari Belawan, Sutedi Raharjo mengaku tak ada ditunjukkan hasil audit.

Mengenai kontrak, saksi mengaku mengetahui dilakukan secara EPC ‘lump sum’. Isi garis besar kontraknya adalah membuat satu pengolahan air dengan output minimal 200 liter per detik. Dengan mutu air sesuai ketentuan. Dalam hal ini, rekanan yang merencanakan, membangun, dan melaksanakan pembelian.

Ditegaskan, ‘lump sum’ adalah kontrak dimana semua resiko menjadi tanggung jawab rekanan. Dan kontrak tak pernah diubah. Dan tidak pernah jadi kontrak satuan.

Karena kontrak lump sum maka tak ada adendum pembiayaan. Yang ada adendum penambahan waktu. Adendum pertama 288 hari karena izin-izin. Adendum kedua 118, karena ada masalah gangguan alam, dan juga izin. Adendum ketiga 61 hari juga masih karena izin serta adanya kelangkaan barang.

Sertifikat Penerimaan Pekerjaan

Dijelaskan Sutedi, bahwa pekerjaan dinyatakan selesai 100 persen pada 17 Juli 2016, sesuai laporan PPK. Lalu PPHP memeriksa dan membuat berita acara pemeriksaan pada 1 September 2016. Sementara pembayaran 95 persen dilakukan 11 November 2016.

Dijelaskan, secara umum direksi melihat bahwa kontrak adalah output 200 liter per detik. Maka dinyatakan selesai 100 persen. Itu sesuai kontrak utamanya. Disebutkan juga, bahwa PDAM Tirtanadi sudah beruntung dari IPA Martubung.

Bahkan untuk meyakinkan bahwa output sudah 200 liter per detik, PDAM memanggil ahli dari ITB melalui lembaga di bawah naungan institut itu, yaitu LAPI. “Kalau saya sendiri menyatakan saya bagus kan belum puas. Tapi kalau ada orang lain yang menyatakan bagus barulah pas. Kalau audit saya yang lakukan kan bela diri. Kalau orang lain kan lebih pas,” jelas Sutedi Raharjo.

Sedangkan mengenai pembayaran termin satu hingga empat, dinyatakan bahwa terdakwa tidak pernah memberikan uang kepada saksi. Sewaktu jumpa (satu kali), terdakwa tidak ada memberikan uang kepada saksi ini.

Dalam sidang juga ditunjukkan adanya setifikat penerimaan pekerjaan. Bahwa pekerjan di Proyek IPA Martubung sudah dilakukan uji coba (commisioning) dan selesai 100 persen.

“Pekerjaan EPC pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum Martubung telah diselesaikan, diuji coba, dan diserahterimakan oleh penyedia jasa dengan KINERJA BAIK dan telah sesuai dengan kriteria fungsi yang diisyaratkan dalam kontrak,” demikian antara lain isi setifikat yang ditandatangani oleh Dirut PDAM Tirtanadi Sutedi Raharjo ST dan PPK Ir M Suhairi MM itu.

Kejanggalan BAP

Saat pemeriksaan saksi Sutedi Raharjo, kuasa hukum terdakwa, Andar Sidabalok mengungkapkan kepada hakim, adanya kejanggalan BAP atas nama saksi ini. Yaitu disebutkan pada 3 September 2018 diperiksa oleh Jaksa Nurdiono. Namun di BAP lain atas nama terdakwa dan jaksa yang berbeda, saksi ini juga disebut diperiksa pada tanggal dan jam yang sama persis, seperti di BAP yang diperiksa oleh Nurdiono.

Selain itu Andar Sidabalok menyampaikan, bahwa terdakwa Flora sudah ditetapkan sebagai tersangka, sementara Dirut PDAM Sutedi Raharjo belum diperiksa.

BACA JUGA : Sidang IPA Martubung: Swasta tak layak audit proyek pemerintah

Izin di Luar Prediksi

Menjawab Hakim Rodslowny Tobing yang mempertanyakan soal penetapan jumlah hari kerja yang melenceng, dirut menyebut bahwa soal izin memang di luar prediksi.

Kemudian Rodslowny Tobing menyebut, bahwa soal izin sebenarnya tidak masuk dalam kontrak. Sehingga dia mengaku heran kenapa soal izin jadi masuk dalam kontrak. “Apakah PDAM mau ringannya saja mau cuci tangan? Dan anehnya KSO menerima pula,” kata dia.

Lalu Sutedi menyebut, belajar dari yang sebelumnya, soal izin tak masuk lagi dalam kontrak yang ada sekarang. Dia pun mengakui kalau kalau ada keterlambatan bahwa semua mengalami kerugian termasuk penyedia jasa. Soal kerugian ke PDAM, adalah kerugian psikologis.

Hal lain adalah, bahwa dalam kontrak tidak ada disebut larangan pergantian personel.

Mutu Proyek IPA Martubung

Menanggapi kesaksian Sutedi Raharjo, terdakwa Flora Simbolon menyampaikan, soal ketemu dengan Sutedi memang ditugaskan oleh manajemen sebagai staf keuangan, berkaitan dengan masalah negosiasi dengan PJKA.

Flora pun menjelaskan, bahwa dalam kontrak pun disebut bukan hanya masalah output. Tapi juga bahwa mutu air harus memenuhi Permenkes 492. Sedangkan soal kekurangan yang dilaporkan PPHP disebutnya, sebelum 1 September 2016 sudah diselesaikan.

Kemudian Azzam saat memberi kesaksian menyebut, pemilihan EPC adalah, supaya rekanan bertanggung jawab mulai dari perencanaan hingga selesai. Soal kenapa EPC dipilih adalah, supaya ada yang tanggung jawab kalau sistem tak jalan.

“Kalau beda yang rencanakan beda yang kerjakan kalau kemudian sistem gagal, siapa yang tanggung jawab? Padahal untuk generator saja ada empat, masing-masing punya karakteristik yang beda-beda. Kemudian bukan hanya debit saja yang harus dipenuhi. Tapi juga kualitas air,” katanya.

Namun dia mengaku tidak tahu siapa pemenang lelang, karena sudah diperiksa dan kemudian ditahan. Dia juga tidak tahu soal KSO Promits LJU, serta sama sekali tidak mengenal Flora Simbolon.

Azzam sendiri ditahan terkait kerjasama penagihan rekening air dengan koperasi di PDAM. Dan tidak ada hubungan dengan kasus Proyek IPA Martubung.

reporter: Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment