topmetro.news – Di luar dugaan, oknum JPU Paulina SH MH dalam sidang lanjutan, Kamis (3/10/2019) di Ruang Cakra 9 PN Medan, menuntut terdakwa penipuan Frans Adinata Baris (32) pidana 3,5 tahun penjara. Hakim Ketua Hendra Utama Sutardodo Sipayung SH memberikan kesempatan kepada tim penasihat hukum terdakwa menyampaikan replik, Selasa (8/10/2019).
Sementara menurut tim PH terdakwa, Marthin Simangunsong SH MHum dan Djuara Simanjuntak SH usai persidangan, tindak pidana penipuan sebagaimana didakwakan kepada kliennya ‘dipaksakan’. Oknum JPU Paulina SH,MH dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Karena telah menghilangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Hal Itu telah kami tuangkan dalam nota pembelaan (pledoi) dalam persidangan sebelumnya. Anehnya dalam materi tuntutannya oknum JPU kembali tidak menyinggung keterangan kedua saksi penting. Yakni Saifullah dan Taqwa Alfattah,” tegasnya.
Sebab dalam persidangan sebelumnya kedua saksi menerangkan, terdakwa Frans Adinata sudah ada mengembalikan uang sebesar Rp138 juta kepada saksi korban Yuslin Siregar.
Laporkan JPU
Lebih rinci rekannya Djuara Simanjuntak menguraikan, kalau oknum JPU menjerat Frans Adinata Barus melakukan penipuan dengan motif jual beli mobil. Semestinya menuntut terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan maupun tuntutan.
“Dalam pledoi tempo hari secara rinci kami uraikan. Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban Yuslin Siregar jelas telah mengalami kerugian. Saifullah dan Taqwa Alfattah di persidangan menerangkan, menyaksikan pengembalian uang tersebut,” tegasnya.
Dengan demikian konstruksi hukum yang mendera kliennya, peristiwa tersebut memang ada. Namun bukan merupakan suatu tindak pidana alias ‘onslag’.
Menurut keluarga terdakwa Frans, kemungkinan besar mereka akan mengadukan oknum JPU Paulina ke Asisten Bidang Pengawasan (Aswas) Kejatisu. Karena diduga kuat menghilangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, yakni keterangan atas nama kedua saksi kunci. Yaitu Saefullah dan Taqwa Alfattah.
Donatur Ginjal
Ada pun kronologi sebenarnya, timpal Djuara, Oktober 2018 lalu bermula dari keinginan saksi korban Yuslin Siregar mencari pendonor ginjal. Kebetulan klien mereka bekerja secara freeline di showroom milik Saefullah. Saefullah lah yang menceritakan kalau saksi korban Yuslin Siregar mengeluh sakit pinggang dan sedang mencari pendonor ginjal.
Singkat cerita, setelah menjalani pemeriksaan kesehatan di RS Columbia Medan dan menurut medis kondisi Frans Adinata layak dijadikan donor, maka Yuslin Siregar bersedia memberikan tali kasih sebesar Rp200 juta. Ditambah Rp50 juta pasca-operasi transplantasi ginjal. Serah terima uang tali kasih tersebut juga diperbuat di hadapan notaris di bilangan Jalan HM Yamin Medan.
Kliennya juga dibawa Yuslin Siregar ke rumah sakit di Jakarta. Dan menurut dokternya, Frans layak menjadi donor. Namun setahu bagaimana, ketika akan dilaksanakan transplantasi ginjal, mungkin dikarenakan kondisi kliennya kurang fit, kemudian tim medis menyatakan, menunda tindakan transplantasi ginjal.
Artinya, kacamata medis menyatakan menunda tindakan transplantasi ginjal. Bukan kliennya yang kemudian tidak bersedia dilakukan transplantasi. Dan medis bukannya membatalkan namun menunda. Kedua, sudah dua kali dilakukan pengecekan kesehatan di dua rumah sakit berkelas dan tidak ada masalah. Seandainya korban bersabar sedikit menunggu kondisi kliennya fit, tidak ada masalah.
Namun sayangnya pihak kejaksaan seolah ‘memaksakan’ perkara ini dilimpahkan ke pengadilan dengan mengangkat motif seolah jual beli mobil bekas. “Dengan menerapkan Pasal 378 KUHPidana,” demikian Marthin Simangunsong.
reporter | Robert Siregar