Suap Rp530 Juta, Mantan Kadis PUPR Kota Medan Kena Pembuktian Terbalik, namun Tetap ‘Lindungi’ Eldin

metode pembuktian terbalik

topmetro.news – Untuk pertama kali di Pengadilan Tipikor Medan, terdakwa suap (bagian dari tindak pidana korupsi), dicecar dengan metode pembuktian terbalik. Metode pembuktian terbalik adalah, di mana terdakwa mampu membuktikan harta atau kekayaannya bukan dari hasil gratifikasi atau sejenisnya.

Dalam sidang lanjutan perkara suap Rp530 juta terdakwa mantan Kadis PUPR Kota Medan Isa Ansyari (47) terhadap Walikota Medan nonaktif T Dzulmi Eldin, Kamis (23/1/2020), di Ruang Cakra Utama, terdakwa sempat menerangkan bahwa pemberian uang beberapa kali kepada Walikota Medan nonaktif T Dzulmi Eldin adalah dari gaji, tunjangan jabatan, dan tabungan selama menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Saya juga ASN Pak. Sama. Kurang lebih Rp40 juta kita peroleh setiap bulan. Bagaimana mungkin Saudara bisa memberikan beberapa kali uang kepada walikota beberapa kali. Ada pula sampai Rp200 juta dan Rp250 juta? Sementara anak-anak ada yang kuliah. Lain lagi biaya kebutuhan lainnya,” cecar Ketua Majelis Hakim Abdul Azis.

Korek Alasan Terdakwa

Sebab sesuai BAP Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdakwa beberapa kali memberikan dana kepada walikota melalui Samsul Fitri. Ini adalah orang suruhan T Dzulmi Eldin yang juga jadi terdakwa pada berkas terpisah.

Lebih setengah jam Abdul Azis mencoba mengorek apa alasan terdakwa beberapa kali memberikan uang tunai maupun lewat transfer kepada mantan orang pertama di Pemko. Untuk kesekian kalinya Isa Ansyari pun terkesan ‘melindungi’ T Dzulmi Eldin (berkasnya masih diproses KPK).

Terdakwa tetap mempertahankan keterangannya yakni sebagai bantuan. Bukan kewajiban. Walau tidak melihat langsung, namun Isa Ansyari yakin bahwa uang yang beberapa kali diberikan melalui Samsul Fitri adalah untuk walikota nonaktif.

“Beda loh saudara. Misalnya kita kasih bantuan ke panti asuhan. Setelah bantuan diserahkan. Selesai. Tidak ada lagi ikatan atau kaitan di kemudian hari. Ini sesuai BAP saudara pemberian uang sampai beberapa kali. Ada yang Rp20 juta sebanyak dua kali. Kemudian Rp200 juta. Terakhir Rp250 juta. Itu untuk apa? Coba Saudara jelaskan. Untuk apa itu?” cecarnya.

Dalam persidangan terungkap, Samsul Fitri dikenal sebagai ajudan walikota ketika itu ada menghubunginya. “Dia (Samsul Fitri-red) menyampaikan agar saya memberikan bantuan untuk kepentingan walikota. Sebelum berangkat ke Kota Ichikawa yang mulia,” urainya.

“Sebelum berangkat ke Kota Ichikawa, Jepang bantuan saya Rp200 juta tunai. Sepulang dari sana saya transfer Rp250 juta. Itulah kemudian kami (bersama T Dzulmi Eldin-red) terkena OTT yang mulia,” kata terdakwa.

Hakim ketua kembali mempertanyakan kata bantuan yang masih dipertahankan terdakwa. Bila misalnya terdakwa tidak mau memberikan uang kepada walikota nonaktif.

Sempat tertawa Malu

Pantauan awak media, terdakwa sempat tertawa sembari malu-malu. “Kalau tidak membantu, risikonya paling kita ke… Hahaha… Tapi namanya komandan,” timpal Isa Ansyari tanpa menuntaskan perkataannya.

Abdul Azis kemudian mempertanyakan salah seorang rekanan bernama Yeyen yang sengaja menemuinya, apakah ada mendapatkan ‘fee’ tiga persen karena memenangkan tender pekerjaan paket proyek di Dinas PUPR Kota Medan? Isa Ansyari kembali membantahnya.

Peristiwa itu, imbuhnya, jauh sebelum proses pengumuman lelang digelar. Terdakwa mengaku hanya menyarankan rekanan, Yeyen ikut tender terbuka di dinas yang dipimpinnya saat itu. Untuk TA 2019 nilai paket pekerjaan fisik total Rp450 miliar.

Kabag Umum

Sebelumnya Kabag Umum Setda Kota Medan M Andi Syahputra dihadirkan sebagai saksi. Saksi mengaku pernah komunikasi lewat telepon dengan Samsul Fitri. Samsul yang mengambil inisiatif untuk ‘mengutip’ dana ke sejumlah Organisasi Peringkat Daerah (OPD).

“Waktu itu ada kekurangan sekitar Rp500 juta terkait perjalanan rombongan pak wali ke Ichikawa. Terus saya sarankan supaya minta izin sama Bos (T Dzulmi Eldin-red). Nggak lama kemudian Samsul telepon saya. Pak Wali cuma mengangguk saja,” tutur saksi.

Majelis hakim kemudian melanjutkan persidangan pekan depan. Agendanya pembacaan tuntutan dan memerintahkan Tim Jaksa KPK agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Terdakwa dijerat pidana dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment