11 September, IASDABA Menggelar Seminar Internasional Danau Toba

menjadi orang batak

topmetro.news – Menjadi Orang Batak adalah sebuah kebanggaan. Namun sayangnya, yang bangga menjadi Orang Batak itu adalah orang asing. Dan itu terbukti, banyak orang asing yang begitu mencintai adat dan Budaya Batak.

Dan mereka yang suka Batak itu bukan orang sembarangan. Melainkan dari kalangan intelektual, akademisi, seniman, hingga pemain sepakbola profesional. Antara lain ada Hermann Delago (Austria), Carlos Melgares Varon Simbolon (mantan pesebakbola Real Betis Spanyol), dan lainnya.

Sementara pada saat bersamaan, ketertarikan Orang Batak atas adat dan budayanya sendiri semakin terkikis, khususnya pada kaum muda. Kita bisa lihat sendiri, bagaimana Bahasa Batak pun sudah semakin langka dalam pergaulan sehar-hari kaum muda.

Salah satu yang tertarik dengan Batak adalah Guiseppina Monaco. Doktor dari University of Naples ‘L’Orientale’ Italy ini mengaku sangat tertarik akan Budaya Batak. Bahkan rindu menjadi Orang Batak dengan sebuah marga pada belakang namanya. Ketertarikan dengan Budaya Batak menjadi salah satu alasan membuatnya mau jadi Orang Batak.

“Sebetulnya Oktober lalu saya sudah berencana ke Danau Toba sekaligus menobatkan diri sebagai Marga Sibarani. Tapi karena pandemi hal itu diurungkan. Paspor untuk Bapak/Ibuku sudah disiapkan untuk ke Indonesia (Sumut). Tapi karena pandemi ini, saya undurkan,” katanya.

Fasilitas dan Budaya

Terkait dengan wisata Kawasan Danau Toba, menurut Dr Guiseppina, memang harus ada pengembangan fasilitas dan infrastruktur untuk mengimbangi keindahan yang ada. Ia mengharapkan ada sinergi berbagai pihak pemerintah maupun swasta untuk membangun fasilitas yang baik.

Selain itu, Dr Guiseppina memandang perlunya ada pengembangan Budaya Batak. Karena hal tersebut, kata dia, dapat ‘dijual’ kepada wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Dan hal tersebut tentunya harus melibatkan semua potensi dan SDM yang ada.

“Salah satu yang penting dilakukan adalah pemda dan ahli-ahli budaya perlu segera mengidentifikasikan cagar budaya yang layak dikunjungi wisatawan. Jadi perlu kerja sama pemda dengan ahli budaya seperti ‘IASBADA’ untuk mewujudkannya,” tutur Guiseppina yang sudah sering berkunjung ke Kawasan Danau Toba itu.

Dr Guiseppina mengaku, panorama Danau Toba khususnya Bakkara dan Tipang Kabupaten Humbahas sangat mempesona. Keindahan Danau Toba tidak kalah dengan Bali, tambahnya, seraya menyebut, akan mengajak kaum muda milenial dari Eropa mengunjungi Danau Toba.

Doktor ini sendiri akan ikut menjadi narasumber dalam sebuah seminar oleh IASDABA, membahas segala sesatu terkait Danau Toba

Seputar Seminar

Sebagaima pemberitaan sebelumnya, IASDABA akan menggelar sebuah seminar internasional untuk membahas Danau Toba. Seminar bertema ‘Pembangunan Kawasan Danau Toba Berbasis Budaya Daerah’ itu akan berlangsung pada 11 September mendatang. IASDABA sendiri adalah sebuah organisasi yang concern dengan keberadaan Danau Toba.

Beberapa pembicara akan mengisi seminar yang akan berlangsung secara virtual tersebut. Antara lain, Prof Dr Uli Kozok MA dari USA dan Dr Guiseppina Monaco dari Italia. Sementara dari dalam negeri ada Prof Dr Robert Sibarani MS (Direktur Sekolah Pascasarjana USU) sebagai pembicara. Moderator seminar adalah seorang pengusaha sukses yang juga selalu memberi perhatian terhadap Danau Toba, yakni Drs Tigor Tampubolon.

Selain menghadirkan pembicara hebat, acara juga akan diisi secara khusus oleh Direktur Utama BPODT Arie Prasetyo, GM BPGKT Dr Ir Wan Hidayati MSi, unsur pemerintah dari tujuh kabupaten di Kawasan Danau Toba, peneliti dan pemerhati Danau Toba serta tokoh komunitas lokal dan tokoh agama.

Kepada media, Prof Dr Robert Sibarani MS yang juga ketua panitia seminar mengutarakan, bahwa keanekaragaman budaya daerah Kawasan Danau Toba merupakan kekuatan kultural sebagai daya tarik untuk wisatawan. Apalagi dengan penetapan Kaldera Toba sebagai anggota Unesco Global Geopark (UGG), maka katanya, saatnya semua pihak memberi perhatian pada keanekaragaman budaya sebagai daya tarik wisata Kaldera Toba.

“Dengan demikian, pemerintah daerah dan pengelola Kaldera Toba atau pengelola Danau Toba sangat perlu melibatkan kajian-kajian akademis ahli budaya dan merekrut lulusan-lulusan perguruan tinggi yang berlatar kebudayaan untuk membenahi Kawasan Danau Toba,” sebutnya.

Menurutnya, ada harapan pada masa mendatang, bahwa pengembangan Kawasan Danau Toba akan semakin nyata dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal apabila mendapat pengelolaan dengan baik. Pengelolaan potensi budaya daerah dalam Kawasan Danau Toba dapat melibatkan para akademisi berlatar belakang budaya dan merekrut para alumni yang berlatar belakang budaya dari Fakultas Ilmu Budaya USU.

Danau Toba yang Bersih

Sedangkan mengenai rencana ‘IASDABA’ membuat seminar, katanya, adalah berdasarkan keinginan berbuat baik untuk Kawasan Danau Toba. Prof Robert pun berharap, agar keinginan itu dapat tersiar dan tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.

“Ini adalah seminar oleh IASDABA dengan harapan, sesuai dengan namanya, akan tercipta Danau Toba yang ‘ias’ (bersih). Kemudian, bagaimana agar pengelolaan Kaldera Danau Toba berbasis budaya. Yang artinya berbasis budaya tujuh daerah dalam Kawasan Danau Toba, antara lain, Samosir, Simalungun, Humbahas, Toba, Taput, Karo, dan Dairi,” paparnya.

Harus disyukuri, kata Prof Robert, bahwa di dunia ini, danau terindah adalah Danau Toba. “Diciptakan oleh Tuhan melalui letusan Gunung Toba. Jadi keindahan itu bisa menjadi atraksi selain penampilan budaya. Juga soal tumbuhan yang sebenarnya unik, seperti andaliman. Demikian juga dengan hayati yang unik seperti ihan, pora-pora, yang tidak ada pada daerah lain,”sebutnya.

“Tapi yang jadi pokok seminar adalah daya pikat keberagaman budaya. Dan budaya ada yang muncul dari beradaban dan ada yang dari dalam pribadi kita masing-masing. Dan semua sebaiknya terkemas dengan maksimal. Munculkan kebaikan-kebaikan. Artinya, mari kita pelihara karakter kebaikan dengan kekuatan media. Kalau bukan kita lagi mengapresiasi Danau Toba, lalu siapa lagi?” katanya.

Profesor berharap, seminar itu akan menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi Kawasan Danau Toba yang hebat. “Materinya hebat, pembicara hebat, dan yang dibicarakan juga hebat. Ini akan menjadi sesuatu kombinasi yang benar-benar hebat,” katanya.

Kehangatan Orang Batak

Sementara Sekretaris Panitia Seminar Tigor Tampubolon, berharap, hasil dari seminar ini bisa menjadi pedoman bagi pemerintah dalam memajukan kawasan masing-masing. Termasuk tentunya Kawasan Danau Toba.

Tidak lupa Tigor mengingatkan, bahwa sebenarnya Orang Batak adalah penjamu tamu yang baik. Dan tentunya ini akan sangat sinkron apabila dikaitkan dengan Kawasan Danau Toba yang butuh kunjungan pendatang (tamu).

“Ada istilah dalam Orang Batak yaitu ‘maramak na so balunon’. Ini bermakna, bahwa Orang Batak selalu terbuka untuk tamu. Suka menjamu tamu dan selalu bersikap hangat kepada tamu. Kalau ini benar-benar berjalan, maka pendatang atau turis tentunya akan menjadi betah dan rindu untuk datang kembali,” urainya.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment