topmetro.news, Langkat – Dari balik meja rapat dan berkas administrasi, kisah proyek ‘smartboard’ di Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat ternyata tidak sekadar soal pengadaan alat papan tulis pintar. Tetapi tentang bagaimana uang rakyat dimasak di dapur anggaran bernama TPAD (Tim Pengelola Anggaran Pemerintah Daerah).
Proyek senilai Rp49,9 miliar bersumber P-APBD 2024 ini kini menjadi perhatian publik setelah Kejaksaan Negeri Langkat melakukan serangkaian penggeledahan dan penyitaan barang bukti di Dinas Pendidikan.
Namun di balik hiruk-pikuk itu, ada satu pertanyaan besar yang menggema di ruang publik, siapa sebenarnya yang melahirkan proyek ini dari ‘rahim’ anggaran daerah?
Jejak Surat Bernomor 900.1.1-152/BPKAD/2024
Proses Perubahan APBD (P-APBD) 2024 Langkat diawali dengan surat bernomor 900.1.1-152/BPKAD/2024, tertanggal 29 Juli 2024.
Surat inilah pintu masuk pengajuan revisi anggaran oleh Pemkab Langkat yang kemudian dibahas bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Langkat.
Namun anehnya, pada saat pembahasan P-APBD itu berlangsung, kondisi Pemkab Langkat sedang mengalami defisit keuangan sebesar Rp242 miliar.
Lalu dari mana logika keuangan yang membenarkan munculnya proyek raksasa senilai hampir Rp50 miliar di tengah defisit sedalam itu?
Sebagai dapur peracik APBD, TPAD Langkat memegang peran sentral dalam setiap pergeseran maupun penambahan anggaran. Namun, peran Banggar DPRD Langkat juga diduga berperan besar di dalam praktik ‘kolaborasi’ pusaran lingkaran kasus ‘smartboard’.
Di tangan merekalah setiap rupiah disusun, dialihkan, dan diberi justifikasi administratif agar terlihat legal dan sah.
Maka, ketika proyek ‘smartboard’ tiba-tiba muncul tanpa tercantum dalam draft awal KUA-PPAS, kecurigaan publik pun muncul, siapa yang memberi “lampu hijau” agar proyek ini bisa lahir di tengah jalan?
Secara normatif, setiap perubahan nomenklatur anggaran harus melalui rapat khusus dengan pimpinan DPRD dan disertai alasan kedaruratan atau kebijakan nasional yang mendesak.
Namun hingga kini, tidak ada satu pun dokumen publik yang menunjukkan adanya dasar tersebut.
Kebutuhan Mendasar atau ‘Sahwat’ Proyek?
Pertanyaan mendasarnya, apakah pengadaan ‘smartboard’ benar-benar merupakan kebutuhan mendesak bagi dunia pendidikan Langkat, atau sekadar sahwat proyek pejabat tertentu yang ingin memanfaatkan ruang fiskal jelang akhir tahun anggaran?
Jika tujuannya untuk peningkatan kualitas belajar, kenapa tidak dimulai dari pelatihan guru, peningkatan literasi digital siswa, atau perbaikan sarana dasar sekolah?
Mengapa langsung loncat ke proyek puluhan miliar untuk alat canggih yang bahkan banyak guru belum tahu cara menggunakannya?
Tak Sesederhana Draft Anggaran
Dari penelusuran awak media, proyek ini tidak hanya dijalankan secara senyap, tetapi juga diwarnai dengan proses administrasi yang “disesuaikan” belakangan.
Beberapa sumber menyebut, aliran dana dari kas daerah ke rekening rekanan terjadi begitu cepat, seolah ada percepatan yang tidak wajar.
Sementara itu, sejumlah pihak di lingkungan Pemkab dan DPRD justru saling lempar tanggung jawab. Ada yang berdalih itu keputusan teknis Dinas Pendidikan, ada pula yang mengatakan “semua sudah melalui mekanisme TPAD”.
Padahal, tanpa persetujuan dan pembahasan resmi antara TPAD dan DPRD, proyek sebesar ini mustahil bisa lolos.
TPAD Harus Bertanggung Jawab
Kini, ketika aroma penyimpangan mulai tercium tajam, TPAD tidak bisa bersembunyi di balik jargon teknokratis.
Mereka bukan sekadar tim teknis, tetapi aktor utama dalam penggodokan setiap Rupiah uang rakyat.
Jika dapur anggaran itu terlalu panas oleh kepentingan, maka TPAD lah yang harus pertama kali dimintai pertanggungjawaban, sebelum semua abu-abu anggaran berubah menjadi bara hukum.
Sementara itu, pimpinan Banggar DPRD Kabupaten Langkat Ralin Sinulingga, saat dikonfirmasi media ini melalui WhatsApp sejak Rabu (8/10/2025), terkait persetujuan pengalihan anggaran kegiatan di Disdik Langkat yang sudah masuk di e- Perencanaan Bappeda ternyata diperuntukkan untuk proyek tergesa-gesa pengadaan ‘smartboard’, hingga berita ini ditayangkan tidak kunjung menjawab.
Begitu juga saat disebut-sebut pihak pimpinan Banggar DPRD Langkat menerima ‘uang ketuk’ pengalihan anggaran pos kegiatan lain Disdik Langkat yang dilakukan sebut-sebut diserahkan oleh Kepala BPKAD Pemkab Langkat menjadi anggaran pengadaan ‘smartboard’, Ralin juga enggan menjawab.
Sehingga, sudah sewajarnya pihak penyidik Seksi Pidana Khusus Kejari Langkat, melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada pimpinan Banggar DPRD Langkat.
reporter | TIM