TOPMETRO.NEWS – Tuan Rondahaim Saragih dianugerahi gelar pahlawan nasional. Penganugerahan gelar tersebut diberi Presiden Prabowo Subianto lewat Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2025.
Gelar Pahlawan Nasional ini menjadi bentuk penghargaan negara atas jasa-jasa luar biasa para tokoh dalam mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Hal itu diumumkan Sekretaris Militer Presiden Mayor Jenderal TNI Kosasih, S.E. di Istana Negara, Jakarta pada momentum Hari Pahlawan 10 November 2025.
“Memutuskan, menetapkan dan seterusnya. Satu, memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas jasa-jasanya yang luar biasa untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Kosasih.
Tuan Rondahaim Saragih adalah 1 dari 10 nama yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Selain Tuan Rondahaim, Prabowo juga menetapkan nama Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur; mantan Presiden Soeharto; aktivis Buruh, Marsinah; mantan Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja; serta penggerak pendidikan dan emansipasi perempuan Rahmah El Yunusiyyah sebagai pahlawan nasional.
Lalu, nama lainnya ada Sultan Muhammad Salahuddin; Syaikhona Muhammad Kholil, Sultan Zainal Abidin Syah; dan mantan Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat Sarwo Edhie Wibowo.
“Almarhum Tuan Rondahaim Saragih, tokoh dari Provinsi Sumatera Utara, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Bersenjata. Dikenal sebagai ‘Napoleon dari Batak’.
Di bawah kepemimpinan Tuan Rondahaim Saragih, Pasukan Raya di Simalungun mencatatkan riwayat perjuangan menonjol melawan kolonialisme Belanda, dengan fokus pada pertahanan kemerdekaan yang berhasil,” kata Sekmil Presiden itu.
Warga Simalungun Bersukacita
Masyarakat Simalungun di Bandung Raya turut bergembira atas penetapan Tuan Rondahaim Saragih sebagai Pahlawan Nasional.
“Kami warga Jawa Barat, khususnya kawasan Bandung metropolitan yang berasal dari Kabupaten Simalungun dan beretnis suku Simalungun sangat bergembira mengapresiasi keputusan presiden Republik Indonesia atas penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Raja ke-14 Kerajaan Raya Tuan Rondahaim Saragih,” kata Marittan Purba, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Pemangku Adat dan Cendekiawan Simalungun/Partuha Maujana Simalungun (DPC PACS/PMS) Bandung Raya, Senin 10 November 2025.
Dia pun mengharapkan agar seluruh warga dan etnis Simalungun dimanapun berada untuk mampu meneladani kegigihan Tuan Rondahaim yang tidak pernah mau dijajah kolonial.
BACA PULA | Marittan Purba: Partuha Maujana Simalungun Segera Dibentuk di Bandung Raya
“Hingga akhir hayatnya, dia adalah manusia merdeka. Selama dia hidup, dia tidak mau tanahnya dan budayanya dijajah bangsa lain,” jelas Marittan Purba Dasuha ini dalam siaran persnya yang diterima TOPMETRO.NEWS Selasa 11 November 2025
Menurutnya, upaya menjadikan Tuan Rondahaim Saragih sebagai pahlawan nasional tidaklah mudah.
Kini, segala jerih upaya sudah menemukan titik terang, karena kini salah satu pahlawan nasional Indonesia sudah ada dari etnis Simalungun.
“Oleh karena itu, atas nama seluruh masyarakat etnis Simalungun/PACS (PMS) di Bandung Raya, kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang secara tekun turut mengupayakan penganugerahan gelar ini,” kata Marittan.
Ucapan terima kasih disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan seluruh jajarannya, Bupati Simalungun Dr. Anton Ahmad Saragih, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Sumut, Sejarawan USU Suprayitno, Sejarawan UNIMED Ichwan Azhari, dan tim pengusung pengusulan Tuan Rondahaim Saragih Garingging menjadi pahlawan nasional dari FIB USU Medan.
“Teristimewa kepada Dr. J. R. Saragih mantan Bupati Simalungun sekaligus mantan Ketua Umum kami di Partuha Maujana Simalungun (PMS) yang secara luar biasa berjuang. Terima kasih juga untuk Ketua Umum kami DPP PACS (PMS) dr. Sarmedi Purba, tokoh nasional Prof. Bungaran Saragih, dan seluruh pihak yang mendukung penganugerahan gelar pahlawan nasional ini,” jabar Marittan didampingi Desmanjon Purba Sekretaris DPC PACS (PMS) Bandung Raya.
Napoleon dari Sumatera
Desmanjon Purba menambahkan, Tuan Rondahaim Saragih Garingging (wafat 1891) merupakan Raja ke-14 Kerajaan Raya di Simalungun, Sumatera Utara.
“Dia tokoh sentral dalam perlawanan Simalungun terhadap ekspansi kolonial Belanda di Sumatra Utara. Rondahaim dikenal cerdas dalam strategi pertempuran. Belanda menjulukinya sebagai ‘Napoleon der Bataks’ yang menggarisbawahi kecerdikan taktikalnya, sekaligus mengungkap stereotip kolonial tentang pemimpin pribumi.”
Secara umum, urai Desmanjon Purba, Napoleon dikenal masyarakat luas sebagai kaisar pertama Perancis dan pemimpin perang terhebat dalam sejarah sekaligus menjadi sosok menakutkan bagi bangsa Eropa.
“Julukan ini mengakui kecakapan Rondahaim dalam berperang. Dalam wacana kolonial, penyebutan ‘Napoleon’ kerap digunakan untuk pemimpin pribumi yang dianggap ‘liar namun cerdik’, seperti Pangeran Diponegoro yang dijuluki Napoléon van Java,” papar Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni Sastra dan Ilmu Budaya (Ika Sadaya) Unpad ini.
Menurut dia, ada kesamaan strategi perang Napoleon dengan Tuan Rondahaim, khususnya di bidang pertahanan.
Serangannya, urainya pula, disembunyikan agar musuh terdorong untuk masuk lebih dalam ke Dataran Tinggi Sumatera Timur, sebelum nantinya dipukul oleh serangan kejutan.
Ia telah mempersiapkan pasukan gerak cepat yang dibekali dengan seni beladiri dihar Simalungun (silat) dengan terjangan yang rancak dan terampil yang diperlengkapi senjata tajam berbentuk torjang (pisau berujung tajam), podang (pedang), dan tombak. Pasukan Belanda yang tercekat, segera rebah meregang nyawa.
Dia tidak takut terhadap musuh walaupun pasukan Belanda itu memiliki persenjataan modern. Ia juga membentuk pasukan khsusus begu borngin (hantu malam). Pasukan ini dilatih mengancurkan musuh di malam hari. Ia mengasah kepiawaiannya dalam taktik berperang serta cepat mempelajari medan pertempuran.
Dia juga ahli dalam teknik perkawanan (berdiplomasi).
Selain Aceh dan Bakkara (Sisingamangaraja XII), kerajaan-kerajaan tetangganya seperti Kerajaan Padang Tebing Tinggi dan Sultan dari Asahan juga diajaknya bersinergi.
“Multi etnis bisa dipersatukannya,” tukas Desmanjon Purba Tondang ini.
Hal-hal itulah yang membuat Belanda ‘takut’ sekaligus memutuskan untuk mundur dari usaha memperluas jajahannya ke tanah Simalungun.
Pertahanan Kerajaan Raya terlalu kuat dan sangat merepotkan Belanda. Tuan Rondahaim Saragih Garingging meninggal tahun 1891. Ia tidak meninggal karena kalah perang. Ia meninggal saat daerahnya tidak dijajah bangsa lain.
Selanjutnya, sekitar 16 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1907 kontrolis V.C.J. Westernberg menerima penyerahan Kerajaan Raya setelah penandatanganan perjanjian pendek (korte verklaring) dengan Tuan Sumayan (Raja Raya ke-15) pengganti Tuan Rondahaim Saragih.
“Gelar pahlawan nasional membuktikan bahwa Tuan Rondahaim Saragih sosok pejuang di wilayah NKRI yang memiliki memiliki integritas moral dan keteladanan, yang berjasa terhadap bangsa dan negara, setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara. Hidup bukan untuk dijajah,” jelas Desmanjon Purba. ***
reporter | dpsilalahi
