Sering Jadi Polemik, HBB Minta Kapolri Terbitkan Pedoman Penanganan Perkara Penistaan Agama

perkara penistaan agama

topmetro.news – Polemik tentang pasal terkait perkara penistaan agama yang menjerat empat tenaga kesehatan di RS Djasamen Saragih Siantar baru-baru ini mengundang keprihatinan bagi banyak kalangan.

Di mana tak seharusnya tenaga kesehatan yang hanya memandikan jenazah ditetapkan tersangka oleh kepolisian, walaupun akhirnya dihentikan penuntutannya oleh kejaksaan.

Sejumlah perkara yang menjerat para tersangka pasal penistaan agama hingga saat ini, masih multi tafsir di tengah masyarakat. Bahkan bagi kalangan ahli hukum sendiri.

Kerap orang-orang yang jadi tersangka dan dapat hukuman dengan pasal penistaan agama justeru sesungguhnya merasa tidak melakukan perbuatan sesuai dengan rumusan pasal penistaan agama.

Untuk mencegah hal seperti itu, maka DPP HBB meminta Kapolri untuk menerbitkan Pedoman Penanganan Perkara Tentang Penistaan Agama. Atau keputusan bersama antara kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Di mana penyusunannya bersama dengan ahli hukum, bertujuan untuk mencegah adanya kesan kriminalisasi terhadap orang yang jadi terlaporkan dengan pasal penistaan agama.

Manfaatkan Pasal

Ketua Umum DPP HBB (Horas Bangso Batak) Lamsiang Sitompul SH MH menegaskan hal itu, karena melihat banyaknya opini yang terjadi. Justeru sekelompok orang sering memanfaatkan Pasal 156 (a) KUHP itu. Tujuannya, mengkriminalisasi orang lain dengan memaksakan penafsiran pasal penistaan agama menurut pendapatnya.

“Karena kalau kita lihat orang-orang yang ditersangkakan dengan pasal ini sejujurnya tidak melakukan satu perbuatan sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam undang-undang itu,” ujarnya.

Bahkan menurutnya, jika mencermati isi undang-undang itu, penistaan agama adalah tindakan menganjurkan atau melakukan kegiatan ajaran agama yang menyimpang. Sebenarnya menurut Lamsiang, penistaan agama lebih kepada ajaran sesat. Seperti kasus Lia Eden ataupun Akhmad Musadeq.

Banyak kasus-kasus tuduhan menista agama justeru jadi polemik di masyarakat. Misalnya kasus Arswendo , Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di DKI, Meiliana, di Tanjungbalai, dan lainnya.

Untuk itu, lanjut Lamsiang, pihaknya menyarankan agar Kapolri bersama kejaksaan, kehakiman, dan ahli hukum pidana membuat Pedoman Penanganan Perkara Tentang Penistaan Agama itu.

“Orang sering merasa korban kriminalisasi dengan pasal itu. Jadi biar jangan jadi polemik perlu pemahaman kepada publik,” ujarnya.

Ia pun menjelaskan, bahwa perbuataan-perbuatan para tersangka yang selama ini terseret dalam perkara penistaan, agama justeru tidak melakukan perbuatan itu. Sebagaimana dimaksud dalam pasal penistaan agama tersebut.

Kalau kita baca pasal tentang penistaan agama sesuai Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 menyatakan: Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia, atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Keputusan bersama kepolisian bersama kejaksaan, kehakiman, serta ahli hukum pidana itu, selanjutnya menjadi acuan kepada semua penyidik, penuntut umum, maupun hakim dalam menangani perkara. Sehingga jangan sampai ada kesan orang jadi korban kriminalisasi dengan pasal penistaan agama.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment