Lika-Liku Suap H Buyung Agar Pembangunan di Labura Ditampung DAK APBN-P 2017 dan 2018 Diungkap Agusman Sinaga

Kepala BPPD Labura

topmetro.news – Giliran mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pendapatan Daerah (BPPD) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Agusman Sinaga, Senin (8/3/2021), dihadirkan tim JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia sebagai saksi untuk terdakwa Bupati Labura nonaktif Kharuddin Syah Sitorus di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.

Di luar dugaan, dalam pemeriksaan lebih 2 jam tersebut, Agusman (terdakwa dalam penuntutan terpisah) secara lugas dan sistematis mengungkap lika-liku perjuangannya melaksanakan perintah mantan atasannya tersebut.

Bukan hanya melobi staf di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI maupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Tapi juga menghimpun dana dari para rekanan yang akan maupun telah mengerjakan proyek pekerjaan di lingkungan Pemkab Labura.

Fakta terungkap di persidangan, saksi mengaku sudah kenal dengan Yaya Purnomo, salah seorang staf di Kemenkeu RI. Ketika itu saksi masih menjabat Sekretaris BPPD Kabupaten Labura.

Melalui ‘tangan dingin’ Yaya (divonis 6,5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Jakarta-red) beberapa paket pekerjaan usulan pemkab, melalui Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Labura, tertampung dalam DAK APBN-P TA 2017.

Bupati Gundah

Menjawab pertanyaan tim JPU pada KPK dimotori Budhi S, saksi menguraikan, berawal dari kegundahan terdakwa akrab disapa H Buyung tersebut ketika mendapatkan informasi bahwa usulannya untuk membangun rumah sakit yang baru (RSUD Aek Kanopan), menggantikan yang lama karena dinilai sudah tidak layak lagi tuntutan zaman, khususnya pelayanan kesehatan (yankes).

Untuk pengurusan pembangunan lanjutan RSUD Aek Kanopan, saksi biasanya bersama Asisten I Setdakab Labura Habibuddin Siregar. Singkat cerita, atas perintah terdakwa, saksi berangkat ke Jakarta untuk melobi Yaya Purnomo, April 2017 lalu. Kemudian bertemu di kantin Kantor Kemenkeu RI. Intinya saksi menanyakan Yahya apakah ada solusi lainnya.

Saksi kemudian mengusulkan agar Yaya Purnomo bisa bertemu dengan atasannya, terdakwa Kharuddin Syah Sitorus. Hasil pertemuan tersebut kemudian ia laporkan ke Habibuddin Siregar. Lalu Habibuddin selanjutnya meneruskan laporan saksi kepada terdakwa.

“Perintah Pak Bupati waktu itu kepada Pak Habibuddin, aturlah waktunya,” katanya menirukan ucapan Habibuddin. Kebetulan ada acara kegiatan organisasi kepemudaan FKPPI di Jakarta pada 3 Mei 2017. Maka sekalian disempatkan mempertemukan terdakwa dengan Yaya Purnomo di Rumah Makan Happy Day di Jakarta.

Saksi dan Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan Pemerintah Kabupaten Labura M Ikhsan dan beberapa rombongan dari Pemkab Labura kemudian keluar dan saksi pindah ke meja sebelah. Namun saat itu Yaya mengaku buru-buru. Alias tidak punya waktu panjang untuk mengobrol karena ada usulan pemkab lain yang mau dibahas karena tidak masuk dalam DAK APBN-P TA 2018.

Kebetulan hal itu juga yang sedang dihadapi Pemkab Labura (pembangunan lanjutan RSUD Aek Kanopan-red), dan urusan itu, imbuh saksi, dikoordinasikan selanjutnya ke Yaya Purnomo dengan komitmen fee 7 persen dari nilai pagu nantinya disetujui (ditampung) dalam DAK APBN-P 2018.

Masuk DAK

Puncaknya, tertanggal 9 Agustus 2017. Saksi menerima informasi bahwa usulan Pemkab ditampung di DAK APBN-P diumumkan secara online di Kemenkeu RI senilai hampir Rp50 miliar dan Rp30 miliar. Di antaranya untuk pembangunan RSUD Aek Kanopan yang baru.

Kabar gembira tersebut juga diikuti dengan desakan Yaya Purnomo kepada saksi Agusman Sinaga untuk mengirimkan ‘komitmen fee’ 7 persen dari nilai yang disetujui dalam DAK APBN-P 2018, sesuai dengan yang telah disepakati.

Atas arahan terdakwa kepada dirinya dan Habibuddin Siregar, para rekanan yang mengerjakan proyek di Pemkab Labura, termasuk Mulyono alias Ahong yang nantinya mengerjakan pembangunan RSUD Aek Kanopan untuk menutupi ‘komitmen fee’ tersebut.

Ketika dicecar penuntut umum Budhi S, saksi menimpali, karena desakan Yaya Purnomo, Ahong melalui anaknya Franky menyerahkan uang dalam bentuk Dolar Singapura (SGD) di rumah dinas bupati yang lama. Menyusul -juga melalui Franky- sebesar Rp700 juta bentuk SGD di parkiran salah satu warung lesehan di Jakarta. Dari rekanan lainnya yakni Abdi Mukimo Rp500 juta, Aci Rp300 juta.

“Pak Yaya juga ada minta kekurangan Rp120 ribu SGD dan atas perintah Pak Bupati dirinya meminta rekanan uang dari Panusunan sebesar Rp800 juta sudah dalam SGD dan Aci kembali menyerahkan Rp400 juta (total Rp700 juta). Penyerahannya ikut pak Habinuddin Yang Mulia,” timpal Agusman menjawab pertanyaan Hakim Ketua Mian Munthe.

Bantahan Terdakwa

Namun ketika dikonfrontir, terdakwa Kharuddin Syah Sitorus.membantah keterangan mantan stafnya tersebut. Menurutnya, tidak benar Agusman Sinaga secara intens melaporkan tentang Yaya menagih ‘komitmen fee’ tersebut.

Demikian juga tentang keterangan saksi yang pindah ke meja sebelah ketika Yahya datang menjumpai terdakwa di Rumah Makan Happy Day tersebut. Sebaliknya saksi Agusman menyatakan, tetap pada keterangannya. Sidang pun diundurkan, Senin depan, (15/3/2021).

H Buyung dijerat pidana dengan dakwaan pertama: Pasal 5 Ayat (1) Huruf a UU No. 20 Tahun 2001 perubahan atas UU. No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana. Atau kedua, Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment