Pemidanaan 2 Youtuber Medan Disebut Membunuh Demokrasi

Pemidanaan 2 Youtuber Medan Disebut Membunuh Demokrasi

Topmetro.news – Sidang perkara pidana 2 youtuber Medan, Joniar M Nainggolan dan Benni Eduward Hasibuan akan berlangsung  pada Kamis (8/4/2021) dengan agenda putusan.

Kasus ini berawal pada 11 September 2020 lalu, keduanya melakukan live streaming di akun youtube Joniar news pekan setelah mendapatkan informasi adanya kendaraan ‘plat bodong’ dan menunggak pajak terparkir di areal kantor Samsat Putri Hijau Medan.

Saat itu, keduanya mengecek beberapa kendaraan yang ada dengan cara mengakses website e-samsat BPPRD Provinsi Sumut dan mengetik *368*117# Telkomsel.

Karena tayangan tersebut, seorang anggota Polri pun melaporkan mereka ke Polrestabes Medan dengan tuduhan menyebarkan hoax. Polisi tersebut merasa keberatan karena dalam video menyinggung salah satu mobil menunggak pajak Rp3,7 juta, yang diketahui milik anak pelapor.

Menurut polisi itu selalu taat membayar pajak kendaraan anaknya. Namun, menurut Benni, pelapor baru membayar pajak satu jam setelah melakukan live streaming.

Staff Advokasi KontraS Sumut Ali Isnandar, mengungkapkan, salah satu diantara terdakwa atas nama Benni Eduwar Hasibuan juga mengalami dugaan kekerasan dan pemerasan selama ditahan di Rutan Polrestabes Medan.

“Kami mendapat informasi, Benni diduga alami kekerasan oleh sesama tahanan di Rutan Polrestabes

Medan. Selain itu, dia juga diduga menjadi korban pemerasan senilai Rp11 juta,” sebut Ali Sunandar, Senin (5/4/2021).

Isnandar mengatakan, peristiwa itu sudah dilaporkan keluarga Benni ke Komnas HAM dan Ombudsman. Bahkan, Benni juga menyampaikannya kepada hakim.

“Untuk itu aparat penegak hukum harusnya berlaku sama mengungkap ketidakadilan yang dialami Benni selama dalam tahanan,” tegasnya.

Sementara, terkait video yang diposting tersebut, Isnandar menyebutkan KontraS menilai masih dalam kategori wajar, apalagi di era keterbukaan informasi publik saat ini. KontraS Sumut juga menduga ada upaya kriminalisasi terhadap keduanya sehubung dengan konten-konten mereka di Youtube.

Laporan

“Jika dilihat dari perbuatannya, kasus ini tidak seharusnya ditingkatkan. Aparat hukum terlalu berlebihan merespon kasus ini, sehingga kami menduga ada upaya kriminalisasi terhadap Benni dan Joniar karena aktifitas mereka di Youtube yang kerap menyoroti kinerja Polri,” katanya.

Selain itu, Isnandar menjelaskan, dari informasi yang diperoleh KontraS, sedikitnya ada 4 laporan lagi yang sudah siap menanti Youtuber Benni pasca keluar dari tahanan. Sehingga bukan tidak mungkin pasca vonis, Benni justru kembali terjerat dalam kasus serupa.

Terkait itu, Isnandar menyinggung soal Surat Telegram Kapolri bernomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 tertanggal 22 Februari 2021 tentang pedoman penanganan perkara tindak pidana kejahatan siber yang menggunakan UU ITE. Pendekatan penyelesaian untuk persoalan pencemaran nama baik, fitnah atau penghinaan bisa diselesaikan dengan cara restoratif justice.

“Kita mau lihat dan uji. Apakah laporan-laporan polisi yang konon sudah menanti Benni kedepannya akan menggunakan pendekatan restoratif justice. Atau justru malah kembali dipidanakan seperti sebelumnya,” tuturnya.

Dari perspektif HAM, Isnandar menyampaikan yang dilakukan oleh para youtuber itu merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 F UUD 1945 dan hukum Internasional. Selain itu, Pasal 19 ICCPR juga mengakui hak atas kebebasan mencari dan memberikan informasi.

Hanya saja, menurut dia, negara kurang komitmen dengan prinsip HAM. Ini dapat dibuktikan dari penerapan pasal karet UU ITE yang kerap mengorbankan masyarakat.

“UU ITE ini membuka tafsir batasan HAM yang tidak pasti. Padahal, dalam Prinsip Siracusa batasan terhadap HAM tidak boleh diterapkan negara secara sewenang-wenang dan tidak boleh digunakan untuk melindungi negara dan pejabatnya dari opini atau kritik publik,” pungkasnya.

Reporter | Dedi

Related posts

Leave a Comment