Perkara Korupsi Pengadaan Kayak, Ahli BPKP: Kayak tidak Tercatat di Inventaris Dinas Pariwisata Toba

ahli dari BPKP

topmetro.news – Giliran ahli dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Sumut Evenri Sihombing hadir di Pengadilan Tipikor Medan.

JPU dari Kejari Toba menghadirkan Evenri dalam sidang lanjutan perkara korupsi enam terdakwa korupsi terkait pengadaan barang kegiatan International Toba Kayak Marathon pada 2017 lalu, Senin (26/4/2021).

Lebih satu jam ahli dapat cecaran pertanyaan. Baik oleh majelis hakim dengan ketua Immanuel Tarigan, maupun tim penasihat hukum (PH) para terdakwa dan JPU.

Menurut ahli, berdasarkan data yang diperoleh dari penyidik, pengadaan barang kegiatan International Toba Kayak Marathon ditampung dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Kabupaten Tobasa TA 2017 sebesar Rp199 juta.

“Baik untuk pengadaan kayak single dan dobel berikut dengan aksesorisnya Yang Mulia,” kata Evenri Sihombing.

Namun setelah ditelusuri lebih lanjut, tidak ditemukan fisiknya. Secara akuntansi juga tidak tercatat sama sekali di perbendaharaan Dinas Pariwisata maupun di Pengelolaan Kas dan Aset Daerah (PKAD) Kabupaten Tobasa (sekarang Toba).

Dari dokumen di Dinas Pariwisata Kabupaten Toba disebutkan ada invoice yang dibeli dari pihak swasta di Komplek Setia Budi, Kota Medan. Namun setelah pendalaman, pihak swasta tersebut menyebutkan tidak pernah menjual alat kayak tersebut.

Pasal 205 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, imbuh ahli, harus ada bukti angkut, faktur barang, dan harus sesuai spek. Maka bila tidak sesuai, P2HP berhak menolak menandatangani berita acara serah terima barang.

“Karena pengadaan kayak merupakan pabrikan, harus ada nomor seri produknya. Dan biasanya ada garansi Yang Mulia. Dari nomor seri itu akan tahu bahwa barang (kayak) tersebut benar-benar berada di Indonesia dan bisa terlacak produknya,” urai Evenri Sihombing.

Kayak Fiktif

Kayak itu juga harus melalui pengecekan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (P2HP). Dan kemudian otomatis dicatat (masuk inventaris) Dinas Pariwisata yang diteruskan ke BPKAD Kabupaten Tobasa, setelah kegiatan.

Jadi kesimpulan BPKP Sumut, patut ada dugaan menimbulkan kerugian negara. Kayak tersebut seharusnya tidak boleh dibayarkan oleh Pengguna Anggaran (PA) melalui Bendahara Dinas Pariwisata Kabupaten Tobasa.

“Dalam perkara ini foto dokumen fisik (kayak) ada. Tapi tidak tahu di mana disimpan. Kurang lebih demikian Yang Mulia,” timpalnya ketika menajawab pertanyaan hakim ketua, apakah pengadaan kayak tersebut terindikasi fiktif.

Bendahara

Di bagian lain ahli berpendapat bahwa yang patut dimintai pertanggungjawaban hukum di antaranya Bendahara Dinas Pariwisata Kabupaten Tobasa. Secara berjenjang, Kepala.Dinas (Kadis) sebagai KPA menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan P2HP.

PPK kemudian mengunjuk Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP). Kapasitas Pokja sebatas menyeleksi peserta tender pengadaan barang. Sedangkan yang mengajukan Surat Perintah Membayar (SPM) adalah Bendahara Dinas Pariwisata Kabupaten Tobasa.

Dalam kesempatan tersebut salah seorang anggota tim PH terdakwa bertanya tentang adanya perbedaan hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut dengan penjelasan ahli. Sebab menurut BPK Sumut, kayak tersebut ada tercatat.

“Secara teknis memang ada sedikit perbedaan. Kalau investigasi BPK menurut saya secara general. Tapi kalau BPKP fokus dengan unsur kerugian keuangan negaranya,” pungkas Evenri Sihombing.

Immanuel Tarigan pun melanjutkan sidang pekan depan.

Enam Terdakwa

Para terdakwa (monitor kiri) mengikuti persidangan secara video conference (vidcon) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan | topmetro.news

JPU dari Kejari Toba menetapkan enam terdakwa. Yakni Ultri Sonlahir Simangunsong selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tobasa. Bersama-sama dengan Herkules Butar-butar selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Unsur Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Siodo Damero Tambun selaku Ketua dan Andika Lesmana serta Nora Tambunan sebagai Wakil Direktur (Wadir) II CV Citra Sopo Utama. Lalu Shanty Saragih sebagai pemilik CV Citra Sopo Utama selaku penyedia barang/jasa (masing-masing berkas perkara terpisah).

Mereka dapat dakwaan melakukan atau menyuruh melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp334.790.909.

Para terdakwa terlibat dalam Pengadaan Peralatan International Toba Kayak Marathon dengan masa pelaksanaan 60 hari kalender. Dengan nilai pekerjaan Promosi International Toba Kayak Rp50 juta dan kemudan pengadaan barang/jasa Rp200 juta.

Belakangan terungkap pembelian peralatan kayak tersebut tidak pernah ada alias fiktif. Karena alamat CV Global Indo di Komplek Taman Setia Budi Indah Jalan Cycas 2 Blok AA tempat pembelian peralatan kayak adalah rumah tinggal milik saksi Ir Muharni. Serta tidak pernah ada CV apa pun atau toko/usaha apa pun di alamat tersebut sejak 2016 lalu.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment