Gubsu Edy Rahmayadi: Penyaluran Pupuk Harus Transparan

Edy Rahmayadi

topmetro.news – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi meminta para stakeholder pupuk di Sumut untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk terutama berjenis subsidi kepada petani sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) hingga akhir tahun ini.

Mengingat ketersediaan pupuk dan pestisida saat ini mengalami gangguan di tengah-tengah masyarakat petani, baik dari ketersediaan yang terbatas hingga disparitas harga maupun waktu penyalurannya.

“Ya, bapak gubernur terus mendorong para pihak terutama produsen dan distributor agar mengoptimalkan penyaluran dari alokasi yang ada sampai seratus persen terpenuhi di akhir tahun ini,” ujar Kepala Biro Perekonomian Setdaprovsu, Naslindo Sirait saat dikonfirmasi, Selasa (14/12/2021).

Hal ini menurutnya merupakan starting point dari rapat koordinasi yang diinisiasi Biro Perekonomian bersama para stakeholder membahas ketersediaan pupuk bersubsidi di Sumut, 8 Desember lalu.

Di mana pihaknya turut mengundang, organisasi perangkat daerah terkait seperti Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut, serta dunia usaha baik sebagai produsen maupun distributor pupuk dan pestisida seperti PT. Pupuk Indonesia Regional I, PT. Gresik Cipta Sejahtera, PT. Samtami Sejahtera, dan CV. Candi Agro Mandiri.

“Persoalannya adalah ketersediaan pupuk utamanya pupuk bersubsidi agar tepat sasaran, tepat harga, dan tepat waktu,” kata Naslindo.

Terlebih, kata dia, ketersediaan pupuk dan pestisida sangat diyakini berpengaruh signifikan terhadap produksi, utamanya tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk meningkatkan produksi, meningkatkan perekonomian, dan untuk mengendalikan inflasi serta untuk menjamin ketahanan pangan.

“Dalam rapat mengemuka bahwa ketersedian pupuk di lapangan sangat erat dengan alokasi pupuk bersubsidi di Provinsi Sumut yang sangat kurang,” ungkap Naslindo.

Misalnya untuk pupuk urea disebut dia, yang hanya tersedia alokasi dari pemerintah pusat 152 ribu ton sementara kebutuhan mencapai 300 ribu ton. Namun demikian, Pemprov Sumut akan terus berkomunikasi ke pemerintah pusat melalui usulan RDKK TA.2022 agar dapat ditingkatkan alokasi pupuk bersubsidi ke Sumut.

Lalu jelang akhir 2021 ini, ungkapnya, Gubernur Edy telah menginstruksikan Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida Sumut yang terdiri dari OPD terkait Pemprov Sumut, Polda Sumut, Kejati Sumut, dan pemangku kepentingan lain untuk terus meningkatkan koordinasikan dan pengawasan sampai ke tingkat kabupaten hingga kios pengecer agar pupuk bersubsidi disalurkan ke petani yang namanya ada dalam RDKK. Sehingga tepat sasaran, tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum karena disparitas harga antara pupuk bersubsisi dan nonsubsidi sangat besar.

“Gubernur Sumut juga meminta keterlibatan bupati agar aktif memverifikasi usulan RDKK agar benar-benar menggambarkan data kebutuhan pupuk yang disesuaikan dengan luas areal riil yang dimiliki seorang petani, jangan sampai dimanipulasi bila perlu harus menggunakan titik koordinat,” tegasnya.

Selain persoalan kesenjangan antara kebutuhan dan alokasi, kata Naslindo, ketersediaan pupuk juga sangat dipengaruhi kondisi global saat ini. Mengingat bahan baku pupuk yang berbasis nitrogen dan potasium masih diimpor dari luar negeri. Alhasil kebijakan di negara asal impor akan memengaruhi produksi pupuk dalam negeri.

“Misalnya kebijakan ekonomi hijau di Eropa, Rusia yang mengubah pola produksi dan juga perubahan pola konsumsi di China, sebagai negara-negara penghasil nitrogen dan potasium, akan sangat memengaruhi produksi pupuk di Indonesia,” katanya. Sebab apabila bahan baku pembuatan pupuk dan pestisida masih sulit didapatkan (diimpor), dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan pupuk dan ini bisa berlangsung lama dan memengaruhi produksi dan ketersediaan pangan dan perekonomian yang lebih luas.

“Mengingat perekonomian Sumut masih ditopang oleh sektor pertanian, karena itu pemda dan petani perlu mulai beralih kepada penggunaan pupuk organik dengan memanfaatkan sampah perkotaan dan hasil pembuangan hewan untuk diolah menjadi pupuk kompos,” saran Naslindo.

Pihaknya akan coba mendata seberapa besar potensi ini agar ke depan dikembangkan sebagai sebuah alternatif yang sangat strategis. Pun dalam waktu dekat, Pemprov Sumut akan melakukan komunikasi kepada kabupaten untuk sama-sama mulai memikirkan strategi jangka panjang dalam kemandirian pupuk untuk mendukung pertanian di Sumut.

“Di samping tentunya solusi-solusi jangka pendek, pemberdayaan penyuluh serta pengawasan yang lebih intensif sehingga tujuan pemberian subsidi ini dapat meningkatkan perekonomian dan ketahanan pangan di Sumut,” pungkasnya.

Penulis | Erris JN

Related posts

Leave a Comment