topmetro.news – Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman dan Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) secara estafet, Jumat petang (18/11/2022), di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, menghadapi tuntut pidana, masing-masing 9 tahun penjara.
Keduanya, menurut JPU, telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait pinjaman Canakya Suman ke salah satu bank plat merah di Medan berujung pada kredit macet untuk pembangunan perumahan Takapuna Residence di Sunggal, Kabupaten Deliserdang.
Canakya yang diadili secara video teleconference (vicon) juga dituntut pidana denda Rp500 juta. Subsidair (bila denda tidak terbayar maka ganti dengan pidana kurungan) selama 5 bulan.
JPU dari Kejati Sumut Isnayanda dalam surat tuntutannya mengatakan, dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1) Huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.
Yakni secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Oleh karenanya, terdakwa juga dituntut dengan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp14.775.000.000. Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka ganti dengan pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara,” imbuhnya.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Juga tidak mengakui dan menyesali perbuatannya. Keadaan meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
Mujianto
Secara terpisah, Mujianto yang hadir di ruangan serupa juga mendapat tuntutan 9 tahun. Bedanya, Direktur PT ACR tersebut dituntut pidana denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Serta membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp13.400.000.000 subsidair 4 tahun dan 3 bulan penjara. Dana dimaksud seharusnya digunakan untuk pembangunan Perumahan Takapuna Residence.
Namun digunakan Canakya Suman untuk menebus 93 Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) milik PT ACR yang masih diagunkan di PT Bank Sumut Cabang Deliserdang.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, imbuh Isnayanda, terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 2 Ayat 1 jo. Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair kesatu.
Dan dakwaan kedua, Pasal 5 Ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa merugikan negara dan masyarakat. Juga tidak mengakui dan menyesali perbuatannya. Kemudian, menikmati dari hasil kejahatan dari keuangan negara. Sedangkan hal meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
Hakim ketua didampingi anggota majelis Eliwarti dan Rurita Ningrum pun melanjutkan persidangan Senin (28/11/2022) mendatang. Sebelumnya hakim memberi kesempatan kepada Canakya Suman dan Mujianto maupun tim penasihat hukumnya (PH) menyampaikan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan JPU tadi.
Takapuna
Nama pengusaha terkenal asal Kota Medan itu masuk pusaran kredit macet atas nama debitur Canakya Suman. Sebab lahan yang diberikan kuasa menjual oleh Mujianto kepada Canakya sebagian digunakan untuk membayar 93 SHGU yang sempat diagunkan ke bank lain yaitu PT Bank Sumut Cabang Deliserdang.
Walau terdakwa Canakya Suman memang ada beberapa kali melakukan cicilan. Dan kredit macet Rp14.775.000.000 dianggap sebagai kerugian keuangan negara.
Warga Jalan Thamrin Medan itu pun melelai rekannya satu alumni sekolah, diperkenalkan dengan pejabat di bank plat merah di Medan.
Kemudian berlangsung penandatanganan Perjanjian Kredit Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014. Yaitu pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Konstruksi Kredit Yasa Griya dengan plafon kredit sebesar Rp39,5 miliar.
Klimaksnya, tertanggal 3 Maret 2014 bank di kantor pusat juga menyetujui permohonan pencairan kredit terdakwa. Belakangan menurut dakwaan JPU, berakhir dengan kredit macet yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Tidak Beralasan
Sementara usai persidangan, Surepno Sarpan selaku ketua tim PH Mujianto menilai tuntutan JPU tersebut tidak beralasan. Padahal fakta terungkap di persidangan, tidak satu pun aliran dana kepada kliennya.
“Pada persidangan lalu telah kita buktikan, bahwa pinjaman Canakya dalam berkas terpisah dipergunakan untuk membeli lahan klien kami. Lahan itu adalah bagian dari pembangunan Takapuna Residence. Demikian juga tuntutan TPPU-nya menurut kami terlalu jauh,” pungkasnya.
reporter | Robert Siregar